Jokowi: Ekonomi Tumbuh, Angka Pengangguran Turun

Pidato Presiden Jokowi.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Presiden Joko Widodo mengajak rakyat Indonesia patut bersyukur bahwa di tengah gejolak perekonomian global, pembangunan ekonomi Indonesia selama lima tahun ini menunjukkan capaian yang menggembirakan.

Ekonom Senior Ingatkan Presiden Terpilih soal Perang Iran-Israel Bisa Bikin Ekonomi RI Berantakan

"Pertumbuhan ekonomi kita trennya meningkat dari 4,88 persen di tahun 2015, menjadi 5,17 persen di tahun 2018, dan terakhir semester I-2019 mencapai 5,06 persen," ujarnya dalam pidato Penyampaian Keterangan Pemerintah atas Rancangan Undang-undang tentang Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 beserta Nota Keuangannya di depan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat 16 Agustus 2019.

Selain itu, menurut Jokowi, angka pengangguran menurun dari 5,81 persen pada Februari 2015, menjadi 5,01 persen pada Februari 2019. Sedangkan penduduk miskin, terus turun dari 11,22 persen pada Maret 2015, menjadi 9,41 persen pada Maret 2019, terendah dalam sejarah NKRI.

Kelas Menengah Tiongkok Dalam Kecemasan

"Ketimpangan pendapatan terus menurun, ditunjukkan dengan semakin rendahnya Rasio Gini dari 0,408 pada Maret 2015, menjadi 0,382 pada Maret 2019," ujar mantan Gubernur DKI tersebut.

Sementara itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) naik dari 69,55 di 2015, menjadi 71,39 di 2018, atau masuk dalam status tinggi. Selain itu, tidak ada lagi provinsi dengan tingkat IPM yang rendah.

Ekonomi Sulit, Para Pengangguran di Tiongkok Terpaksa Tidur di Pipa Saluran Pembuangan

“LPI (Logistic Performance Index) naik dari peringkat 53 dunia pada 2014, menjadi peringkat 46 dunia pada 2018. Dalam Global Competitiveness Index, kualitas infrastruktur kita termasuk listrik dan air meningkat, dari peringkat 81 dunia pada 2015, ke peringkat 71 dunia pada 2018,” lanjutnya.

Berbagai capaian tersebut, Jokowi mengaku tidak terlepas dari reformasi fiskal yang telah dilakukan. Seperti, kiita tidak lagi menggunakan pola money follows function, tetapi money follows program. Kita tidak lagi berorientasi pada proses dan output, tetapi pada impact dan outcome. Kita terus mengelola fiskal ,agar lebih sehat, lebih adil, dan menopang kemandirian.

Namun, menurutnya, kita tidak boleh lengah. Tantangan ekonomi ke depan semakin berat dan semakin kompleks, ekonomi dunia sedang mengalami ketidakpastian, beberapa emerging market sedang mengalami krisis, dan beberapa negara sedang mengalami pertumbuhan negatif. “Kita juga menghadapi tantangan perang dagang,” ujarnya.

“Depresiasi nilai mata uang beberapa negara seperti Yuan-Tiongkok dan Peso-Argentina, membuat kita harus waspada. Sekali lagi, kita harus waspada," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya