SOROT 340

Dian Siswarini, Pemanjat Puncak Menara XL

Deputy CEO XL, Dian Siswarini
Sumber :
  • xl
VIVA.co.id
Mereka Perempuan Hebat Selain RA Kartini
- Malam hampir larut. Jarum jam nyaris menyentuh angka sepuluh. Hampir semua penghuni di rumah itu sudah terlelap. Di sebuah kamar, tampak seorang perempuan tengah bersiap-siap hendak keluar dari peraduannya. Setelah memastikan semua anaknya terlelap, dan pamit pada suami, ia pergi.

Menteri Puan: Perempuan Garda Terdepan dalam Revolusi Mental

Perempuan itu menembus kelengangan Jakarta. Maklum, di tahun 1996, Jakarta belum terlalu sibuk seperti sekarang. Aktivitas mulai berkurang pada jelang tengah malam. Karenanya, perjalanan malam itu cukup leluasa. Dalam benak wanita itu hanya satu: agar masyarakat lancar berkomunikasi tanpa gangguan sinyal pemancar.
Rayakan Hari Kartini, Menteri Agama Ikut Lomba Masak


"Waktu itu saya melakukan drive test measurement jaringan. Di tahun itu, belum ada automatic measurement , semua masih manual. Jadi, kita harus cek ke lapangan untuk memastikan jaringan," kenang Dian Siswarini, yang kini menjadi Presiden Direktur dan Chief Executive Officer
PT XL Axiata Tbk.


Sebagai seorang perempuan, Dian ingin menepis segala stigma manja yang disematkan pada perempuan. Sebenarnya, posisi Dian saat itu bukanlah engineer lapangan. Di XL, kala itu posisinya sudah
manager Radio Network Design Engineering
. Tak ada keharusan baginya untuk turun ke lapangan. Apalagi saat larut malam.


Bagi Dian, kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki haruslah diupayakan, diperjuangkan. Perempuan harus bekerja lebih keras, lebih cerdas, disiplin agar setara dengan lelaki.


"Kalau wanita mau mendapatkan kesetaraan, harus menunjukkan bahwa kita layak untuk menjadi setara. Kesetaraan menjadi
engineer
harus sama dengan kewajibannya. Jangan gara-gara perempuan,
nggak
mau naik
tower
," tuturnya kepada
VIVA.co.id.


Termasuk, ketika harus menunjukkan pada atasan kalau dia punya konsistensi dan kompetensi di bidang
engineering.
Kala itu, atasannya adalah ekspatriat. Dian ingin menyerap ilmu sang atasan.


“Awalnya, si expat itu heran. Malah mau menguji sejauh mana ketahanan saya,” tutur Dian.


Meski begitu, Dian tetap konsisten. Tiga minggu sekali, Dian tetap melakukan pengecekan jaringan di BTS-BTS. Itu, ia lakukan dari pukul 10 malam hingga 3 pagi. Tak jarang, Dian harus memanjat menara BTS.


Hasilnya, ketika ekspatriat tersebut kembali ke negara asalnya, Dian direkomendasikan untuk mengganti posisi yang ditinggalkan.


Bisa ditebak, karier Dian selanjutnya makin moncer. Pada rentang tahun 1996 hingga 2013, dia memegang berbagai jabatan kunci pada Departemen Network dan Engineering XL.


Tahun 2007, Dian diangkat sebagai Direktur Network Services yang kemudian berubah penyebutannya menjadi Direktur/
Chief Technology
. Seiring dengan perubahan strategi, pada tahun 2011, Dian didapuk sebagai pemimpin Departemen Content and New Business sebagai Direktur/
Chief Digital Services Officer
sampai tahun 2013.


Menyusul kiprah suksesnya memoles XL, induk usaha Axiata di Malaysia membajak Dian. Bulan Juni 2014, Dian didapuk sebagai
Group Chief of Marketing and Operation Officer
untuk membantu pertumbuhan seluruh anak perusahaan Axiata.


Puncaknya, pada 1 April 2015, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ‎(RUPSLB) resmi mengangkat Dian Siswarini sebagai
President Director
& CEO XL Axiata.


Presiden Direktur PT XL Axiata Tbk Dian Siswarini
pada 1 April 2015, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ‎(RUPSLB) resmi mengangkat Dian Siswarini sebagai President Director & CEO XL Axiata. Foto: ANTARA/Reno Esnir


Peran ganda

Dian sadar benar bahwa menjadi profesional perempuan sukses bukanlah perkara mudah. Dalam kehidupan dunia yang dibangun dengan konsep laki-laki, perempuan 'dipaksa' mengerjakan tugas domestik.

Itu sebabnya, perempuan punya tantangan lebih besar saat punya keinginan untuk sukses di bidang karier. Peran ganda harus di jalani. Ya sebagai istri sekaligus ibu, juga sebagai profesional di kantor.

Maka, ibu tiga anak ini harus pandai-pandai membagi waktu. Terutama, saat dia masih aktif di lapangan. Bila ingin lembur, biasanya Dian pulang jam 5 sore dan kembali beraktivitas pukul 21.30.

Namun, sebelum subuh berkumandang, Dian berusaha sudah sampai rumah. "Ketika mereka (suami dan anak) bangun, saya sudah ada di rumah, melayani mereka,” kata istri Adji Rukmantara ini.

Keberadaannya sebagai profesional, tak membuat Dian menafikkan tugasnya sebagai ibu. Dia selalu berusaha untuk senantiasa memaksimalkan waktu dengan keluarga.

Misalnya, sarapan bersama keluarga. Pada kesempatan itu, mereka sekeluarga akan bertukar cerita.

"Saya sampai kantor harus jam 07.30 WIB. Tujuannya apa? Kalau saya datang lebih pagi, bisa pulang cepat," ujar Dian memberi tips.

Dahulu, Dian biasa pulang pukul 18.30 WIB, setelah semua pekerjaannya rampung. Kecuali, kalau ada rapat.

"Kuncinya, saya pikir ada tiga. Time management, good plan, dan fokus," katanya.

Kepiawaian mengatur waktu juga membuat Dian berhasil memberikan ASI eksklusif untuk ketiga anaknya. "Malah anak-anak saya mendapatkan ASI sampai usia dua tahun," kata ibu dari Amyra Meidiana (21), Farhan Ariana Rahardian (17), dan Rizki Aulia Muhammad (12) ini.

Untuk urusan ASI, Dian punya cara tersendiri. Saat dia mendapatkan izin cuti, Dian membuat bank ASI. "Saya peras ASI, lalu saya taruh dalam botol-botol," kata dia.

Demi anak-anaknya mendapat ASI eksklusif, Dian pindah rumah. Dari semula di Bekasi, dia boyongan ke kawasan Tebet. Tujuannya, agar dekat dengan kantor. Jadi, sewaktu anak-anaknya masih kecil, Dian menyempatkan waktu untuk pulang saat jam makan siang.

"Nyusuin yang masih kecil, makan siang bareng. Itu saya lakukan sampai anak-anak SD," kata dia.



Sempat ingin sudahi karier

Posisi puncak Dian di operator telekomunikasi dengan 59,6 juta pelanggan itu, memang sudah dia impikan sejak lama. Impian itu semakin terasa nyata saat banyak orang juga memprediksikan hal yang sama.

Sejak Dian diangkat sebagai Deputy CEO oleh RUPSLB awal Januari lalu, seluruh tugas CEO telah ia jalani. Padahal, waktu itu posisi CEO masih dijabat Hasnul Suhaimi. Makanya, tidak banyak yang terkejut ketika Dian akhirnya benar-benar menakhodai XL Axiata.

Namun, perjalanan Dian tidaklah semulus bayangan orang. Bahkan, Dian pernah sempat ingin menyudahi kariernya. Dia sempat terguncang saat mendengar keputusan dokter bahwa anak keduanya menderita autis.

“Usianya masih 1,5 tahun, waktu itu. Kakak ipar saya yang dokter melihat gejala itu di anak saya,” kata dia.

Jelas saja, Dian syok. Hingga punya pikiran untuk berhenti kerja. Namun, niatan itu dicegah suaminya. "Kamu kan mau jadi number one di perusahaan,” ujar Dian mengenang ucapan suaminya kala itu.

Dukungan penuh keluarga kembali memompa semangat Dian. Dia, suami dan orangtua serta saudaranya bergantian mengurus Farhan. Dian mendapat tugas mengurus Farhan dari jam 7-8 pagi. "Kalau weekend, sepenuhnya saya,” kata dia.

Tiap akhir pekan, barulah Dian mengantar Farhan bertemu dokter terapi di Bandung. Namun, perjalanan Jakarta-Bandung yang memakan waktu lima jam (saat itu belum ada tol), dianggap tidak efisien. Akhirnya, Dian memfungsikan salah satu ruang di rumahnya untuk tempat terapi.

Mengenai hal ini, Dian sama sekali tidak bercerita dengan teman-teman kantornya. Dia beralasan, tidak ingin mendapat perlakuan istimewa.

"Saya tidak ingin, ketika mereka tahu masalah saya, treatment mereka ke saya jadi berbeda,” kata dia.

Saat Dian menjalani masa-masa berat itu, untungnya XL kurang bergairah. Pada rentang waktu 1998-2000, nyaris tidak ada pengembangan. "Jadi, blessing juga sih,” kenangnya. Kini, Farhan telah pulih seperti anak kebanyakan.

Dian pun lebih leluasa menjalankan perannya sebagai dirijen perusahaan telekomunikasi. Cita-citanya untuk menjadikan masyarakat nyaman berkomunikasi bisa lebih cepat ia wujudkan.

"Yang sudah kita lakukan adalah membuat masyarakat mendapatkan kesetaraan informasi. Orang berdagang, belanja, belajar, dan memberikan kursus dari internet. Itu manfaat terbesar yang dirasakan masyarakat dari perusahaan telekomunikasi seperti XL," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya