Meninjau Kembali Pelanggaran HAM di Sektor Pertambangan

Tambang Batubara Darma Henwa
Sumber :
  • vstory

VIVA – HAM adalah unsur normatif yang melekat pada setiap manusia. HAM merupakan hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. HAM dapat dirumuskan sebagai hak kodrat yang melekat pada manusia secara mutlak. Hak ini didapatkan karena semata-mata dia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara.

Secara teoritis HAM merupakan hak yang bersifat fundamental sebagai anugerah Tuhan yang harus dihormati, dilindungi, dan dijaga. HAM bersifat universal, oleh karena itu berlaku di mana saja untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapa pun. 

Namun, masalah HAM adalah sesuatu yang seringkali dibicarakan dan lebih diperhatikan dalam era reformasi ini. Berdasarkan data Komnas HAM pada tahun 2017, Polisi masih menjadi posisi pertama yang banyak diadukan oleh masyarakat yaitu sebanyak 1652 berkas.

Selanjutnya Korporasi dengan 866 berkas, Pemerintah daerah 597 berkas, dan Kementerian sebanyak 476 berkas. Dan Komnas HAM mengatakan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Pelanggaran HAM lingkungan biasanya banyak dilakukan oleh Korporasi (Perusahaan) yang meliputi kehutanan, perkebunan, pertambangan, minyak, dan gas bumi. Hal ini sangat relevan karena Korporasi mempunyai nilai yang sangat strategis dalam bidang ekonomi negara. terlepas dari itu, banyak yang beranggapan jika sektor pertambangan di suatu daerah  akan membawa kemajuan dan kesejahteraan terhadap masyarakat di sekitarnya.

Asumsi ini berasal dari sebuah pengandaian, jika beroperasinya pertambangan maka akan menghadirkan kehidupan yang sejahtera, keamanan yang terjamin, dan kehidupan sosial yang lebih baik. Pemikiran tersebut berdasar pada perusahaan tambang yang adalah agen perubahan sosial bagi masyarakat di daerah lokasi pertambangan.

Pengandaian ini juga membawa pemikiran bahwa pertambangan akan membawa arus investasi, membongkar isolasi masyarakat, dan membuka akses masyarakat terhadap dunia luar serta membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan dibangunnya pertambangan, diharapkan dibangun infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat, seperti akses jalan, listrik, air bersih, transportasi, dan jaringan komunikasi.

Hakikatnya, pembangunan sektor tambang adalah upaya untuk pengembangan sumber daya mineral dan energi yang potensial untuk dimanfaatkan secara optimal demi kemakmuran masyarakat. Salim (dalam Sultan 2011) menyatakan bahwa paradigma baru kegiatan pertambangan adalah mengacu pada konsep yang berwawasan lingkungan yang meliputi :

MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Pakar: Sudahi Kegaduhan Pilpres 2024

1.         Penyelidikan umum

2.         Eksplorasi umum

Menilik 8 Profil Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024

3.         Studi kelayakan ekonomi dan lingkungan

4.         Persiapan produksi

Ketua MPR: Putusan MK Menjadi Akhir dari Berbagai Upaya Hukum Konstitusional

5.         Penambangan (pembongkaran, pengangkutan, pemuatan, dan penimbunan)

6.         Reklamasi

7.         Pengolahan kembali

8.         Pemurnian

9.         Pemasaran

10.       Pengakhiran tambang

Walaupun hakikat dari sektor pertambangan adalah melakukan pengembangan sumber daya alam dan memanfaatkannya secara maksimal, namun dalam prosesnya seringkali terlihat Korporasi melakukan tindakan eksploitasi sumber daya alam.

Beberapa di antaranya adalah sering bersinggungan dengan masyarakat lokal, menimbulkan dampak kerusakan lingkungan hidup, sampai kerugian nyawa masyarakat. Hal tersebut biasanya berawal karena lokasi pertambangan yang berdekatan dengan rumah penduduk lokal.

Indikasinya terdapat dalam beberapa aduan Komnas HAM dalam sektor pertambangan, yaitu 25 orang (2011-2016) di Provinsi Kalimantan Timur yang terdiri dari 22 anak, 2 orang dewasa akibat tenggelam di lubang penggalian batu bara, dan 1 anak meninggal karena terbakar akibat sisa timbunan batu bara.

Contoh lainnya dari pelanggaran HAM ada di area kerja pertambangan PT Freeport Indonesia dan Hubungan Hukum. yaitu adanya pengambilan lahan masyarakat secara paksa, tindakan kekerasan dari aparat, adanya persoalan limbah perusahaan, dan juga ketenagakerjaan.

Dasar masuknya PT Freeport Indonesia melakukan penambangan di Timika adalah adanya kontrak karya antara Pemerintah Republik Indonesia dan PT Freeport yang ditanda tangani pada 7 April tahun 1967 seluas 212.000 Ha.  Di dalam prosesnya, tidak melibatkan masyarakat adat suku Amungme (Salah satu pemilik lahan terbesar) yaitu wilayah adat Amungsa.

Dan sejak saat itu, suku Amungme melakukan berbagai perlawanan dan tuntutan kepada pemerintah Indonesia dan PT Freeport Indonesia untuk mengembalikan lahannya yang diambil secara paksa. Termasuk juga tuntutan untuk pemberian saham secara cuma-cuma yang sampai saat ini sedang diupayakan. Namun, masyarakat justru sering mendapatkan kekerasan dari aparat setempat. Selain faktor tersebut, persoalan lingkungan hidup juga sangat mengganggu dan juga banyak dugaan pencemaran lingkungan.

Pada tahun 1996, PT Freeport Indonesia terdaftar sebagai salah satu perusahaan dengan multinasional terburuk karena faktor ekologis di sekitar lokasi pertambangan. Menyangkut pelanggaran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 terkait dengan longsor di waduk wanangon akibat pembuangan limbah dan juga menyebabkan banjir di kampung Banti yang mengakibatkan 4 orang meninggal karena terbawa arus.

Serta juga masalah limbah yang setiap hari yang dihasilkan mencapai 300.000 ton. Dari kasus tersebut, pendekatan dan penyelesaian kasus tersebut tidak hanya dapat dilakukan dengan pendekatan hukum, namun harus ada penerapan hukum pidana dan hukum pertambangan. Memerlukan juga intervensi HAM sebagai pedoman yang lebih mempunyai makna dalam upaya penyelesaiannya.

Kesimpulannya adalah pemanfaatan sumber daya alam yang pada dasarnya merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan perekonomian yang pada dasarnya adalah mengacu pada tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pertambangan adalah upaya pemanfaatan sumber daya alam yang baik, namun rentan berisiko menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

Solusi untuk menghilangkan pelanggaran HAM dalam sektor tambang adalah pemerintah wajib menyelenggarakan fungsi mengatur, mengurus, serta mengawasi jalannya pengelolaan sumber daya alam tersebut.

Jika ditinjau dari aspek HAM, pelaksanaan hak-hak yang ada dalam lingkup hak asasi adalah berupa hak pembangunan dan hak penggunaan kekayaan sumber daya alam (batu bara), tidak boleh sama sekali mengurangi hak setiap warga negara atas lingkungan hidup yang baik seperti yang terdapat pada pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 dan UUPLH. Pada pasal 2 huruf J UUPLH, perlu adanya penelitian lanjutan yang memenuhi hak-hak warga negara, khususnya hak atas lingkungan hidup yang baik yang telah dilanggar akibat kegiatan pertambangan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.