Organda Protes Keras Truk Angkutan Ekspor Dilarang Beli BBM Subsidi

Ilustrasi truk dan kendaraan berat melintas di jalan raya.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

VIVA – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi atau BPH Migas mengeluarkan surat edaran Nomor 3865E/Ka BPB/2019 tertanggal 29 Agustus 2019 terkait pembatasan penggunaan solar bersubsidi untuk kategori truk. 

KA Brantas Tabrak Truk di Semarang hingga Picu Ledakan Hebat, Sopir dan Kernet Hilang Misterius

Dalam surat edaran itu truk angkutan barang roda enam ke bawah terdapat pembatasan jumlah pembelian solar bersubsidi. Selain itu, ada juga larangan pengisian solar bersubsidi ke angkutan barang yang gunakan truk lebih dari enam roda khususnya truk trailer pengangkut komoditas ekspor impor.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Angkutan Barang DPP Organda, Kody Lamahayu langsung menyampaikan protesnya. Terlebih kebijakan tersebut dinilai tidak popular dan kontra produktif dalam mendukung industri angkutan darat.

Truk Trailer Tabrakan karena Sopir Ngantuk, yang Ditabrak Kenapa Kabur?

Menurut Kody, hakekatnya DPP Organda sangat mendukung segala macam regulasi pemerintah selama regulasi tersebut memperkuat eksistensi, tugas dan fungsi pemerintah dalam menjaga iklim usaha yang kondusif.

Dengan demikian, DPP Organda menolak dengan tegas Surat yang diberlakukan oleh BPH Migas mengenai pembatasan jumlah pembelian untuk kategori truk angkutan barang Roda enam ke bawah, maupun larangan pengisian solar bersubsidi ke angkutan barang yang gunakan truk lebih dari enam roda khususnya truk trailer pengangkut komoditas ekspor impor.

Ngeri, Alphard Hancur Tabrak Truk Trailer di Tol Semarang-Solo, 3 Tewas

"Ini justru melemahkan industri angkutan barang dengan mengurangi fungsi subsidi tersebut. Apalagi jika surat BPH Migas diberlakukan oleh Pertamina, sebagaimana banyak diberitakan, memberi pelemahan kepada dunia usaha secara umum," tegas Kody dalam keterangannya, dikutip Jumat 20 September 2019.

Selain itu, Kody menilai, surat edaran BPH Migas berpotensi memperburuk iklim usaha angkutan bahkan bertolak belakang dengan misi pemerintah sebagai penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM yang berkeadilan.

DPP Organda juga menilai surat edaran BPH Migas bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 191/2014 diperbaharui dengan nomor 43 tahun 2018 yang mengatur tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM pada jenis tertentu.

Dalam Perpres tersebut, lanjut Kody, beberapa pasal termasuk lampiran menyebutkan penggunaan Minyak solar ditujukan kepada angkutan umum untuk barang dengan tanda Nomor kendaraan berwarna dasar kuning dan tulisan berwarna hitam kecuali angkutan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam.

"DPP Organda menilai pemberlakuan kebijakan BPH Migas justru menimbulkan permasalan baru yang lebih berdampak buruk pada perekonomian bangsa karena bukan solusi yang tepat menyikapi permasalahan over quota penggunaan BBM termasuk pendistribusiannya yang kurang tepat sasaran," jelasnya.

Sementara itu, terkait defisit neraca perdagangan, Organda menilai perlu kebijakan dukungan serta insentif bagi pelaku usaha ekspor dan produsen komoditas pasar domestik, termasuk kegiatan logistiknya, serta permasalahan yang dihadapi distribusi bahan bakar yang tidak tepat sasaran, serta over quota.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya