Rachmat Gobel: Siapkan Antisipasi Sebaran Corona dan Turunnya Ekonomi

Ketua DPR Puan Maharani berjabat tangan dengan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

VIVA – Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Perdagangan, Rachmat Gobel menyatakan prihatin atas perkembangan jumlah penderita positif terinfeksi virus Corona atau Covid-19, yang terus meningkat.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Berdasarkan laporan juru bicara penanganan bencana virus Corona, Juri Achmad Yurianto, hingga Selasa siang, 17 Maret 2020, jumlah masyarakat yang positif terinfeksi virus ini sudah mencapai 172 kasus.

Ini, berarti dalam dua hari terakhir terjadi lonjakan 55 kasus, karena pada  Minggu siang, Yurianto mengumumkan jumlah masyarakat yang positif mengidap virus corona baru mencapai 117 kasus.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Berdasarkan laporan tersebut, jumlah korban meninggal masih tetap sama, yaitu lima orang dan sembilan orang dinyatakan sembuh. Sementara itu, dari update di seluruh dunia, sampai Selasa, pukul 10.10 WIB, angka infeksi Covid-19 sudah mencapai 182.605 orang di 162 negara.

Menurut Rachmat, apa yang dilakukan Pemerintah saat ini maksimal, sangat serius, dan berusaha terus memperbaiki sistem, komunikasi, dan proses penanganan medis oleh tim medis yang luar biasa. “Saya melihat, upaya yang dilakukan Peresiden Joko Widodo menekan penyebaran virus juga terus diperbaiki, kata dia, dikutip dari keterangannya, Rabu 18 Maret 2020.

Pakar Imbau, Waspadai Pandemi Disease X, Mematikan Dibanding COVID-19

Meski demikian, kata Rachmat, pihaknya memberikan beberapa catatan buat Pemerintah untuk dijadikan pelajaran di masa mendatang, jika kembali terulang adanya pandemi. “Jujur harus diakui, penanganan yang sekarang memang terlihat agak gagap, karena kalah cepat dengan kemunculan penderita positif Covid-19,” ucapnya.

Dia menilai, pemerintah kurang cepat mempersiapkan mitigasi bencana penanganan penyebaran virus Corona. Langkah mitigasi, juga belum maksimal ketika Presiden Jokowi mengumumkan ,begitu mulai terjadi proses penularan dua warga, Senin 2 Maret 2020. Penyebaran itu terasa cepat hingga pihak Istana Negara mengumumkan, Sabtu 14 Maret, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi dinyatakan positif Corona.

Seharusnya, menurutnya, sejak awal ada penularan virus Corona di China pada Desember 2019, dan menyebar ke beberapa negara secara cepat, Indonesia sudah mempersiapkan langkah antisipasi. Pemerintah, seharusnya melakukan dan mempelajari proses mitigasi  yang dilakukan oleh negara seperti China, Jepang, Korsel, Singapura, dan beberapa negara Eropa.

“Bagaimana mereka menangani pasien sesuai standar WHO, sampai virus tersebut berhasil ditekan. Bagaimana mereka sampai akhirnya bisa menyebuhkan pasien yang datang secara masif. Bagaimana komitmen dan persiapan pemerintah di negara-negara itu mengadakan rumah sakit karantina untuk isolasi. Dibangun di wilayah atau provinsi mana, agar tersekat secara jelas dari ruang publik, sehingga tidak menimbulkan konflik. Bagaimana proses pembagunannya, kapan target selesainya, dan bagaimana biayanya agar tidak bermasalah di kemudian hari,” tutur Rachmat.

Selain itu, apakah pemerintah perlu segera melakukan pembicaraan dengan parlemen untuk proses alokasi dana talangan. Ataukah, ada pos dana darurat yang sudah dialokasikan dalam APBN untuk segera dicairkan begitu terjadi pandemi seperti sekarang ini.

“Semua itu, harus dilakukan secara sistem. Tidak bisa ad hoc atau parsial. Sebab, hasilnya akan sia-sia begitu kasus pandemi ini selesai. Begitu muncul pandemi baru, kita kembali gagap lalu kalang kabut,” tegasnya.

Hal yang juga tidak kalah pening untuk dipehatikan adalah bagaimana  persiapan rumah sakit rujukan yang benar-benar taat standar operasi prosedur (SOP). Bagaimana sumber daya medisnya memadai dan cukup atau tidak. Persiapan obat, alat pelindung medis, serta logistik ke rumah sakit, baik pangan hingga farmasi bisa berjalan dengan baik atau tidak.

Namun yang paling penting, ujarnya, adalah penanganan atau perintah penanganan kasus berada  dalam komando satu tangan. Hal Ini penting, untuk menetukan jalan atau tidak proses penanganan dan penekanan penyabaran virus Corona, hingga minimal dan berhenti.

Rachmat juga mengatakan, koordinasi yang dilakukan antara pusat dan daerah sudah lumayan baik dan patut diapresiasi. Namun, koordinasi masih harus lebih dioptimalkan.

Presiden sendiri sampai harus mengingatkan, agar daerah tidak mengambil keputusan atau langkah sendiri-sendiri. Dalam upaya penanganan COVID-19, Presiden menegaskan semua kebijakan besar di tingkat daerah harus dibahas dengan tingkat pusat.

Penegasan Presiden itu memberikan persepsi bahwa ada kebijakan yang tidak sinkron antara daerah dan pusat. Apabila koordinasi ini tidak ditangani dengan baik dan simultan, akan membingungkan masyarakat.

“Saya sendiri akan segera usulkan kepada Ketua DPR, agar segera mengadakan rapat dengan seluruh unsur terkait pemerintah dan lembaga. Intinya, membahas pandemi ini dengan segala persoalannya dan mencari solusinya yang efektif,” tuturnya.

Persoalan ini, kata Rachmat, harus disikapi dengan baik dan cepat. Hal ini dimaksudkan untuk menekan penyebaran yang lebih masih dan upaya penanganan pasien serta penanganan oleh tim medis secara komprehensif.

“Saya akan mendorong pemerintah bersiap menghadapi segala kemungkinan terburuk akibat penyebaran virus Corona yang masif di dunia, terutama di Indonesia. Mengingat, China merupakan episenturm ekonomi dunia. Pukulan yang dialami China, pasti akan dirasakan oleh Indonesia,” katanya.

Dampak Tidak Langsung

Pada saat yang sama, pemerintah juga harus mengamati dampak tidak langsung di sektor ekonomi industri dan perdagangan antara Indonesia-China-ASEAN dan global. Tentunya, dengan melibatkan pembicaraan dengan parlemen, lembaga, dan para pakar yang mengikuti secara seksama berbagai faktor yang bisa menghambat laju investasi dan kegiatan investasi di Indonesia pascavirus Corona.

Demikian juga, yang harus diperhatikan pemerintah dan mencarikan solusi efektif, yakni harga sejumlah komoditas  ekspor dari sektor sumber daya alam juga diperkirakan akan terpukul. Kondisi ini akan memperdalam defisit neraca perdagangan.

“Pemerintah harus mengambil sejumlah langkah antisipasi dan  harus mengoptimalkan pasar domestik. Memperluas pasar baru ekspor di luar pasar tradisional seperti Afrika dan Asia Selatan. Meski nilai awalnya kecil dibandingkan dengan pasar tradisonal. Namun, jika bisa dibuka dengan konsisten dalam jangka panjang akan membuka peluang permintaan yang konsisten di masa-masa mendatang,” kata Rachmat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya