Tarif Ojol Naik, Siapa Paling Diuntungkan?

Ojek Online saat diperiksa polisi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Anwar Sadat - VIVA.co.id

VIVA – Resmi per 2 September 2019, tarif ojek online alias ojol naik. Kenaikan ini berlaku di seluruh zonasi meski dengan nominal yang berbeda-beda.

Ada konsumen yang tak masalah meski ada juga yang kurang setuju. Sementara perusahaan ojol mendukung kebijakan baru pemerintah ini. Namun di sisi lain apakah para mitra mereka yakni pengemudi ojol akan kecipratan rezeki yang sepadan?

Bus Rajawali Indah Terguling Usai Tabrak Motor di Bojonegoro, 2 Orang Meninggal

Kenaikan tarif  ojek online alias ojol semua operator baik GoJek maupun Grab didasarkan pada Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 348 tahun 2019. Dalam aturan tersebut, ditetapkan biaya jasa batas bawah, batas atas dan biaya jasa minimal. Besarannya dibedakan pada masing-masing zonasi.
 
Ada tiga zonasi yang ditetapkan dalam Permenhub tersebut. Untuk zonasi I yang mencakup wilayah Sumatera, Bali, Jawa kecuali Jabodetabek ditetapkan jasa batas bawah dan batas atas yakni Rp1.850-Rp2.300 per kilometer. Biayanya adalah Rp7.000-Rp 10.000.

Untuk zonasi II mencakup wilayah Jakarta, Bogor, Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek), jasa batas atas dan bawah adalah Rp2.000-Rp 2.500 per kilometer. Biaya minimalnya Rp8.000-Rp10.000. Untuk zonasi III yang mencakup wilayah Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku dan wilayah lainnya, jasa batas atas dan bawah adalah Rp2.100-Rp 2.600 per kilometer. Biaya minimal yang dikenakan adalah Rp7.000-Rp10.000.
 
Sebelum diberlakukan resmi pada Senin awal September tahun ini, uji coba kenaikan tarif ojol dilakukan sejak Mei dan Juni tahun ini. Awalnya kenaikan tarif dilakukan mulai 9 Agustus namun disebutkan belum semua zona. Pada Mei 2019, penyesuaian ongkos diujicobakan di lima wilayah di Indonesia yang mewakili tiga zona yakni Surabaya, Bandung, Yogyakarta, Jabodetabek, dan Makassar.

Salah satu penyedia jasa transportasi daring menyambut positif kebijakan pemerintah menaikkan tarif ojol per Senin 2 September 2019. Grab menyatakan pihaknya akan mematuhi dan menyesuaikan kenaikan tarif sesuai dengan pertemuan dengan pihak Kementerian Perhubungan pada 26 Agustus 2019 lalu. 

Motor Listrik Honda EM1 e: Dijual Lebih Murah di PEVS 2024

"Kami menyambut baik dan siap melaksanakan perluasan tarif ojek online ke seluruh Indonesia, sesuai dengan arahan yang diberikan pada pertemuan dengan Kementerian Perhubungan," kata Head of Public Affairs Grab Indonesia, Tri Sukma Anreianno, seperti dikutip dari siaran persnya di Jakarta sebagaimana dikutip VIVAnews.

Tri mengungkapkan, Grab akan menyesuaikan berbagai aspek teknologi dalam hal ini algoritma dan GPS sesuai dengan skema tarif yang baru di 224 kota di seluruh Indonesia tempat Grab beroperasi. Grab menyatakan akan secara rutin melakukan sosialisasi kepada mitra pengemudinya.
  
Dilanjutkannya, berdasarkan survei yang dilakukan Grab terhadap mitra pengemudi, kenaikan tarif berpengaruh positif  terhadap pendapatan mitra pengemudi. 

Perlindungan Konsumen Punya Dampak Positif ke Kinerja Keuangan Bank, Begini Penjelasannya

"Disertai dengan jumlah orderan yang stabil," ucapnya.
  
Grab kata dia didirikan dengan semangat memaksimalkan manfaat teknologi bagi masyarakat luas. Kontribusi Grab di Indonesia disebutkan telah memberi kontribusi ekonomi sebesar Rp48,9 triliun dengan peningkatan pendapatan mitra pengemudi GrabCar dan GrabBike, mitra GrabFood serta agen Kudo individual.

