Naungan Baru Mbah Priok

- VIVA.co.id/ Danar Dono
Mantan Bupati Belitung Timur itu menampik pendapat sejumlah pihak bahwa penetapan makam Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad itu sarat muatan politis. Saat mengeluarkan SK, calon gubernur DKI Jakarta petahana ini bukan sengaja untuk mengakomodasi kalangan tertentu untuk memilihnya di Pilkada DKI 2017 putaran dua. Hal itu lantaran kajian tersebut sudah ada sejak lama, dengan mempertimbangkan keinginan pihak keluarga dan harapan makam tersebut bisa dilestarikan.
"Makanya saya (dibilang) bermuatan politik, saya yang datang (ke) mereka atau mereka datangin saya. Kalau bermuatan politik berarti saya berusaha mendekati Mbah Priok. Berani enggak saya datang. Enggak berani," kata Ahok, usai mengunjungi kantor redaksi VIVA.co.id, Jakarta, Jumat, 10 Maret 2017.
Langkah Ahok mengeluarkan SK tersebut disambut positif pihak pengelola makam. Sebab, sudah sejak tahun 1988, pengelola mengajukan lokasi tersebut sebagai cagar budaya. “Kami bersyukur Pak Ahok mau meresmikan ini sebagai cagar budaya,” ujar Adim, pengurus makam Mbah Priok.
Dia berharap penetapan makam Mbah Priok sebagai cagar budaya akan membuat lokasi ini semakin dikenal dan tetap ramai peziarah. Dugaan penetapan itu terkait dengan politik pun ditampiknya. “Yang jelas di sini enggak ikut-ikutan politik,” kata Adim.
Di sisi lain, penetapan kompleks Makam Mbah Priok sebagai cagar budaya dinilai tak tepat. Sebagai warga Betawi, kata Ridwan Saidi, keberadaan tempat itu membuatnya bangga. Sebab, lokasi itu salah satu tempat yang memiliki nilai sejarah.
Namun, menurut budayawan Betawi itu kompleks tersebut merupakan cagar sejarah, bukan dijadikan cagar budaya. Jika cagar sejarah, pemerintah wajib melindungi, tapi tidak mengambil alih. “Tapi kalau cagar budaya itu istilah saya itu malah justru tempat itu ‘dikangkangin’,” ujar Ridwan.
Istilah tersebut dia lontarkan lantaran ketika pemerintah daerah menetapkan suatu tempat menjadi status cagar budaya, otomatis pengelolaan, penjagaan tempat itu diambil alih oleh pemerintah daerah. Adapun cagar sejarah, pemerintah cukup melindungi, sementara tempat dibiarkan seperti apa adanya dan masyarakat yang menjaganya.
Secara empirik Ridwan menilai penetapan Makam Mbah Priok sebagai cagar budaya lebih banyak negatif ketimbang positifnya. Sebab, jika sudah dijadikan cagar budaya, diduga akan menjadi objekan oknum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, rakyat bisa terjauh dari tempat tersebut.
Dia menyarankan SK Gubernur itu dicabut. Surat itu dinilai hanya akan menambah persoalan baru. “Enggak ada gunanya juga sebenarnya SK itu, toh itu sudah menjadi cagar sejarah, biarkan saja masyarakat yang menjaga dan merawatnya,” kata Ridwan.