Bagaimanakah Hubungan Hati, Nafsu, dan Akal?

hati, nafsu, dan akal
Sumber :
  • vstory

VIVA – Sebagian dari ulama tasawuf menyatakan bahwa hati berfungsi sebagai alat untuk berpikir atau mengikat. Yakni mengikat nafsu yang harus dijaga geraknya. Hal serupa dikatakan oleh Al-Muhasibi, ia memaparkan bahwa akal berfungsi untuk “melarang”. Maka di sini akal mengikat dan “melarang” nafsu untuk melakukan perbuatan yang buruk. Dikatakan sebagai nuurun bashirun fi al-qalbi.

Pemuda Tanggung Cekoki Siswi SMP Miras Lalu Diperkosa, Kini Mendekam di Penjara

Kemudian Ibnu ‘Athaillah menambahkan, bahwa akal dan hati merupakan alat untuk mengetahui suatu ilmu yang ada dalam diri manusia. Sementara menurut Al-Hakim, ia mengatakan bahwa hati adalah alat yang bisa menyingkap suatu hakikat kebenaran, walaupun sifatnya yang gaib. Hal ini tentu berbeda dengan nafsu yang buta dan tidak bisa untuk menyingkap hakikat kebenaran.

Maka, sebagai manusia harus selalu menggunakan akalnya untuk mendapat ilmu pengetahuan. Karena dengan ilmu, manusia dapat membedakan antara yang baik dan buruk. Dan dengan ilmu juga manusia bisa mengetahui hal yang menyebabkan keingkaran seorang hamba terhadap perintah Allah SWT.

5 Tips Nyatakan Cinta bagi Pria, Hindari Penolakan dan Dapatkan Jawaban 'Ya'

Hal tersebut tidak lain ialah hawa nafsu. Setelah akal sudah mengikat nafsu, maka perkara akhirat adalah tujuan utamanya dan tidak memandang penting perkara akhirat. Akhirnya, nafsu akan memperbaharui tujuannya, dan menentang segala bisikan musuh (hawa nafsu).

Bisikan yang masuk ke dalam diri seseorang, yang akan mengikuti ilmu yang didapat dari Alquran dan Sunah. Dengan begitu, selamatlah nafsu yang telah menjadikan akal sebagai pengawas atau pengikatnya.

Dua Adab Penting yang Harus Diperhatikan Saat Menjalani Puasa

Dalam psikoterapi Al-Muhasibi, menjelaskan bahwa setelah akal dan hati, ada wahyu yang memimpin akal dan hati dalam mengarahkan dan mengayomi nafsu yang telah diberikan Allah SWT untuk seluruh manusia.

Apabila seorang hamba tidak berpedoman kepada wahyu yang diberikan Allah, maka dijamin dia tidak akan sampai kepada tujuannya (kebahagian dunia dan akhirat). Maka dalam hal ini, akal dan hati harus menjadikan wahyu sebagai pemimpin dalam tugasnya untuk mengawasi perbuatan-perbuatan nafsu.

Al-Muhasibi menggabungkan kerja wahyu (Alquran), hati, akal dalam menjaga nafsu. Dan dalam penggabungan ini wahyu (Al-Qur’an) difungsikan sebagai pemimpin atau pedoman bagi hati dan akal, sedangkan hati dan akal berfungsi sebagai pengikat dan pengawas nafsu.

Konsep psikoterapi Al-Muhasibi inilah yang lebih baik, lebih lengkap, dan sangat berbeda dengan konsep psikoterapi Barat. Karena psikoterapi Al-Muhasibi memasukkan unsur spiritual (agama) dalam metode psikoterapinya, dan sangat cocok sekali untuk digunakan pada zaman modern ini. Yaitu pada zaman yang di dalamnya sudah tercampur antara nilai Barat dan Islam.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.