Depresi Tak Tertangani Rentan Bunuh Diri, Yuk Lebih Peduli Antarsesama

Ilustrasi depresi.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Anung Sugihantono mengatakan, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir perilaku bunuh diri karena depresi telah mencapai angka yang kritis. Secara global, WHO menyebutkan lebih dari 800.000 orang meninggal setiap tahunnya atau sekitar 1 orang setiap 40 detik bunuh diri.

Tingkat prevalensi angka bunuh diri di negara berpenghasilan tinggi ternyata lebih besar dibandingkan di negara berpenghasilan rendah atau menengah (12,7% : 11,2% per 100.000 populasi). Contoh 3 negara terbesar akan kasus bunuh diri per 100.000 populasi yaitu di antaranya Guyana, Korea. dan Sri Lanka.

"Indonesia sendiri belum ada angka prevalensi nasional. Menurut penelitian dikatakan bahwa angka bunuh diri di kota Jakarta pada tahun 1995-2004 mencapai 5,8/100.000 penduduk. Begitupun laporan dari WHO di tahun 2010 menyebutkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8% per 100.000 jiwa," ucap dr. Anung, dalam temu media di Gedung Kemenkes RI, beberapa waktu lalu.

Sekretaris PP Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dr. Agung Frijanto mengatakan konsekuensi seseorang apabila depresi tak tertangani maka akan meningkatkan risiko bunuh diri. Ia mengimbau masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan kalau ada anggota keluarga yang mengalami gejala depresi.

Gejala depresi dapat dilihat dari 3 aspek, antara lain afek, kognitif, dan fisik. Gejala depresi pada afek dapat ditandai dengan sedih, hilangnya minat, iritabilitas, apatis, anhedonia, tak bertenaga, tak bersemangat, isolasi sosial, dan aniestas.

Gejala depresi secara kognitif dapat dicirikan dengan rendah diri, konsentrasi menurun, daya ingat menurun, ragu-ragu, rasa bersalah, ide bunuh diri. Selain itu, secara fisik dapat dilihat dari psikomotor menurun, fatigue, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, dan hasrat seksual menurun.

“Puskesmas di layanan primer punya peran penting dalam pelayan jiwa. Dalam sistem rujukan JKN kita tempatkan di rumah sakit umum dan rumah sakit jiwa,” kata dr. Agung dalam kesempatan yang sama.

Dr. Agung menambahkan, setiap orang perlu meningkatkan kepedulian antarsesama. Peran keluarga sangat penting dalam hal mencegah depresi lebih parah. Tak hanya dalam keluarga, upaya pencegahan harus juga dilakukan di lingkungan lain seperti sekolah.

"Poinnya bagaimana memberikan pemahaman kepada orangtua dan guru-guru di sekolah dasar. Pada kondisi remaja atau SMP/SMA kita bisa melakukan deteksi dini, kita bagikan instrument atau daftar pertanyaan untuk mengetahui apakah remaja tersebut depresi atau tidak,” kata dia.