- Courtesy Sony Picture
VIVA – "We are Venom," dialog ini sangat berkesan buat saya ketika pertama kali menonton trailernya. We yang berarti kami, menjadi subjeknya, karena ada dua makhluk yang bersarang dalam satu tubuh. Venom adalah sebuah simbiot, makhluk asing seperti alien, parasit, dan harus punya inang untuk bertahan hidup, yaitu manusia. Dan manusia yang terpilih adalah Eddie Brock (Tom Hardy). Dalam komiknya, Eddie Brock sebenarnya bukan satu-satunya orang yang 'kerasukan' Venom. Namun kisah Eddie Brock memang yang paling populer.
Venom dikenal sebagai karakter dalam dunia Spider-Man. Film Venom yang disutradarai oleh Ruben Fleischer ini bukan pertama kalinya makhluk tersebut naik layar lebar. Sebelumnya, Venom menjadi penjahat dalam film Spider-Man 3, yang diperankan oleh Topher Grace.
Kisahnya berbeda. Di film ketiga manusia laba-laba versi Tobey Maguire itu, Venom merasuki Eddie Brock yang kala itu sangat membenci Peter Parker (Spider-Man). Di film Venom versi terbaru, Eddie Brock terinfeksi Venom saat melakukan investigasi Life Foundation, sebuah yayasan yang dipimpin Carlton Drake (Riz Ahmed).
Spider-Man tidak sedikit pun disebut di sini, meski kabarnya, Sony Pictures dan Marvel ingin menggaet Peter Parker-nya Tom Holland di salah satu filmnya suatu saat. Entah bagaimana mereka meramunya nanti, yang jelas di film ini, Venom adalah anti-hero, penjahat yang tidak benar-benar jahat. Terlepas dari kaitannya dengan Spider-Man, Venom yang berdurasi hampir 2,5 jam ini sangat menghibur, tapi sayangnya mudah terlupakan.
Tom Hardy sebagai Venom adalah bagian paling kuat dan menarik sepanjang film, kecuali bagian ketika dia memperlihatkan dirinya sebagai jurnalis, kurang cocok. Tapi kembali lagi, hubungan Eddie Brock dan Venom, tak terduga bikin ketawa. Dialog-dialog 'receh' antara dua karakter dalam satu tubuh itu berhasil mengocok perut. Namun yang paling membanggakan, Tom Hardy bahkan bisa memainkan komedi slapstick saat kerasukan Venom.
Ikatan yang terjalin antara Eddie Brock dan Venom jadi adegan paling memikat dan memang seharusnya demikian, karena mereka adalah tokoh sentralnya. Tapi sayang, plotnya kurang kuat. Tidak ada cerita pengiring yang membuat konfliknya terasa 'wah.'
Misalnya, kenapa tiba-tiba Venom jadi baik, kenapa semua karakter utama tiba-tiba jadi cocok dimasuki simbiot, kenapa Eddie Brock dari awal membenci Drake, dan kenapa rasanya aura permusuhan Eddie dan Drake tidak terasa sengit. Film ini jadi seperti punya dua cerita utama yang berbeda, Eddie dan Venomnya, serta Drake dan ambisinya.
Akhirnya, tak ada sesuatu yang sangat spesial dari Venom untuk dijadikan favorit. Hanya menghibur, tapi kemudian tak terkenang.
Perdebatan klasifikasi usia