Achmad Nur Hidayat: Salah Arah Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional

Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa, 23 Maret 2021.
Sumber :
  • ANTARA/Dedhez Anggara

VIVA – Krisis ketahanan pangan kian mengintai Indonesia, sebagai dampak dari kebijakan pertanian yang kurang efektif. 

Rahasia Beras Awet! Cara Simpan Beras Agar Terhindar dari Kutu dan Lebih Tahan Lama

Saat ini, Perum Bulog telah mendatangkan sekitar 300 ribu ton beras impor untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) sebagai langkah antisipasi terhadap dampak El Nino. 

Namun, data menunjukkan bahwa impor semakin bertambah karena anggaran pertanian terus menurun selama beberapa tahun terakhir dan lahan pertanian semakin sempit. 

Ketua MPR soal Tekad Prabowo Tak Ingin Impor Beras di 2025: Bagus, Tapi Jangan Dipaksakan

Hal ini cukup memprihatinkan, karena sektor pertanian adalah penyerap tenaga kerja terbanyak dan penting untuk menjaga ketahanan pangan di negara ini.

Impor jadi andalan simbol salah arah kebijakan ketahanan pangan

Ditawari jadi Kader Golkar, Jokowi Aku Sudah Ada Komunikasi

Indonesia telah mendatangkan 300 ribu ton beras impor sebagai bagian dari total penugasan 2 juta ton beras impor pada 2023. 

Presiden Jokowi Menanam Padi di Kabupaten Tuban. Tampak Gubernur dan Bupati

Photo :
  • Biro Pers Sekretariat Presiden

Langkah ini diambil untuk memenuhi cadangan beras pemerintah dan mengantisipasi dampak El Nino. 

Sebelumnya, sebanyak 500 ribu ton beras impor juga telah masuk ke pasar.

Upaya Memenuhi Cadangan Beras Dalam Negeri Direktur Bisnis Bulog, Febby Novita, menegaskan bahwa Bulog juga berusaha memenuhi cadangan beras pemerintah dengan menyerap sebanyak-banyaknya produksi dalam negeri. 

Namun, impor beras selalu dilakukan tiap tahun tidak ada perbaikan. Dengan dalih stok beras, impor beras selalu andalan. 

Meski Bulog berkomitmen untuk terus menyerap beras petani selama produksi masih ada dan melibatkan kelompok tani serta pihak terkait lainnya. Namun impor yang terus menerus merupakan remedi ketahanan pangan yang salah. 

Anggaran pertanian dan subsidi pupuk terus menurun, siapa peduli?

Anggaran Pertanian Terus Menurun Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja terbanyak, dengan mayoritas penduduk Indonesia bekerja di sektor ini. 

Pemkot Bandung dan Bulog distribusi beras untuk stabilkan harga.

Photo :
  • VIVA.co.id/ Adi Suparman (Bandung)

Namun, anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) terus menurun selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Setelah mengalami kenaikan signifikan pada tahun efektif pertama sebagai presiden, anggaran Kementan kemudian menurun hingga mencapai Rp14,45 triliun pada 2022.

Subsidi Pupuk Berkurang, Lahan Pertanian makin sempit dan diperparah dengan mahalnya harga pupuk, yang juga dipengaruhi oleh harga minyak dan gas dunia akibat konflik di Eropa. Subsidi pupuk dari pemerintah juga mengalami penurunan nilai dari tahun sebelumnya. Selain itu, lahan pertanian di Indonesia semakin sempit karena alih fungsi lahan untuk kebutuhan pemukiman, industri, dan infrastruktur lainnya.

Kondisi ini jangan dibiarkan karena akan menempatkan Indonesia dalam kondisi yang rentan terhadap krisis pangan. 

Jika impor beras ini terus dominan dilakukan dalam pemenuhan cadangan beras di Indonesia maka keberadaan petani padi tentunya akan terus berkurang karena bertani beras tidak lagi menjadi pekerjaan yang menggiurkan. Jika SDM petani semakin berkurang dan lahan semakin menyempit maka swasembada beras tidak akan pernah bisa lagi diwujudkan.

Rekomendasi

Ada beberapa langkah agar impor tidak selalu jadi andalan untuk memenuhi cadangan pangan nasional. 

Di antaranya adalah
Pertama, melalui negara harus meningkatkan Anggaran Pertanian. 

Pemerintah harus meningkatkan anggaran untuk sektor pertanian guna memperkuat ketahanan pangan. Anggaran yang memadai akan mendukung pengembangan infrastruktur pertanian, riset, teknologi, dan pelatihan petani untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Kedua, melalui peningkatan kembali subsidi Pupuk secara Efektif 

Pemerintah harus melakukan evaluasi dan perbaikan pada sistem subsidi pupuk untuk memastikan bahwa pupuk dapat diakses dengan harga yang terjangkau oleh petani. Selain itu, kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk impor dan memperkuat produksi pupuk lokal harus diutamakan.

Ketiga, melalui pengelolaan Lahan Pertanian yang Berkelanjutan dengan menghentikan Alih fungsi lahan pertanian

Pengelolaan lahan pertanian harus diutamakan untuk mempertahankan dan meningkatkan luas lahan pertanian. Selain itu, dukungan untuk teknik pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan harus ditingkatkan.

Keempat, melalui dukungan dan Pelatihan bagi Petani 

Pemerintah harus memberikan dukungan dan pelatihan yang lebih baik bagi petani, terutama bagi petani kecil dengan lahan terbatas. Pelatihan tentang teknik pertanian modern, penggunaan teknologi, dan manajemen usaha pertanian akan membantu meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.

Kelima, Membuat Kebijakan Pertanian Jangka Panjang 

Diperlukan kebijakan pertanian yang berbasis jangka panjang, konsisten, dan berkesinambungan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan sektor pertanian. Kebijakan ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk petani, akademisi, dan pihak swasta, untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih baik di masa depan.

(Ini adalah tulisan opini yang ditulis oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.