SOROT 342

Rumah Politik Buruh

Peringati May Day, Ribuan Buruh Penuhi SUGBK
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Siang itu, Hotel Sofyan Betawi tampak ramai. Puluhan orang berkerumun di lantai dasar hotel yang terletak di Jalan Cut Mutia, Menteng, Jakarta Pusat itu.

Mereka memadati ruangan seluas lapangan bulutangkis yang menjadi aula hotel. Sebagian duduk di kursi tanpa meja.

Sementara itu, yang lain memilih berdiri. Bahkan, karena keterbatasan tempat, ada yang terpaksa berada di luar ruangan.

Puluhan orang ini merupakan aktivis buruh dari berbagai organisasi. Hari itu, mereka menggelar jumpa pers terkait persiapan perayaan Hari Buruh Internasional atau yang biasa dikenal dengan May Day.

Namun, ada yang istimewa dari konferensi pers ini. Selain akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran, aliansi yang mengatasnamakan Gerakan Buruh Indonesia (GBI) ini juga akan mengusung agenda lebih besar. Mendirikan partai politik.

Sejumlah konfederasi tergabung dalam GBI. Mereka di antaranya KSPI, KSPSI, KSBI, KP-KPBI, dan FSPASI. Konferensi pers yang digelar itu menjadi sarana menyampaikan sikap politik buruh.

Backdrop bertuliskan "Buruh Bersatu Bersama Rakyat Bangun Partai Politik Sendiri" terpampang di dinding ruangan. Sesekali terdengar sorak dan teriakan "hidup buruh" dari dalam ruangan.

Perwakilan dari Komite Persiapan-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KP-KPBI) Ilham Syah mengatakan, membangun partai politik merupakan jalan yang bisa mengubah kebijakan terkait tuntutan dan aspirasi buruh.

“Kalau buruh menitipkan nasibnya terus, kami sudah membuktikan tidak ada perbaikan yang signifikan,” ujar Ilham kepada VIVA.co.id, Kamis, 30 April 2015.

Menurut dia, rezim pemerintah silih berganti. Namun, nasib buruh tetap sama. Untuk itu, dengan membentuk kekuatan politik sendiri, buruh akan bertarung dengan kekuatan-kekuatan politik yang sudah ada.

Menurut dia, GBI tak akan langsung mendirikan partai politik, dan baru mendeklarasikan sikap politik. “Tahapan berikutnya mengonsolidasikan kekuatan buruh menjadi ormas nasional,” dia menambahkan.

Ilham menjelaskan, gagasan mendirikan partai politik sendiri sebenarnya bukan sesuatu yang baru di kalangan buruh. Menurut dia, mereka sudah mendiskusikan ide itu sejak beberapa tahun lalu.

Namun, gagasan itu sempat tertunda karena Pemilu 2014. Menurut dia, dalam Pemilu 2014, gerakan buruh terpecah. Kondisi ini semakin menguatkan tekad buruh untuk memiliki kendaraan politik sendiri.

“Karena dengan cara menitipkan ke partai-partai yang ada tidak akan efektif dan tak bisa berbuat banyak, karena tidak ada alat politik sendiri,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Andi Gani. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) ini mengatakan, selama ini buruh hanya menjadi komoditas politik semata. Menurut dia, buruh hanya "dilirik" tiap lima tahun sekali, saat Pemilu.

Namun, setelah Pemilu usai, buruh dilupakan. Untuk itu, buruh harus membangun rumah politik sendiri, guna menampung aspirasi kaum pekerja.

“Kami tidak merasa partai-partai lain mengganggap buruh. Kami berharap buruh ada di wadah politik, kami berjuang di jalanan, tapi di dalam sistem juga,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 29 April 2015.

Aksi Unjukrasa Buruh Menolak Penangguhan UMP/UMK 2013

Setelah Pemilu usai, buruh dilupakan. Untuk itu, buruh harus membangun rumah politik sendiri, guna menampung aspirasi kaum pekerja. FOTO: VIVA.co.id/Nurcholis Anhari Lubis

Dukungan Mengalir
Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) mendukung rencana pendirian partai politik oleh buruh. Meski tak tergabung di GBI, FNPBI menyatakan, buruh memang membutuhkan wadah politik sendiri.

Ketua Umum FNPBI Lukman Hakim mengatakan, gerakan buruh memang harus menjadi gerakan politik. Karena menurut dia, segala persoalan perburuhan bersumber pada sistem politik.

Artinya, jika buruh ingin mengubah nasibnya, mereka harus terlibat dalam sistem politik agar bisa mempengaruhi dan membuat kebijakan yang berpihak kepada buruh. “Perjuangan ekonomi adalah bagian dari perjuangan politik. Nah, partai politik adalah alatnya,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Kamis, 30 April 2015.

Lukman menjelaskan, untuk mengubah keadaan di sektor ketenagakerjaan harus melalui perjuangan politik dan membangun partai politik. Untuk itu, keinginan GBI membangun partai dan terlibat dalam sistem politik dengan tujuan dapat terlibat dan mengubah kebijakan yang pro rakyat harus diapresiasi. Sebab, partai politik sudah kehilangan kepercayaan dari rakyat.

Meski memberikan dukungan, tak berarti FNPBI akan bergabung dengan partai yang akan dibentuk GBI tersebut. Sebab, FNPBI sudah bergabung di Partai Rakyat Demokratik (PRD). Lukman hanya berharap, GBI konsisten dan tak main-main terkait wacana mendirikan partai politik tersebut.

Dukungan juga datang dari aktivis buruh, Muchtar Pakpahan. Pendiri Partai Buruh ini mengatakan, rencana buruh mendirikan partai sendiri merupakan sebuah keharusan jika buruh ingin makmur dan sejahtera.

Sejarah Gerakan Buruh di Indonesia

Menurut dia, sejumlah negara yang buruhnya sejahtera merupakan hasil perjuangan politik buruh. Ia mengatakan, gerakan buruh itu bergerak di tiga sisi yakni, di serikat buruhnya, politik, dan sisi ekonomi. Jika ketiganya berjalan serentak, ia yakin buruh akan sejahtera.

“Saya bersyukur jika kini kawan-kawan mengalami kesadaran itu,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 29 April 2015.

Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago juga sepakat dengan rencana buruh mendirikan partai politik sendiri. Menurut dia, hal itu diperlukan guna menjembatani antara aspirasi dan kehendak buruh dengan pemerintah.

Jatuh Bangun Partai Buruh

Namun menurut dia, buruh harus belajar dari kegagalan partai buruh sebelumnya. Sebab, menurut dia, dalam pendirian partai buruh sebelumnya, buruh hanya dijadikan komoditas politik atau dimanfaatkan elite parpol. Mereka mengabaikan aspirasi dan kehendak buruh.

“Jangan sampai ada atau tidaknya partai buruh tak membawa kebaikan apa apa terhadap keadilan dan kesejahteraan buruh,” ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu, 29 April 2015.

Pengamat asal Universitas Islam Negeri Jakarta ini menambahkan, latar belakang buruh berniat mendirikan parpol karena alasan kekuasaan elite buruh, sebagai saluran untuk kelanjutan karier politik mereka. Selain itu, buruh menilai, partai yang ada tak mampu merepresentasikan kepentingan mereka.

Wanita Lansia di Jaksel Ngaku Diperkosa Handphone, Polisi Duga Halusinasi

“Ketiga, partai buruh dianggap partai yang bisa menampung aspirasi. Itu alasan mereka mendirikan partai, partai lain tak bisa diharapkan dan diandalkan,” ujar pria yang akrab disapa Ipang ini menambahkan.

Ketua Umum Partai Buruh Muchtar Pakpahan berkampanye

Rencana buruh mendirikan partai sendiri merupakan sebuah keharusan, jika buruh ingin makmur dan sejahtera. FOTO: ANTARA/Adnan



Belajar dari Kegagalan
Ipang mengatakan, GBI dan elemen buruh lain yang berniat mendirikan partai harus belajar dari kegagalan Partai Buruh besutan Muchtar Pakpahan. Menurut dia, saat itu keberadaan Partai Buruh antara ada dan tiada.

Sebab, keberadaan partai tersebut tak begitu dirasakan manfaatnya oleh buruh. Partai Buruh tak mendapat empati dari buruh. Menurut dia, Partai Buruh gagal meyakinkan buruh sebagai basis massanya.

“Kalau partai buruh bisa mengelola basis, membentuk pemilih loyalis, dan melakukan kaderisasi yang matang, saya kira partai buruh tak akan menemui ajalnya alias bubar seperti pendirian Partai Buruh yang pernah diinisiasi Mukhtar Pakpahan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Lukman Hakim. Ia mengatakan, saat itu Partai Buruh belum berdiri pada kesadaran buruh. Selain itu, Partai Buruh dinilai tidak atau belum mampu menjangkau buruh dan menyadarkan mereka.

Menurut dia, partai hanya didirikan dan disediakan untuk buruh dalam Pemilu, tanpa mengorganisasi buruh dengan konkret. “Tapi, itu semua memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Dan tentu saja teman-teman yang sedang menggalang sebuah partai buruh. Jangan mengulangi kesalahan yang sama,” katanya.

Sementara itu, menurut Ilham, Muchtar Pakpahan memang sudah mendirikan Partai Buruh. Namun, partai ini terjungkal karena tak lolos ambang batas parlemen (electoral threshold) dan mengalami kesulitan keuangan.

Ia mengatakan, ada sejumlah hal yang mendasari kegagalan partai besutan aktivis buruh tersebut. Pertama, pembentukan partai tak melibatkan dan menyosialisasikan ke sesama buruh.

Bahkan, terjadi perpecahan di internal buruh, karena tak semua buruh mendukung. Kedua, Muchtar tidak menjadikan partai sebagai alat politik bersama.

“Dia juga tidak mengajak berbagai organisasi rakyat yang lain,” ujarnya. Selain itu, kesadaran politik buruh belum matang saat Muchtar mendirikan Partai Buruh.

Muchtar mengakui, ia gagal membangun Partai Buruh. Ia mengatakan, Partai Buruh gagal menanamkan ideologi dan kesadaran politik kepada buruh. Selain itu, mereka kesulitan dana.

Menurut dia, untuk mendirikan dan mengelola partai politik butuh dana yang tidak kecil, apalagi dalam Pemilu. “Untuk mengadakan saksi saja perlu Rp120 miliar, minimal,” ujarnya.

Selain itu, Partai Buruh tak memiliki media dan tak mampu beriklan di media massa. “Politik Indonesia itu butuh uang,” ia mengingatkan.

Ia juga menyesal telah bersikap kaku saat itu. Menurut dia, sikap tersebut membuat orang yang hendak bergabung dan membantu pendanaan Partai Buruh kabur.

Ia mengatakan, sempat ada pengusaha besar yang mau ikut dan membiayai partainya. Namun, si pengusaha meminta ia yang menentukan calon presiden.

“Sontak kawan saya marah. Sebetulnya itu ketidakcerdasan saya. Saya terlalu keras waktu itu,” ujarnya mengenang.

“Padahal bisa sedikit elastis. Kami bargain, tapi tetap punya kendali. Mungkin kami menang waktu itu. Karena ada yang biayai,” ujar ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Buruh ini.

Ribuan Buruh Peringati May Day 2015

Elemen buruh yang berniat mendirikan partai harus belajar dari kegagalan Partai Buruh. Saat itu, Partai Buruh gagal meyakinkan buruh sebagai basis massanya. FOTO: VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi



Tantangan dan Kendala
Namun, mendirikan partai politik tak semudah membalik telapak tangan. Ipang mengatakan, kendala partai buruh adalah segmentasi basis pemilihnya terbatas.

Selain itu, kendala dalam pendirian parpol adalah mempersiapkan dan mengonsolidasikan kekuatan buruh.

“Itu yang nggak mudah. Mendirikan partai itu pekerjaan yang membutuhkan energi besar. Namun, menyiapkan jaringan jauh lebih besar,” ujarnya.

Menurut dia, peluang buruh untuk berhasil dalam mendirikan partai buruh kecil. Karena, dari era zaman kemerdekaan sampai sekarang belum ada sejarahnya.

Namun, peluang itu tetap terbuka dengan syarat, partai buruh bisa branding dan mampu menawarkan paket serta produk ke pemilih. Program atau nilai yang diusung dan diperjuangkan harus jelas.

Selain itu, program yang bisa dijual dan menjadi kebutuhan mendesak harus segera dituntaskan sesuai tuntutan buruh. Kedua, harus memiliki tokoh atau figur sentral yang memiliki kapasitas dan menjadi magnet elite penyatu buruh seluruh Indonesia.

“Dan tak kalah pentingnya punya kapital yang mapan untuk menggerakkan mesin partai. Tanpa kapital, pilarnya terganggu,” tuturnya. Organisasi buruh yang sudah menjadi sayap partai juga akan menjadi masalah dan tantangan tersendiri bagi partai buruh.

Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) menanggapi dingin rencana pendirian partai politik oleh buruh ini. Salah satu pengurus DPP SOKSI Tantowi Yahya mengatakan, wacana pendirian parpol baru yang berbasis buruh muncul setiap lima tahun. Menurut dia, momentumnya bisa saja di perayaan Hari Buruh, karena pesannya akan beresonansi dengan baik.

Menurut dia, keinginan tersebut berawal dari nasib buruh yang belum membaik. Sementara itu, parpol yang ada dianggap tidak mengakomodasi aspirasi buruh.

Namun, menurut dia, buruh akan terkendala biaya. Sebab, biaya operasional parpol itu tidak murah, apalagi jika banyak kegiatan.

Ia memastikan, SOKSI tak akan bergabung dengan partai buruh. “SOKSI itu salah satu pendiri Golkar. Mana mungkin kami keluar dan bikin parpol baru,” ujar politisi Partai Golkar ini seraya tertawa.

Meski demikian, Ilham tetap optimistis, buruh mampu mendirikan partai politik sendiri. Sebab, gerakan buruh sudah terorganisasi. Menurut dia, buruh sudah terbiasa terorganisasi, militan, dan terdidik.

Latar belakang ideologi gerakan buruh yang beragam dan masalah pendanaan bisa diatasi. Karena, mereka memiliki tujuan yang sama, yakni kemakmuran dan kesejahteraan. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya