Golkar, Gonjang-ganjing Koalisi dan Poros Tengah

Prabowo-Airlangga
Sumber :
  • vstory

VIVA – Gonjang-ganjing koalisi pilpres yang belum reda, tidak terlepas dari sikap Golkar yang belum final memutuskan posisi politiknya. Pasalnya, langkah politik Golkar akan sangat menentukan, bukan hanya pada bentuk peta koalisi tapi juga juga pada narasi Pilpres 2024.

Analisis Komunikasi Politik dalam Rencana Pertemuan Prabowo dengan Megawati

Dengan profil Golkar sebagai partai tengah terbesar (nasionalis-relijius), poros manapun yang didukung Golkar, tentunya akan mendapatkan insentif elektoral dari kelompok pemilih "tengah" yang secara statistik sangat besar jumlahnya.

Sebelum tiba pada analisis tersebut, secara umum, saya mengidentifikasi dua faktor penyebab Golkar belum juga tiba pada keputusan akhir.

Peta Koalisi Pilpres Pasca Deklarasi Ganjar Pranowo

Pertama, Golkar tidak ingin kehadirannya hanya dianggap sebagai sekadar pemanis atau pelengkap koalisi. Sebagai partai besar dan pemegang tiket Pilpres, tentu Golkar tidak rela kalau hanya menjadi pemain figuran dalam panggung pilpres. Itu sebabnya, langkah politik yang Golkar sangat pro-aktif mendekati dua poros yang ada, Koalisi Indonesia Raya dan Koalisi Perubahan. Dengan masuk ke dua poros tersebut, Golkar berpotensi tidak hanya bergabung dengan salah satu koalisi namun bahkan dapat menggabungkan dua koalisi yang ada.

Kedua, mekanisme pengambilan keputusan Golkar berbeda dengan partai lainnya. Secara umum di semua parpol, normatifnya keputusan akhir dapat diputuskan di tangan ketua umum. Namun di Golkar, meski Airlangga sebagai ketua umum, tapi semacam ada hukum tidak tertulis di mana untuk keputusan koalisi pilpres harus mengakomodir kepentingan tokoh-tokoh Golkar lain yang juga memiliki saham politik di partai tersebut. Minimal, Airlangga harus mendengar masukan-masukannya. Pasalnya, ibarat perusahaan, Golkar ini sudah IPO yang pemegang sahamnya tidak tunggal.

Cak Imin Masih Ngotot Usul Tunda Pemilu 2024

Dengan dua faktor di atas, tidak heran jika Golkar belum menentukan pilihan finalnya. 

Ke mana Golkar akan berlabuh?

Mempertimbangkan sumber daya koalisi yang tersedia, ada empat skenario yang tersedia bagi Golkar. Mulai dari bergabung dengan poros Gerindra-PKB, berpindah ke poros Nasdem-Demokrat-PKS, membersamai poros PDIP-PPP, hingga  membentuk poros baru bersama PAN.

Namun demikian, kalau dilihat dari manuver Golkar belakangan dan gerak tubuh Prabowo yang lebih terbuka kepada Airlangga dan sejumlah tokoh Golkar, tinggal dua skenario yang potensial bagi Golkar; bergabung dengan poros Gerindra-PKB atau membentuk poros baru. Dua opsi ini tentunya langkah yang paling menguntungkan bagi Golkar dibanding dua pilihan lainnya.

Selain itu, dari tiga poros, hanya poros Prabowo yang belum memberikan tanda-tanda siapa cawapresnya. Sehingga, peluang Airlangga untuk menjadi Cawapres di poros Prabowo, lebih besar dibanding peluang Airlangga untuk menjadi Cawapres Anies Baswedan yang sudah mengantongi nama AHY, atau Ganjar Pranowo yang sudah mengantongi Sandiaga Uno dan Erick Thohir.

Melihat arah Golkar akan berlabuh ke mana, juga bisa dilihat dari seberapa besar kehadiran Golkar dapat memberikan nilai tambah. Dan hal ini, sangat terkait dengan posisioning para capres.

Dari tiga calon presiden saat ini, kita bisa lihat kalau Anies Baswedan mewakili figur kelompok Islam dan Ganjar Pranowo mewakili figur kelompok nasionalis. Bagaimana dengan Prabowo? Di 2019, basis utama pemilih Prabowo adalah kelompok pemilih Islam. Namun dengan kehadiran Anies Baswedan saat ini, posisi Prabowo sebagai figur yang mewakili kelompok Islam menjadi tergeser. Prabowo pun diprediksi akan kehilangan dukungan dari segmen pemilih Islam. 

Meski berpotensi ditinggal segmen pemilih Islam yang beralih ke Anies Baswedan, Prabowo sebenarnya dapat memanfaatkan keadaan dengan memposisioningkan sebagai capres figur "tengah". 

Posisioning sebagai capres tengah ini penting mengingat secara statistik, berdasarkan catatan data Poligov, 49 persen pemilih di Indonesia berada pada segmen kelompok pemilih tengah, yakni pemilih nasionalis yang cenderung memiliki pandangan keagamaan yang moderat. Sementara kelompok pemilih yang sangat Pro-Islam dan Pro-Nasionalis masing-masing hanya sebesar 16.3 persen dan 33.9 persen.

Golkar sebagai partai yang basis pemilihnya berada pada segmen kelompok nasionalis-relijius, dapat memperkuat image Prabowo sebagai partai tengah yang menyatukan kekuatan kelompok Islam dan Nasionalis.

Meski poros Gerindra-PKB sudah mengamankan tiket untuk Prabowo, kehadiran Golkar tetap memiliki nilai tambah signifikan untuk memperkuat posisioning Prabowo sebagai figur capres “tengah”.

Mencairkan ketegangan

Selain itu, bergabungnya Golkar dengan Gerindra dan PKB, akan sangat kondusif untuk menciptakan konfigurasi pilpres 2024 yang lebih cair dan mereduksi potensi terulangnya ketegangan akibat narasi politik identitas seperti pemilu 2019.

Tidak bisa dibayangkan jika pada Pilpres 2024 nanti hanya 2 poros. Anies vs Ganjar atau Prabowo vs Ganjar. Kondisi ini tentunya akan membuat dua capres secara alamiah akan berada pada titik ekstrem yang berseberangan, dan berpotensi kembali melahirkan pertarungan narasi politik identitas seperti Pemilu 2019.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.