Parlemen Berperan Krusial, Perkuat Diplomasi dalam Hadapi Isu Kompleks ASEAN

Ketua DPR RI, Puan Maharani
Sumber :
  • DPR RI

VIVA – Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyuarakan penguatan diplomasi untuk mencapai perdamaian di kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut menjadi perhatiannya dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42 yang digelar di Labuan Bajo, NTT pada Rabu (11/5/2023) lalu. Pasalnya, perdamaian menjadi krusial demi mewujudkan kesatuan, sentralitas dan vitalitas ASEAN.

Anggota DPR Sebut Wacana Luhut soal Kewarganegaraan Ganda adalah Angin Segar

Sebab itu, ia menekankan kolaborasi antara pemerintah dan parlemen. Kolaborasi ini, menurutnya, akan menjawab tantangan kompleks yang dihadapi oleh ASEAN. Ia menilai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) punya peranan penting nan konstruktif untuk mendukung diplomasi, khususnya dari sisi parlementer.

"Dukungan legislatif dalam mendorong pemerintah mengambil keputusan yang tepat dan cepat diperlukan sebagai upaya menanggapi perkembangan dan tantangan yang dihadapi kawasan," tutur Puan dalam keterangan tertulis kepada Parlementaria, Selasa (16/5/2023).

Kelakar Hakim Arief Hidayat Sebut PPP Tak Lolos DPR gegara Ditinggal Arsul Sani

AIPA merupakan sebuah forum yang terdiri dari sejumlah anggota perwakilan parlemen negara se-Asia Tenggara. Forum ini berupaya mengumpulkan kekuatan parlemen untuk berkontribusi menciptakan ASEAN yang lebih baik. Memperoleh kepercayaan sebagai Presiden AIPA pada periode ini, dirinya berusaha mendorong negara se-Asia Tenggara untuk memperjuangkan pemulihan, perdamaian, dan demokrasi di ASEAN, khususnya di Myanmar.

Sebagai contoh, isu krisis Myanmar tersebut disuarakan oleh Cucu Proklamator itu saat membacakan rekomendasi dalam agenda ‘ASEAN-AIPA Leaders Interface Meeting’, sebuah sesi pleno di KTT ASEAN dimana para pemimpin eksekutif se-ASEAN saling bertukar pikiran dengan para pimpinan parlemen yang berasal negara-negara kawasan Asia Tenggara.

Temuan KPK Usai Geledah Ruang Kerja Sekjen DPR RI

Isu ini diangkat olehnya dalam forum tersebut lantaran semakin meningkatnya angka kasus kekerasan akibat krisis kemanusian di Myanmar sejak kudeta militer penggulingan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada tahun 2021 lalu. Berdasarkan informasi yang diterima, lebih dari 3.450 warga sipil tewas sejak peristiwa kudeta tersebut sekaligus ribuan lainnya masih dipenjara.

Dalam pertemuan tersebut, ia mengatakan ASEAN harus mempertahankan mekanisme yang terbuka dan inklusif untuk pembangunan perdamaian dan pencegahan konflik. Sehingga, terangnya, ASEAN tetap menjadi kekuatan yang andal dan kuat untuk mengatasi tantangan perdamaian serta keamanan di kawasan dan sekitarnya.

"Terkait hal ini, kami Parlemen Anggota AIPA berkomitmen untuk bekerja sama dengan cabang eksekutif ASEAN untuk memulihkan perdamaian dan demokrasi di Myanmar," tegas Puan.

Mewakili AIPA, Puan juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan di kawasan. Aspek ini dinilai vital untuk meningkatkan kemampuan tanggap ketahanan ASEAN sambil berfokus pada ketahanan energi dan pangan dalam konteks kawasan dan komunitas global yang dinamis.

Lalu, Puan juga mempromosikan investasi hijau sekaligus mendorong keseimbangan yang berkelanjutan sesuai dengan kesepakatan dan kebijakan hukum. Rekomendasi lainnya yakni mengenai peningkatan efisiensi operasional mekanisme ASEAN dan mitranya, termasuk AIPA. Tidak hanya itu, ia mendukung inovasi, transfer, penerapan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan.

Secara khusus, Puan turut menyoroti isu perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI). Isu ini patut menjadi perhatian karena semakin maraknya PMI yang menjadi korban dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Asia Tenggara. Selain itu, ia menyinggung kemakmuran bagi semua masyarakat Asia Tenggara. Puan mengatakan, tidak boleh ada diskriminasi dalam bentuk apapun di kawasan apalagi negara-negara anggota ASEAN telah bekerja secara kolektif untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Parlemen Anggota AIPA dapat membantu mengadvokasi kebijakan yang mempromosikan penyempitan kesenjangan pembangunan, pertumbuhan inklusif, ketahanan regional dan pembangunan berkelanjutan, sehingga menciptakan kemakmuran dan keadilan di Asia Tenggara. Penting untuk mencapai pertumbuhan sosio-ekonomi yang inklusif agar kita dapat menjadikan ASEAN sebagai Epicentrum of Growth yang tidak meninggalkan siapapun," pungkas Perempuan Pertama yang menjadi Ketua DPR itu.

Dukungan Nyata Parlemen

Senafas mewujudkan kesatuan, sentralitas dan vitalitas ASEAN, Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Anton Aliabbas mengapresiasi usaha DPR melalui Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-42. Salah satunya, mendorong isu perlindungan PMI, mengingat banyak pekerja migran dari Indonesia yang menjadi korban kekerasan dan kejahatan transnasional.

Dirinya mengatakan, peran Puan melalui jalur diplomasi parlemen terkait krisis Myanmar akan mengukuhkan sikap Indonesia terhadap isu-isu perdamaian. “Terkait Myanmar, sikap Puan yang menyatakan komitmen AIPA dalam mendorong pemulihan perdamaian dan demokrasi juga semakin memperkuat diplomasi jalur satu Indonesia yang didorong Presiden Jokowi,” kata Anton Aliabbas kepada Parlementaria melalui keterangan tertulis, Senin (15/5/2023).

Sebagai Kepala 'Center for Intermestic and Diplomatic Engagement' (CIDE), ia mengatakan publik akan mencermati keseriusan Indonesia dalam melakukan diplomasi total dalam penyelesaian krisis Myanmar. Di sisi lain, dari sudut pandangnya, Presiden Joko Widodo perlu melakukan pendekatan dengan berbagai pemangku kebijakan terkait termasuk parlemen untuk menghadapi krisis Myanmar.

“Komitmen Jokowi yang siap melakukan pendekatan dengan berbagai stakeholder akan semakin sulit terealisasi jika tanpa dukungan nyata dari DPR," tuturnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa implementasi Five Point of Consensus yang menjadi mekanisme utama untuk membantu Myanmar keluar dari krisis politiknya belum ada kemajuan signifikan. Pemerintah Indonesia pun menyatakan menggunakan ‘diplomasi senyap’ untuk berbicara dengan semua pihak yang terlibat konflik Myanmar dan memacu upaya tercapainya perdamaian. Oleh karena itu, cara Puan menekankan isu Myanmar dihadapan kepala negara-negara ASEAN ini dinilai telah membantu upaya Pemerintah Indonesia.

Soal perlindungan PMI, Anton dinilai Pemerintah membutuhkan langkah konkret sekaligus menguatkan kerja sama lintas negara untuk membangun tata kelola regional, termasuk migrasi aman. Apalagi, menurutnya, setidaknya tercatat 75% korban perdagangan orang di Asia berasal dari Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand.

“Terlebih, pidato ini disampaikan di NTT yang dikenal sebagai salah satu kantong PMI. Pernyataan Puan Maharani terkait isu perlindungan PMI dalam pertemuan puncak negara ASEAN tentu merupakan hal positif dan perlu mendapat apresiasi,” ungkap penulis buku ‘Sekuritisasi Papua: Implikasi Pendekatan Keamanan terhadap Kondisi HAM di Papua’ tersebut.

Dengan mendorong isu perlindungan PMI di konferensi tertinggi di Asia Tenggara itu, Puan dinilai menunjukkan dukungan DPR secara terbuka terhadap nasib pekerja migran. Pernyataan Puan pun disebut semakin menekankan bahwa Indonesia ingin memaksimalkan pendekatan diplomasi multijalur guna mendorong isu perdagangan orang dan perlindungan pekerja migran untuk menjadi agenda bersama di kawasan.

“Pernyataan Ketua DPR setidaknya semakin mempertegas sikap dan komitmen Indonesia dalam melawan kejahatan transnasional perdagangan orang,” sebut Anton.

Dalam kesepakatan regional, ASEAN sebenarnya sudah memiliki pengaturan seperti ASEAN Committee on Migrant Workers (ACMW) dan ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Women and Children (ACWC). Meski begitu, disampaikan Anton, belum ada hasil positif dari instrumen tersebut.

“Bahkan mekanisme sub-regional juga sudah ada seperti Greater Mekong Sub-regions (GMS). Akan tetapi, instrumen dan pengaturan tersebut belum memberikan hasil dikarenakan negara-negara ASEAN menganggap hal-hal tersebut sebagai soft-law dan tidak mengikat,” paparnya.

Oleh karenanya, dorongan dari Puan dinilai penting karena memegang posisi sebagai Presiden AIPA.

“Puan dapat memaksimalkan peran DPR untuk mendorong penguatan upaya perlindungan PMI termasuk penyelarasan proses pemberangkatan PMI, peningkatan kapasitas dan peran aparatur pemerintah desa guna memastikan praktik migrasi aman berlangsung di perusahaan penyalur,” tutup Anton.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya