Karena KRL Setitik, Bisa Rusak PSBB se-Jakarta Raya

Rangkaian KRL Commuter Line melintas dikawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

VIVA – Sejumlah kepala daerah mendesakkan lagi usulan mereka agar pemerintah pusat menghentikan sementara operasional kereta commuter line yang melintasi wilayah-wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Alasannya bukan lagi spekulasi belaka melainkan fakta: tiga orang dari ratusan penumpang yang diperiksa secara acak ternyata positif terinfeksi virus corona.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengingatkan kepada pemerintah pusat bahwa orang-orang seperti ketiga penumpang yang positif itu, meski tampak sehat walafiat, potensial membawa virus dan menularkannya kepada orang lain. Apalagi cukup kerap ditemukan kereta rel listrik itu penuh penumpang hingga berdesak-desakan, mustahil menerapkan protokol menjaga jarak (physical distancing).

Ridwan mengkhawatirkan, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta Raya bisa berantakan dan gagal total karena salah satu sarana potensial penularan Covid-19 tak dihentikan. Tidak hanya DKI Jakarta, daerah-daerah di sekitarnya juga bakal menanggung beban kian besar kalau makin banyak yang tertular. Soalnya sebagian besar penggunanya memang warga Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Pernah ditolak

Para kepala daerah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sebetulnya pernah mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk menghentikan sementara operasional KRL pada pertengahan April lalu. Tujuannya untuk membatasi pergerakan orang terutama selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Namun, pada 17 April 2020, Kementerian Perhubungan menolak saran itu karena menganggap kereta penglaju masih dibutuhkan oleh masyarakat, terutama para pekerja yang dikecualikan atau dibolehkan tetap bekerja selama masa PSBB. Kementerian hanya membuat aturan untuk membatasi jumlah penumpang di setiap kereta agar para penumpang dapat menjaga jarak, membatasi jam operasional, dan menerapkan protokol kesehatan.

Sayangnya tak semua aturan itu ditaati. Kereta-kereta komuter tetap penuh penumpang dan bahkan berdesak-desakan. Pemandangan penumpukan atau antrean calon penumpang di banyak stasiun juga kerap dijumpai setiap hari. Kereta sesak dengan penumpang biasanya pada jam berangkat kerja saat pagi dan waktu pulang kerja kala sore.

PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) sebagai operator KRL mengklaim, sesungguhnya jumlah penumpang berkurang signifikan sejak penerapan PSBB, di Jakarta maupun daerah-daerah sekitar. Jika hari-hari normal penumpang kereta penglaju mencapai 900 ribu hingga 1,1 juta orang per hari, sekarang rata-rata hanya 200 ribu orang per hari.

Jam operasional kereta dan pelayanan di stasiun-stasiun pun, menurut PT KCI, sudah dibatasi, yaitu hanya mulai pukul enam pagi hingga enam petang. Jika kereta-kereta masih penuh dengan penumpang, KCI berdalih, mesti diperiksa juga perusahaan-perusahaan yang tidak dikecualikan menaati atau tidak kebijakan PSBB.

Diklaim banyak ruginya

Kementerian Perhubungan belum merespons usulan para kepala daerah di Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sebagaimana disampaikan oleh Ridwan Kamil. Saat Luhut Binsar Pandjaitan menjabat menteri perhubungan ad interim, sementara sang menteri definitif Budi Karya Sumadi masih dirawat akibat terjangkit Covid-19, kementerian telah mempelajari dampak-dampak jika KRL disetop.

Rangkaian KRL Commuter Line melintas dikawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Banten

Risikonya memang tidak ringan. Malahan, menurut Direktur Lalu Lintas Jalan Kementerian Perhubungan, Sigit Irfansyah, bisa terjadi penumpukan di moda transportasi lain, misal, Transjakarta. Kalau itu terjadi justru akan menyulitkan untuk menerapkan menjaga jarak antarpenumpang.

Kenyataan lainnya, menurut Sigit dalam sebuah forum diskusi secara virtual pada 22 April 2020, kegiatan ekonomi di Jakarta masih cukup besar. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, masih banyak perusahaan yang beroperasi dengan izin khusus, sehingga orang-orang yang bekerja di Jakarta tetap mengandalkan kereta commuter line untuk pergi-pulang kantor.

Luhut Pandjaitan waktu itu menegaskan, KRL tetap sangat diperlukan terutama oleh masyarakat yang bekerja di sektor-sektor yang dibolehkan tetap beroperasi, termasuk para tenaga kesehatan. Bahkan, dia mengklaim, “Menurut kami, banyak ruginya daripada untungnya kalau [KRL] itu dihentikan”.

PT KCI, karena hanya sebagai operator, tidak punya kewenangan untuk menghentikan operasional KRL. Perusahaan tak memungkiri kenyataan ada tiga penumpang kereta yang terjangkit Covid-19. Namun, jika dibandingkan dengan total jumlah penumpang kereta penglaju, angka itu sangat kecil. Bahkan, tiga orang yang positif itu hanya satu persen dari 325 penumpang KRL yang diperiksa.

Meski persentasenya sangat rendah, PT KCI mengklaim tetap menerapkan upaya-upaya pencegahan seperti menjaga jarak antarpenumpang dan mengendalikan kepadatan penumpang. Aparat gabungan TNI, Polri, Dinas Perhubungan, dan Satuan Polisi Pamong Praja disiagakan di stasiun-stasiun utama.

Bahkan, sebagaimana pengumuman PT KCI dalam Twitter, kereta tidak akan diberangkatkan jika jumlah penumpang di tiap gerbong lebih dari 60 orang. Seluruh kereta dilengkapi dengan marka pada tiap bangku dan tempat duduk untuk mengatur posisi pengguna agar tercipta jarak aman. Petugas pengawalan kereta yang berpatroli di dalam kereta akan selalu mengingatkan para penumpang untuk selalu menjaga jarak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya