Logo ABC

Kisah Warga Indonesia Banting Profesi jadi Sopir Bus di Australia

Charles mengatakan bahwa bekerja apapun di Australia bisa bertahan asalkan kerja penuh waktu.
Charles mengatakan bahwa bekerja apapun di Australia bisa bertahan asalkan kerja penuh waktu.
Sumber :
  • abc

Foto: supplied

Pengalaman mencari nafkah tanpa jam kerja tetap seperti di perkantoran membuat Rita menyadari bahwa selain memberikan pendapatan yang menurut Rita cukup menarik, pekerjaan itu juga memberikan banyak waktu luang untuk ia habiskan dengan keluarga.

"[Bekerja sebagai] sopir bus tidak mengikuti jam kerja kantor sehingga kami ada waktu untuk mengurus keperluan keluarga seperti mengantar anak atau orangtua ke dokter, menghadiri kegiatan sekolah anak di siang hari dan mengantar orangtua belanja."

Setelah melihat suami menjadi sopir bus selama tiga tahun lamanya, Rita yang kini sudah menjalani pekerjaan tersebut selama satu tahun tidak memiliki rencana untuk mencari pekerjaan lain.

"Kami saat ini tidak berpikir untuk pindah kerja setelah cukup lama bekerja di kantor saat di Indonesia," kata lulusan Sarjana Ekonomi Universitas Surabaya tahun 2002 itu kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Hal-hal yang membuat kami berpikir pekerjaan ini menyenangkan adalah [karena pekerjaan ini] santai. Pulang kerja tidak memikirkan tugas kantor yang menumpuk dan kalau bekerja lembur digaji."

Koki jadi sopir bus

Pandangan yang sama juga dimiliki oleh orang Indonesia asal Jakarta Charles Gultom yang bekerja di Melbourne dalam perusahaan transportasi bernama CDC Victoria juga sebagai sopir bus.

Selama delapan tahun, Charles Gultom bekerja sebagai koki di restoran yang berbeda-beda.