Rumah Politik Buruh

- VIVAnews/Muhamad Solihin
Belajar dari Kegagalan
Ipang mengatakan, GBI dan elemen buruh lain yang berniat mendirikan partai harus belajar dari kegagalan Partai Buruh besutan Muchtar Pakpahan. Menurut dia, saat itu keberadaan Partai Buruh antara ada dan tiada.
Sebab, keberadaan partai tersebut tak begitu dirasakan manfaatnya oleh buruh. Partai Buruh tak mendapat empati dari buruh. Menurut dia, Partai Buruh gagal meyakinkan buruh sebagai basis massanya.
“Kalau partai buruh bisa mengelola basis, membentuk pemilih loyalis, dan melakukan kaderisasi yang matang, saya kira partai buruh tak akan menemui ajalnya alias bubar seperti pendirian Partai Buruh yang pernah diinisiasi Mukhtar Pakpahan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Lukman Hakim. Ia mengatakan, saat itu Partai Buruh belum berdiri pada kesadaran buruh. Selain itu, Partai Buruh dinilai tidak atau belum mampu menjangkau buruh dan menyadarkan mereka.
Menurut dia, partai hanya didirikan dan disediakan untuk buruh dalam Pemilu, tanpa mengorganisasi buruh dengan konkret. “Tapi, itu semua memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Dan tentu saja teman-teman yang sedang menggalang sebuah partai buruh. Jangan mengulangi kesalahan yang sama,” katanya.
Sementara itu, menurut Ilham, Muchtar Pakpahan memang sudah mendirikan Partai Buruh. Namun, partai ini terjungkal karena tak lolos ambang batas parlemen (electoral threshold) dan mengalami kesulitan keuangan.
Ia mengatakan, ada sejumlah hal yang mendasari kegagalan partai besutan aktivis buruh tersebut. Pertama, pembentukan partai tak melibatkan dan menyosialisasikan ke sesama buruh.
Bahkan, terjadi perpecahan di internal buruh, karena tak semua buruh mendukung. Kedua, Muchtar tidak menjadikan partai sebagai alat politik bersama.
“Dia juga tidak mengajak berbagai organisasi rakyat yang lain,” ujarnya. Selain itu, kesadaran politik buruh belum matang saat Muchtar mendirikan Partai Buruh.
Muchtar mengakui, ia gagal membangun Partai Buruh. Ia mengatakan, Partai Buruh gagal menanamkan ideologi dan kesadaran politik kepada buruh. Selain itu, mereka kesulitan dana.
Menurut dia, untuk mendirikan dan mengelola partai politik butuh dana yang tidak kecil, apalagi dalam Pemilu. “Untuk mengadakan saksi saja perlu Rp120 miliar, minimal,” ujarnya.