Masuk Era New Normal, BI: Ekonomi RI Sulit Tumbuh 6 Persen

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • VivaNews/ Nur Farida

VIVA – Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesa, Nanang Hendarsah mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun-tahun ke depan akan sulit mencapai angka enam persen.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Sebab, menurut dia, saat ini perekonomian dunia memang telah memasuki era pertumbuhan new normal, atau pertumbuhan ekonomi negara-negara maju maupun berkembang yang tidak lagi bisa menyentuh angka-angka di kisaran sembilan hingga 10 persen.

"Kami perkirakan, misalnya 2018 growth-nya mungkin hanya 5,1 sampai 5,5 persen. Dan, kita harus bisa menerima growth ke depan masih akan berkisar di range tersebut. Jadi, era enam persen sulit kita peroleh," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Jumat 13 April 2018.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

Dia mencontohkan, negara seperti China yang perekonomiannya terbilang maju, saat ini pertumbuhan ekonominya masih bertengger di kisaran enam sampai 7,5 persen. Sedangkan pada lima tahun terakhir, bisa mencapai 9-10 persen.

Selain itu, kata dia, saat ini, Indonesia juga sudah masuk sebagai negara dengan kategori middle income country, sehingga tantangan-tantangan yang di hadapi semakin besar dari gejolak ekonomi global.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

"Karena, kita sadari bagaimana kita mendorong ekonomi ke depan tantangannya cukup berat. Setiap bulan, kita dihadapi dengan gejolak keuangan global yang membuat BI harus ada di depan untuk melakukan stabilisasi. Ini akan terus berlangsung. Karena, kita telah meninggalkan era eazy money," paparnya.

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Di juga mengatakan, saat ini, Indonesia juga harus menghadapi kondisi pasar keuangan global yang sulit dengan ditandai peningkatan suku bunga. Sehingga, rezim easy money yang sejak dulu mempermudah Indonesia untuk memperoleh liquiditas dolar Amerika Serikat akan semakin sulit.

"Ini terlihat juga sebetulnya di suku bunga LIBOR (London Interbank Offered Rate) yang sekarang sudah 2,3 persen dibanding tahun lalu yang hanya 1,5 persen. Kalau begini, apalagi ditambah berbagai kebijakan dari AS mengenai perdagangan, mengenai tax reform, ini akan membuat nanti liquidity Dolar AS di global tidak akan semudah yang kita peroleh seperti saat itu," ucapnya.

Karenanya, kata dia, sebelum Indonesia memasuki era tekanan yang semakin besar, maka Indonesia harus menguatkan momentum untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

"Memang, kalau lihat pertumbuhan ekonomi kita, setelah kita dihadapkan dengan merosotnya harga komoditas di 2012-2014, dan sekarang harga komoditi kita, sudah mulai agak membaik. Ada tanda-tanda ekonomi kita akan pulih, tetapi tidak setinggi yang kita harapkan dari awal. Memang agak sulit," ungkapnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya