Eksperimen Anak Bangsa Dibawa NASA, Lapan Sempat Ragu

Thomas Djamaluddin 3
Sumber :

VIVA.co.id – Banyak pihak yang menyatakan bangga dengan pencapaian siswa-siswa Indonesia (tergabung dalam Indonesia Space Research Group/ISRG) yang membuat eksperimen untuk Badan Luar Angkasa Amerika (NASA). Meski sempat menyangsikan kebenaran berita itu, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), akhirnya mengapresiasi.

Bangga Karya Anak Bangsa, Platform Game Lokal Kian Berjaya

Saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 24 Maret 2016, Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin mengaku tidak percaya dengan kebenaran berita tersebut. Menurut dia, sangat sulit bagi sebuah eksperimen untuk bisa lolos dan diikutsertakan NASA dalam penerbangan ke ruang hampa.

"Menurut siaran pers NASA, di pesawat kargo Cygnus hanya ada lima misi ilmiah, sama sekali tidak disebutkan. Saya meragukan kebenaran berita tersebut, karena sepanjang yang saya ketahui, dalam kerja sama Lapan dan Badan Antariksa Jepang (JAXA), prosedur riset mikrogravitasi sangat rumit dan tidak mudah membawa sampel dari Indonesia, termasuk harus ada izin karantina Kementerian Pertanian," ujar Thomas.

Kemenparekraf Dukung Penuh Karya Anak Bangsa Platform Komik Digital Comicone.id

Usai memberikan pernyataan tersebut, Thomas pun mencoba mencari tahu dan berusaha mendapatkan klarifikasi berita itu dari koleganya di NASA. Usai mendapat klarifikasi dan pernyataan bahwa eksperimen itu ada, Thomas pun kembali menjelaskan.

"Berdasarkan klarifikasi dari kolega di NASA, muatan eksperimen tentang ragi (jamur) tempe dan padi adalah hasil kerja sama SMA di Indonesia dengan SMA di California, menggunakan fasilitas NanoRack dan ditempatkan di bagian ISS milik NASA," papar Thomas.

PNM Hadirkan Kembali MEA 2023 Dukung Karya Anak Bangsa

Penjelasannya, kata dia, NASA hanya memfasilitasi NanoRacks dan tidak ikut campur tangan pada substansi muatan riset SMA itu. NanoRacks juga dikatakan merupakan fasilitas komersial, sehingga eksperimen mudah semacam itu kemungkinan dilakukan oleh siswa SMA dengan memesan slot kotak di NanoRacks tersebut dan tentunya menyediakan anggaran yang cukup besar.

Meskipun begitu, lanjut Thomas, upaya ini patut diapresiasi. “Namun, kalau berbasis komersial, asal ada dana, apa pun bisa kita lakukan," ujarnya.

Berdasarkan penuturan Thomas, hal seperti ini bukanlah yang pertama dilakukan antara Lapan, JAXA dan beberapa negara Asia Pasifik lainnya. Lembaga-lembaga antariksa beda negara itu telah melakukannya sejak 2010.

"Program edukasi pemanfaatan ISS ini sudah dilakukan sejak lama. Pada 2010 ada Space Seed for Asia Future. Kala itu Indonesia mengirim biji tomat ke ISS,” tuturnya.

Siswa-siswa SMP menanam biji tomat, kemudian membandingkannya (bji tomat yang dikirim ke antariksa dan yang tidak). Kegiatan selanjutnya, pengamatan pertumbuhan dan kekuatan kecambah kacang yang ditumbuhkan di ISS.

Program selanjutnya, pada 2016, adalah Asia Herbs in Space. “Ini adalah fasilitas gratisan, jadi para siswa hanya ditantang untuk membuat eksperimen pembanding di Bumi. Mereka membandingkan pengamatan di ISS dengan hasil di bumi," kata Thomas.

Jadi, ada dua program berbeda di sini. Lapan telah melakukan kerja sama dengan JAXA yang sifatnya gratis, sedangkan yang dilakukan ISRG dan siswa-siswanya ini adalah berbayar.

"Di Jepang pun ada perusahaan mitra JAXA yang menyediakan fasilitas eksperimen antariksa berbayar. Kalau ada sekolah atau universitas mau mengirimkan eksperimennya, bisa menggunakan jasa mereka,” ujarnya.

Namun, spesifikasi dan prosedur akan ditentukan agar layak dibawa ke ISS. Sama dengan NanoRacks. 

Tapi, dalam eksperimen kerja sama Lapan, JAXA dan Asia Pasifik, sekolah yang berpartisipasi tak perlu membayar alias gratis. Namun, jenis eksperimennya sudah ditentukan oleh JAXA, setelah dibawa bersama dengan Lapan dan negara Asia Pasifik lain," papar Thomas.

Dia menambahkan, selain eksperimen biologi antariksa, NASA juga memiliki eksperimen lain seperti Try Zero G. Di sini, para siswa ditantang mengusulkan eksperimen sederhana berbasis fisika agar bisa diaplikasikan astronaut.

"Untuk edukasi mikrogravitasi, Lapan pun menyediakan fasilitas uji dengan drop tower dan klinostat. Saat Festival Sains Antariksa 2015, siswa SMA ditantang mengusulkan eksperimen mikrogravitasi dengan drop tower tersebut. Murah meriah namun mendidik," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya