Catatan Ringan: Geger Tari Striptis di Lombok, Pariwisata Pasti Punya Ekses Negatif

Hiburan malam.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Pariwisata bukan saja mendatangkan peningkatan ekonomi (uang), tapi juga membawa "penyakit". Itu pasti. Dan Lombok sebagai salah satu tujuan wisata, tak lepas dari ekses negatif tersebut. Meski Lombok dikenal sebagai pulau seribu Masjid. Tinggal bagaimana menekan ekses negatif tersebut seminimal mungkin.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Di sinilah peran pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah. Jangan hanya fokus pada memungut pajak untuk PAD. Tapi juga harus membentengi masyarakat dari perilaku wisawatan/pendatang. Karena bukan hanya uang yang datang, tapi juga "penyakit". Gegar budaya pasti terjadi.

Bagaimana cara meminimalkan ekses negatif tersebut? Bangun masyarakatnya. Jangan hanya bangun fisik, infrastruktur seperti jalan, hotel dan sebagainya.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Dalam membangun masyarakat Pemerintah Daerah mesti melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyampaikan pesan-pesan yang bukan saja memberi wawasan terkait prilaku yang beradab, tapi sekaligus mengingatkan agar tidak terjerumus ke lembah hitam.

Pemerintah daerah hinggal level bawah mesti aktif melakukan sosialisasi mengenai baik dan buruknya pariwisata. Sosialisasi yang baik akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat sektor pariwisata bagi peningkatan kesejahteraan, di sisi lain ekses negatif dapat diminimalkan. Bangun jiwanya.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Apa yang terjadi di kawasan wisata Senggigi di mana sebuah tempat hiburan menyajikan tarian telanjang (striptis), bukan hal yang luar biasa. Itu konsekuensi logis dari industri pariwisata. Orang datang, berkunjung motifnya macam-macam. Niatnya macam-macam pula. Kalau pemerintah daerah tegas menerapkan aturan, hal-hal seperti itu tak terjadi. Pengusaha tempat hiburan tahu, mana yang dibolehkan dan mana yang tidak dibolehkan.

Demikian halnya dengan peredaran narkoba, pasti ada. Tidak mungkin tidak ada. Yang jadi masalah adalah sebarannya sudah di luar kawasan wisata itu sendiri. Sudah sampai desa-desa. Misalnya seperti diberitakan media lokal enam kelurahan di Kota Mataram terindikasi sebagai zona merah rawan narkoba. Penegakan hukum saja tidak cukup, tanpa diikuti dengan pembekalan masyarakat tentang bahaya narkoba.

Lombok sebagai daerah tujuan wisata halal punya bekal untuk itu. Bukan saja alamnya, tapi masyarakatnya agamis. Wisata halal bukan berarti memilih-milih orang yang datang. Itu pasti tidak bisa. Memangnya wisawatan Timur Tengah juga baik semuanya? Ya pasti tidak!

Wisata halal itu, makanannya bukan saja higienis tapi juga halal. Di hotel-hotel ada fasilitas beribadah. Masyarakatnya sadar akan manfaat pariwisata. Akses ke mana pun aman dan damai. Dan banyak lagi. Adakah Lombok sudah menjadi daerah tujuan wisata halal terbaik? Itu tujuan yang harus dicapai. Tentu dengan kerja keras semua pihak.

Jadi teringat Julia Robert saat memerankan film Eat, Pray and Love. Tapi saya lebih suka saat dia memerankan seorang "gadis beruntung" di film Pretty Woman tahun 1990. Tak semua wanita penghibur bernasib seperti di film itu. (Penulis: Lalu Mara Satriawangsa, lahir dan besar di Lombok)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.