Rela Naik Asalkan Berdampak ke Pengemudi
 
Respons konsumen tak senada soal kenaikan ini. Pengguna aplikasi ojol Anis (25) mengatakan tidak mengetahui kenaikan tarif ojol berlaku mulai 2 September. Dia menggunakan jasa  ojol Grab dari Stasiun Tanjung Barat ke kantornya di kompleks 18 Office Park Jalan TB Simatupang, Jakarta. Harganya masih tetap Rp10 ribu dan karena itu  tarifnya masih sama.

Maulandy (26) mengatakan sudah merasakan adanya perubahan tarif. Dia juga mengetahui informasi bahwa tarif ojol ditetapkan naik baik untuk tarif batas bawah maupun tarif batas atas. Demi kemaslahatan pengemudi, dia mengaku menerima kebijakan kenaikan tersebut.

Dia merupakan pelanggan setia aplikasi GoJek. Biasanya untuk jarak tempuh 1-5 kilometer tarif yang dikenakan Rp8 ribu. Namun saat ini dia mendapatkan tarif seharga Rp10 ribu untuk perjalanan dari Jalan Salemba Bluntas ke LBH Jakarta.

Driver ojek online
"Kalau lewat sudut pandang driver GoJek sih saya setuju. Soalnya pihak aplikator juga sudah meniadakan poin plus tiga atau dua di titik tertentu pada jam sibuk sekarang flat plus satu. Itu bikin pendapatan si driver kurang jadinya," kata Maulandy kepada VIVAnews.

Namun ada juga konsumen yang merasa kurang sreg dengan kenaikan tarif ini. Dikutip dari laman VIVA.co.id, Restu (27) yang juga pelanggan ojol mengaku keberatan dengan kenaikan tarif ojek daring. Pasalnya, transportasi menurut dia menjadi kebutuhan utamanya dalam beraktivitas.

"Kalau satu atau dua perjalanan dalam sehari mungkin tidak terlalu terasa karena kenaikannya memang tidak terlalu tinggi. Namun kalau dalam sehari lebih dari lima perjalanan lumayan terasa," kata Restu.

Dengan kenaikan tarif, ia mengaku, mempertimbangkan mencari moda transportasi lainnya terutama ketika membutuhkannya untuk jarak jauh.

Ditemui secara terpisah, pengemudi ojol Grab, Ade Yurva (42 tahun) juga tidak mengetahui dan merasakan adanya kenaikan tarif ini. Menurut dia, besaran tarif penumpang yang dia angkut hari ini masih berkontribusi sama dan belum ada perubahan sama sekali.

"Emang sudah naik? Masih belum kok, biasa semuanya," tanya Ade.

Meski begitu, Ade mengaku sangat mendukung kebijakan kenaikan tarif tersebut. Dia mengaku yakin bahwa jumlah “sewa” layanan ojol tidak akan mengalami penurunan karena ojol bak sudah menjadi kebutuhan masyarakat saat ini.

Sementara itu, bulan lalu, sebuah lembaga riset  menyampaikan penelitian soal  uji coba kenaikan tarif ojol selama dua bulan yakni Juni dan Juli oleh Kementerian Perhubungan di 100 kota. Uji coba dilakukan sejak awal Juni 2019 yang melibatkan pengemudi Grab dan GoJek. Bagi pengemudi, kenaikan tarif memang berpotensi meningkatkan pendapatan namun juga ada potensi yang menurunkan minat pengguna.

Hasil studi yang dilakukan oleh Research Institute of Socio-Economic Development atau RISED menyebutkan bahwa konsumen yang menolak kenaikan tarif merupakan kelompok masyarakat yang sangat sensitif terhadap kenaikan harga, mayoritas pendapatannya menengah ke bawah.

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Rifki Fadilah, dikutip dari VIVA.co.id mengatakan bahwa peraturan yang dibuat oleh Kementerian Perhubungan ini seharusnya tidak hanya menguntungkan satu sisi sementara sisi lain malah relatif tidak diuntungkan sama sekali.

"Ibaratnya kita kasih tarif mahal tapi order-an menurun. Pertanyaannya apakah tarif baru sudah sesuai dengan segmentasi pasar. Regulasi tidak memberi  jaminan pendapatan driver jadi naik," kata Rifki belum lama ini.

Studi yang dilakukan RISED menyebutkan bahwa ada 75 persen penurunan order di lima kota besar yakni Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar dan Surabaya. Menurutnya ada pergeseran keseimbangan konsumen yang sudah nyaman dengan tarif lama dan masih merasa tarif baru menjadi sedikit mahal.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya