DKPP Ingin Pilkada 2020 Tak Sekadar Berintegritas, tapi Bermartabat

Ilustrasi simulasi pemungutan suara Pilkada 2020
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

VIVA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berharap pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi COVID-19 pada 9 Desember mendatang, tidak cukup hanya berintegritas. Namun pilkada tersebut juga harus bermartabat.

Keputusan Kontroversial MA: Batas Usia Calon Kepala Daerah di Pilkada 2024

Itu dikatakan anggota DKPP Teguh Prasetyo. Karena bagi dia, masalah integritas sudah berubah setelah Reformasi menggantikan rezim Orde Baru.

“Integritas bagi saya sudah selesai pada saat pergeseran sebelum orde Reformasi,” kata Teguh melalui keterangan tertulis, Jumat 20 November 2020.

Relasi Kuasa, Sex, dan Abuse of Power di KPU

Baca juga: DPR Minta Mensos Tak Berikan Bansos Jelang Coblosan Pilkada

Ia menjelaskan, waktu itu pelaksanaan pemilu ditangani oleh Lembaga Pemilihan Umum (LPU). Pada saat Orde Baru jatuh, berganti menjadi Reformasi, maka yang dilakukan adalah penyelenggara pemilu jangan seperti LPU, tetapi harus berintegritas, mandiri, jujur, tidak memihak. 

Calon Anggota KPU-Bawaslu Wajib Tes PCR 2 Kali Sebelum Uji Kelayakan

“Tetapi setelah pemilu ini berjalan sampai lima kali, tidak cukup hanya berintegritas, harus dinaikkan derajatnya menjadi lebih tinggi yaitu bermartabat,” ujarnya.

Ia menegaskan, Pilkada Serentak 2020 di masa pandemi COVID-19 haruslah bermartabat. Karena, menurutnya, martabat adalah nilai yang tertinggi dalam demokrasi, nilai yang tertinggi terhadap perubahan-perubahan, kepastian, dan keadilan.

“Ini namanya fair. Atas dasar pikiran itulah, karena negara Indonesia adalah negara yang plural tetapi satu, maka di 270 daerah yang akan menggelar pilkada harus ditekankan jangan mengganggu atau menggoyang-goyangkan nilai yang menyebabkan Indonesia ini menjadi beda, tetapi menjadi satu,” tuturnya.

Teguh memaparkan, terbentuknya negara Indonesia ini karena ada komitmen. Komitmen dari plural menjadi ika, dari bhinneka menjadi ika. Dari berbeda tetapi satu. Yaitu dimulai dari satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, satu Tanah Air, satu bangsa, satu Indonesia, dalam Sumpah Pemuda. 

“Inilah pijakan berdirinya NKRI yang kemudian ditegaskan dan ada dalam Proklamasi dan Pancasila,” jelasnya.

Terkait filsafat pemilu, menurutnya, Pancasila adalah pijakan atau ideologi negara yang mempersatukan seluruh wilayah Indonesia. 

“Jadi, pilkada tidak boleh menggoyah sendi-sendi fundamental ideologi bangsa ini. Sendi-sendi fundamental itu ada dalam filsafat pemilu. Tidak boleh melanggar aturan Tuhan, hukum Tuhan, takut akan Tuhan. Kemudian tidak boleh menggoyang nilai-nilai kemanusiaan, persatuan dengan hoaks, adu domba antargolongan, kemudian tidak boleh melanggar hikmah suara rakyat, yaitu mengganti suara atau memanipulasi suara,” paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya