Produsen Pupuk Ingin Ada Patokan Harga Gas

VIVAnews - Produsen pupuk nasional mendesak pemerintah menetapkan harga patokan gas. Desakan ini mencuat dengan banyaknya negosiasi kontrak pembelian gas yang harus molor atau bahkan deadlock hanya karena masalah harga.

Lawan Bali United Pindah Venue dan Tanpa Penonton, Begini Kata Pelatih Persib Bandung

Yang terbaru, negosiasi kontrak pembelian gas untuk pabrik PT Pupuk Kaltim V masih tarik ulur dengan penjual gas.

"Kalau soal pasokan gasnya sudah deal, tapi masalah harga masih negosiasi," kata Direktur Utama PT Pupuk Kaltim Hidayat Nyakman di sela-sela Workshop Revitalisasi Industri Pupuk di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis, 21 Januari 2010.

Dalam kontrak itu, PKT V akan mendapat pasokan sebanyak 80 MMSCFD untuk 5 tahun ke depan.

Untuk mengatasi tarik ulur harga, Hidayat mengusulkan agar pemerintah menentukan satu harga patokan oleh lembaga independen. Lembaga ini menentukan harga berdasarkan pantauan kinerja pabrik pupuk dan kontraktor produsen gas.

"Misalnya ditetapkan harga keekonomiannya US$ 10 per MMBTU. Pabrik pupuk bisa bayar tidak, kalau tidak bisa maka harus dibantu pemerintah," ujarnya. "Kalau hanya dibiarkan antara produsen pupuk dan produsen gas yang negosiasi, maka akan membutuhkan waktu lama."

Hidayat mengaku, pihaknya mampu mengoperasikan PKT V dengan harga gas 8 dolar per MMBTU.

Hal senada dikatakan Ketua Dewan Pupuk Indonesia Zaenal Soejais. Sebaiknya harga gas diatur sama untuk semua industri, agar kinerja industri pupuk bisa dibandingkan dengan mudah.

Dirinya mengusulkan kontrak pembelian gas dilakukan oleh perusahaan pupuk holding, lantas dibagi rata ke masing-masing anak perusahaan.

Menanggapi hal itu, Dirjen Migas Kementerian Energi Evita Herawati Legowo menjelaskan, harga gas berbeda-beda tergantung lokasi eksplorasinya.

"Lokasinya dimana? Di darat atau di laut. Kalau pun di laut, laut dalam atau pantai, karena teknologinya berbeda-beda," ujar Evita.

Dia membantah adanya ketidaktransparanan penentuan harga oleh produsen gas. Penghitungan harga, kata dia, dilakukan oleh BP Migas untuk kemudian diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lantas diserahkan ke Menteri Energi.

Tentang masalah yang dihadapi PKT V, Evita berjanji akan memfasilitasi kedua belah pihak. "Saya minta ke pak Benny (Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi) untuk melengkapi harga urea sepuluh tahun ke depan," kata Evita.

Karena, dia menambahkan, produsen gas juga membutuhkan jaminan terpenuhinya harga jual urea.

hadi.suprapto@vivanews.com

Suasana di ruas tol Jakarta-Tangerang  (Ilustrasi)

Cegah Kemacetan, Tol Jakarta-Tangerang Arah Jakarta Berlakukan Contraflow

Cegah Kemacetan, Tol Jakarta-Tangerang Arah Jakarta Berlakukan Contraflow

img_title
VIVA.co.id
11 Mei 2024