Kepemilikan Pulau Galang Biang Sengketa Surabaya-Gresik

Pulau Galang yang diperebutkan Surabaya dan Gresik
Sumber :
  • Antara/ M Risyal Hidayat
VIVAnews
Waspada Modus Pencuri Sepeda Motor yang Pura-Pura Kecelakaan
- Panitia Khusus DPRD Jawa Timur merekomendasikan Gubernur Jawa Timur supaya mengajukan pencabutan sertifikat hak milik atas tanah Pulau Galang kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sebab, pulau yang dimiliki perorangan itu adalah biang sengketa dan polemik batas wilayah Kabupaten Gresik dengan Kota Surabaya

UU DKJ Resmi Diteken Jokowi, Jakarta Masih Ibu Kota Negara

Ibrahim Adip, Juru Bicara Panitia Khusus DPRD Jawa Timur, mengatakan hasil konsultasi dengan beberapa pihak terkait keberadaan tanah timbul di Muara Kali Lamong telah dipantau Badan Informasi Geospasial (BIG) Bogor sejak tahun 1960, belum berbentuk. Sampai tahun 2002 barulah terbentuk sebuah pulau.
Ini Pesan Babe Cabita Saat Dokter Mengatakan Usianya Tak Lama Lagi


"Dari garis batas laut, posisi tanah timbul tersebut, 10 persen masuk wilayah Kabupaten Gresik, dan 90 persen masuk wilayah Kota Surabaya," ujar Ibrahim di Surabaya, Jumat, 12 September 2014.

Kendati memiliki data batas ukuran laut, BIG menyerahkan keputusann kepada Menteri Dalam Negeri sebagai lembaga yang berwenang.


Pendapat Pansus, kata Ibrahim, sertifikat hak atas tanah menganut asas stelsel negatif. Artinya kebenaran isi sertifikat adalah tidak bersifat mutlak yang berarti, serifikat hak atas tanah yang mengandung cacat hukum dapat dicabut oleh instansi yang berwenang (BPN) atau dapat dibatalkan oleh pengadilan apabila terjadi sengketa.


Dalam ketentuan Pasal 1868 BW (KUHPerdata) junto pasal 165 HIR (Het Herzine Indonesich Reglement), akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang atau pejabat berwenang di tempat akta dibuat.


"Karena itu sertifikat hak milik atas tanah I Pulau Galang yang diterbitkan BPN Gresik sebagai akta otentik adalah tidak sah. Sebab BPN Gresik bukan sebagai pejabat yang berwenang menerbitkan sertifikat atas lokasi tanah Pulau Galang yang bukan kewenangan BPN Gresik," kata Ibrahim.


Konsekuensi lain, sertifikat yang diterbitkan BPN Gresik dan akta jual-beli tanah Pulau Galang cacat hukum. Argumentasi yang menguatkan, kata politikus PPP itu, yakni status Pulau Galang adalah tanah negara. Maka, jika beralih menjadi tanah hak milik pribadi, harus ada ganti rugi kepada negara dan sertifikat yang diterbitkan harusnya adalah sertifikat hak guna bangunan.


Melawan hukum


Perbuatan atau tindakan BPN Gresik yang menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah Pulau Galang yang bukan menjadi kewenangannya adalah perbuatan melawan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata.


Sehubungan dengan surat Mendagri pada 27 Mei 2004 dan surat Dirjen Pemerintahan Umum Kemendagri pada 10 Juni 2014, serifikat hak milik atas nama Darawati Nathan, Poento Soeryo, dan Untari Soeryo yang kemudian dijualbelikan kepada Tri Hangono pengusaha pergudangan PT Gantari Sandya Mitra (GSM) harus dicabut oleh BPN Pusat.


"Proses jual-beli tanah itu ditengarai ada rekayasa. Sebab peralihan hak dari tanah negara menjadi hak milik perorangan tanpa didasari kewenangan menjualbelikan sebah pulau yang batas kepemilikannnya belum jelas," kata Ibrahim.


Selain merekomendasikan pencabutan sertifikat, Pansus juga mendesak PT GSM membongkar kembali reklamasi yang telah dilakukan. Mengingat reklamasi tu telah menyebabkan banjir di Kali Lamong dan sekitarnya.


"Jika perintah tersebut tidak dilaksanakan, maka demi kepentingan umum, gubernur harus melakukan pembongkaran paksa," kata Ibrahim.


Gubernur juga diminta melakukan mediasi antara Pemkot Surabaya dengan Pemkab Gresik tentang batas wilayah yang disengketakan.


Lahan konservasi


Gubernur Jatim Soekarwo menyambut baik rekomendasi tersebut. Ia akan segera berkoordinasi dengan aparat terkait karena masalah urukan tidak legal. Begitu juga menyangkut keluarnya sertifikat atas lahan tersebut. Pemprov, kata dia, akan memanggil Kepala BPN untuk meluruskan.


"Menurut aturan hukum, Pulau Galang harus dikembalikan fungsi awalnya sebagai lahan konservasi. Negara berhak mencabut jika untuk kepentingan umum," kata Gubernur Soekarwo. (ita)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya