Nusa Kambangan (III)

VIVAnews - Stasiun Rangkas telah kami lewati dan kereta api terus melaju ke arah Jakarta. Menjelang tengah hari, rangkaian kereta memasuki Jakarta. Apakah kami akan diturunkan disini dan selanjutnya dibawa ke Tanjung Priok dan dipindahkan ke kapal,tidak jelas. Rangkaian kereta memang berhenti agak lama, tetapi kemudian bergerak kembali dan masih kearah Timur dan kami tidak diturunkan di Jakarta.

Setiba di stasiun Cirebon,kereta berhenti cukup lama tetapi kami tidak bisa melihat apa yang terjadi, karena jendela tidak boleh dibuka. Perjalanan dilanjutkan dan hari semakin gelap, sementara beberapa teman mulai tertidur dibuuai mimpi masing-masing.

Tak terasa saya pun tertidur dan sudah tak ingat lagi berapa stasiun sudah kami lewati dan para prajurit pengawal terus memerika dan menghitung. Makan malam sudah dibagikan dan sudah seketika dihabiskan menjelang tidur diguncang irama perjalanan kereta, mendengarkan ulangan suara yang itu-itu juga saat roda kereta melewati sambungan rel setiap beberapa meter.

Tapol tidak ada yang mendadak sakit atau merepotkan pengawal dan saya sendiri juga bisa tidur nyenyak,tidak merisaukan apa yang akan terjadi besok. Biar terjadi apa yang akan terjadi!  Tetapi dalam hati saya juga bertanya-tanya, rupanya kondisi fisik saya tidak prima, karena hanya saya seorang yang jatuh pinsan saat menjalani hukuman fisik di Kamp Unyur. Sungguh memalukan, orang lain bertahan, saya jatuh pingsan!

Saat terbangun dari tidur, saya rasakan rangkaian kereta-api sudah tidak bergerak. Begitu melayangkan pandang keluar jendela, saya baca tulisan besar terpancang di dinding bangunan : CILACAP.

Rupanya kami telah sampai di stasiun Cilacap, sebuah kota pelabuhan di pantai Selatan Jawa. Pelabuhan yang pernah berjasa sebagai pintu keluar terakhir melarikan diri dari kejaran militer Jepang ditahun 1942 bagi pejabat-pejabat Belanda beserta keluarganya   .

Kami segera mengemasi barang-barang kami yang tidak seberapa dan keluar dari gerbong menuju sebuah halaman beraspal yang lapisannya sudah banyak mengelupas  dan meperlihatkan batu-batu dibawahnya.

Kami dibariskan sesuai nomor urut pemberangkatan.Letnan Sukadis beserta beberapa prajurit CPM menghitung ulang beberapa kali. Acara singkat serah terima tapol berlangsung di halaman stasiun dan sesudah itu ka mi dipindahtangankan dari petugas militer kepada petugas Lembaga Pemasyarakatan. Petugas-petugas dengan seragam drill coklat muda dan berpeci miring hitam dengan tanda pangkat yang tidak kami pahami.

Kami disuruh jongkok dengan kedua tangan diatas kepala. dan mulai terdengar nyanyian merdu keluar dari mulut-mulut mereka. Paduan suara seperti yang pernah kami dengar lewat mulut Sersan Atja di Banten. Makian dan sumpa serapah yang sangat jarang saya dengar dari para perwira tentara selama di Banten.

Dan mereka sambil memegang tongkat kayu menghitung tapol yang jongkok dengan cara memukulkan tongkat ke kepala kami, seperti menghitung kambing di pasar hewan. Kemudian kami diseberangkan dari Cilacap menuju ke Sodong, dermaga di pulau kecil Nusa Kambangan, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari pulau Jawa, dipisahkan oleh Segara Anakan.

Dari dermaga Sodong kami berjalan kaki menuju penjara tedekat,Gliger, dibawah sinar matahari yang mulai terasa panas. Di penjara Gliger,tanpa dihitung lagi, kami dimasukkan dalam ruangan atau bangsal yang terkesan lembab dan menunggu selama beberapa jam.

Lewat tengah hari, kami yang baru tiba pagi hari dari Jakarta diperintahkan naik truk dan diangkut ke arah Timur, entah kemana. Ternyata tidak semua tapol yang diangkut dan sebagian masih ditinggalkan di Gliger. Sebelum naik keatas truk, kepada kami dibagikan jatah makan hari itu,sebuah besek (wadah terbuat dari anyaman bambu) berisi sedikit nasi dan telur rebus separuh.
    
Karena sudah siang dan perut terasa lapar, nasi basi dalam besek itu terasa nikmat dan saya habiskan tandas tanpa minum air setegukpun. Porsi dan rasanya memang jauh dibawah jatah makan di kereta-api,tetapi karena lapar, nikmatnya sama.

Dari atas truk saya bisa melihat bahwa kami diangkut menuju ke Timur, melawan bayangan yang mulai condong ke Barat, mengikuti lika-liku jalan batu berpasir dibawah terik matahari.

12 Militer Israel Tewas di Tangan Brigade Al-Qassam, Rumah Mewah Rp4,5 M Milik SYL Disita KPK

Perjalanan dari penjara Gliger yang kokoh tidak memerlukan waktu lama dan sampailah kami ke suatu bangunan penjara yang terletak agak tinggi dari pantai dan turun dari truk, kami harus sedikit mendaki untuk sampai ke pintu gerbang penjara tersebut.

Pemindahan tapol dari Gliger ke penjara baru ini butuh waktu cukup lama dan baru selesai menjelang maghrib. Dan seperti di penjara manapun, kami harus melewati prosedur pemeriksaan barang milik kami, mana yang harus ditinggalkan di kantor penitipan dan mana yang boleh dibawa masuk ke dalam penjara. Jadilah saya pada hari Selasa 06 April 1971 ini penghuni penjara Nusa Kambangan.

Walikota Medan, Bobby Nasution.(B.S.Putra/VIVA)

Respons Bobby Nasution soal Pamannya Ambil Formulir Bakal Calon Wali Kota Medan ke PDIP

Paman dari Wali Kota Medan, Bobby Nasution yakni Benny Sinomba Siregar mengambil formulir pendaftaran bakal calon (bacalon) Wali Kota Medan di DPD PDIP (PDIP) Kota Medan.

img_title
VIVA.co.id
17 Mei 2024