Gerindra: Utang Negara Paling Besar untuk Gaji Pegawai

Ilustrasi pegawai.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Partai Gerindra meminta Pemerintahan Joko widodo (Jokowi) berhenti mengklaim bahwa kebijakan utang luar negeri pemerintah digunakan untuk membiayai kegiatan produktif. Menurut Politikus Partai Gerindra Heri Gunawan, selama ini utang luar negeri yang dilakukan pemerintah sangat tidak produktif.

5 Negara yang Paling Jarang Utang di Dunia, Nomor 1 Tetangga Indonesia

Pernyataan Heri merujuk pada kritik ekonom Faizal Basri yang menyebut utang luar negeri paling banyak digunakan untuk belanja pegawai, yakni sebesar Rp336 triliun. Di posisi kedua adalah belanja barang sebesar Rp340 triliun. 

Sementara infrastruktur, yang masuk dalam kategori capital, berada di urutan ketiga. Untuk keperluan infrastruktur yakni mengeluarkan sebesar Rp204 triliun.

Pembelian Alutsista Dikritik, Jubir Garuda: Dianggap Tak Normal Demi Kebutuhan Kampanye

"Selama ini utang pemerintah dinarasikan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Ternyata utang untuk gaji pegawai justru jauh lebih besar. Pemerintah harus jujur dan jelaskan hal ini kepada rakyat," kata Heri dalam keterangannya, Kamis, 7 Februari 2019.

Heri mengatakan, fakta utang luar negeri paling banyak digunakan untuk belanja pegawai sungguh sangat memprihatinkan. Karena seharusnya, utang pemerintah digunakan untuk kegiatan produktif, bukan untuk bayar gaji.

Beri Peringatan soal Utang Negara Berkembang, Bank Dunia: Banyak yang Menuju Krisis

"Situasi ini menunjukkan pemerintah tidak mempunyai skala prioritas menggunakan dana utang," kata anggota Komisi IX DPR ini. 

Ditambahkan Heri, situasi ini semakin memprihatinkan karena pemerintah terus menaikkan gaji PNS dan tunjangan untuk TNI-Polri. Pemerintah juga menjanjikan gaji untuk kepala desa dan aparat desa, sementara dananya dari utang.

"Jangan sampai untuk kepentingan elektoral pemerintah menghamburkan dana utang hanya untuk belanja pegawai. Kalau takut diganti jangan pernah mencalonkan diri jadi capres. Ini Republik bukan kerajaan!" ujarnya. (EP)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya