Politisi: Deponir Kasus Bibit Tak Tepat

Bibit dan Chandra Jadi Saksi Anggodo
Sumber :
  • Antara/Puspa Perwitasari

VIVAnews - Sejumlah Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum memberi tanggapan terhadap rencana  kejaksaan mendeponir kasus Bibit S Riyanto dan Chandra M Hamzah.

Anggota dari Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mengatakan mestinya Jaksa Agung lebih dulu minta saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang berkaitan.

Kisah Haru di Balik Donat Kucing Menggemaskan Krispy Kreme yang Menyentuh Hati

"Pada prinsip kami tidak mempersoalkan apapun langkah yang diambil Kejaksaan Agung, yang penting langkah tersebut tidak menimbulkan masalah baru," kata Nasir ketika dihubungi, Senin 25 Oktober 2010.

Menurut dia, deponir merupakan pelaksanaan asas oportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung, tapi setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah itu. "Keuntungannya kalau deponir dilakukan, tidak ada alasan lagi untuk mengajukan perkara itu kembali ke muka sidang pengadilan," katanya.

Nasir berharap, landasan hukum Kejaksaan Agung kuat sehingga tidak ada lagi polemik hukum jika kejaksaan mengeluarkan deponir. Namun pendapat Nasir berbeda dengan pendapat Wakil Ketua Komisi III yang juga dari PKS, Fahri Hamzah.

Fahri Hamzah menilai langkah kejaksaan mengeluarkan deponir tidak tepat. Menurut dia, deponir itu berimplikasi berkas lengkap (p-21), artinya Bibit-Chandra dianggap sah dan meyakinkan bersalah. "Artinya dia itu kan tersangka dan posisi dia sebagai tersangka itu mengakui. Ketika mengakui maka yang bersangkutan juga konsekuensinya tidak boleh menjabat lagi jabatan seperti pimpinan KPK," kata Fahri, Senin 25 Oktober 2010.

Fahri menilai, pemberian deponir sama saja dengan mengambangkan kasus hukum Bibit-Chandra. Deponir merupakan penyelesaian perkara secara nonyudisial. Tersangka dinyatakan bersalah, tapi penuntutannya dikesampingkan sehingga tidak masuk pengadilan.

Menurutnya, bukan saja pribadi dua pimpinan KPK itu yang tersandera, tetapi institusi KPK nya. "Itu problem yang mengerikan. Jadi karena itu, sebetulnya kembali kepada pribadi Bibit dan Chandra dan pengacaranya," ujarnya.

Fahri berpendapat, sebaiknya Bibit-Chandra memilih maju ke pengadilan. Menurutnya, pengadilan adalah sarana yang tepat untuk membongkar rekayasa yang selama ini menjadi polemik.

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Partai Golkar, Aziz Syamsuddin, juga sependapat dengan Fahri. Menurutnya, DPR akan menolak dalam pertimbangannya. "Suatu hal yang aneh dalam penegakan hukum yang diterapkan oleh Kejaksaan Agung, bila itu benar. Dan kami akan tolak dalam pertimbangan di lembaga legislatif," kata Aziz.

Politisi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa menilai upaya kejaksaan mengeluarkan deponir sekarang merupakan langkah yang salah. Menurutnya, langkah itu terlambat karena seharusnya ketika kasus sedang menjadi pusat perhatian publik.

"Deponir itu kembali ke trias politika, DPR akan terlibat (diminta pertimbangan), dan DPR belum tentu setuju," kata Desmond yang sebelumnya berprofesi pengacara itu.

Menurut Desmond, seharusnya Bibit-Chandra gagah berani maju ke pengadilan. Cara itu  justru pilihan paling baik untuk membongkar benar tidaknya ada rekayasa dan upaya melemahkan KPK.

"Kalau ini tergambar ada upaya melemahkan KPK kenapa tidak hadapi pengadilan untuk membongkar rekayasa itu. Kalau saya, saya akan menolak deponir dan hadapi di pengadilan," katanya.

Gayus Lumbuun, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menyatakan, deponir merupakan hak Jaksa Agung. "Oleh karena itu perlu diuji apakah Pelaksana Tugas Jaksa Agung punya hak itu," kata Gayus yang juga profesor di bidang hukum itu.

Gayus menyatakan, alasan deponir juga adalah untuk kepentingan umum, negara dan masyarakat. "Lalu untuk kepentingan yang mana, facebookers tidak lagi mendukung, publik sudah tidak lagi teriak-teriak minta penghentian seperti ketika yang lalu," kata Gayus.

Maka itu, yang tepat adalah, ujar Gayus, kasus dilanjutkan ke pengadilan. Kalau buktinya tidak cukup, jaksa bisa menuntut bebas. "Itu pernah dilakukan ketika kasus Udin di Jawa Tengah. Jadi bukan yang pertama kali," ujar Gayus.

Ketua Komisi III DPR Benny Harman menyatakan, apapun keputusan Kejaksaan atas Bibit-Chandra harus dihormati. "Apapun yang keputusan diambil, itu ranah Kejaksaan Agung. Kami minta kepada semua pihak, Presiden jangan dibawa-bawa untuk mengintervensi masalah ini. Biar Kejaksaan Agung yang dimilikinya mengambil keputusan sesuai hukum dan rasa keadilan masyarakat," kata politisi Demokrat itu.

Como berhasil sabet tiket promosi ke Serie A

Berkat Orang Kaya Indonesia, Como Merangkak dari Serie D hingga Promosi ke Serie A

Setelah menanti selama 21 tahun, Como 1907 berhasil promosi ke Serie A. Como mendapatkan tiket promosi langsung ke Serie A musim depan usai finis di posisi kedua Serie B.

img_title
VIVA.co.id
11 Mei 2024