Kisah Sukses Petani 'Emas Putih' di Lereng Gunung Sumbing

Petani bawang putih di Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Dwi Royanto

VIVA – Mempertahankan kejayaan leluhur sebagai petani sukses bawang putih lokal bukanlah hal yang mudah bagi Fathul Hakim. Warga Desa Adipuro, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, itu mampu membuktikan bahwa budidaya bawang putih lokal di kampungnya masih lestari.

5 Negara Paling Tidak Ramah Vegetarian di Asia, Ada Korea Selatan dan Jepang

Pria yang menjabat ketua kelompok tani Amanah Desa Adipuro itu menjadi satu dari ratusan petani yang getol menolak benih bawang putih impor. Hanya satu tujuan yang ingin dicapainya: mengembalikan kejayaan desa lereng Gunung Sumbing itu sebagai desa swasembada bawang putih lokal.

"Desa Adipuro era tahun 1980-an menjadi kejayaan bawang putih lokal sampai tahun 1998. Di sini bawang putih jadi emas putihnya orang Kaliangkrik," kata Hakim saat ditemui VIVA di Desa Adipuro, Kamis, 13 Desember 2018.

5 Negara yang Bakal Jadi Medan Perang Jika Perang Dunia III Pecah, Indonesia Gimana?

Kejayaan bawang putih Desa Adipuro, kata Hakim, sempat terhenti lantaran krisis moneter pada 1998. Kala itu, pemerintah banyak membuka keran bawang putih impor masuk ke Indonesia. Pahit dan getir pun dirasakan para petani di tengah kesulitan ekonominya.

Di tengah badai kesulitan, Hakim dan sejumlah petani tetap mempertahankan tradisi menanam benih lokal meski harganya tak mampu bersaing dengan bawang impor. Bahkan hasil panen mereka saat itu hanya dipergunakan untuk bumbu masak di dapur mereka, sebagian yang lain malah putus asa dan berhenti menanam.

Gempa di Taiwan, 18 Orang Masih Hilang

Petani bawang putih di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Seiring berjalannya waktu, hasil keringat Hakim dan petani lain akhirnya berbuah. Kejayaan mempertahankan bawang benih lokal pun mulai berbuah manis pada 2012. Saat itu harga bawang lokal sempat cukup tinggi hingga Rp35 ribu per kilogram. Namun keadaan itu tak berjalan lama, karena lagi-lagi harga bawang putih kembali anjlok.

"Saya masih ingat sepuluh hari setelah harga tinggi langsung anjlok Rp1.000 sampai Rp3.000 per kilogram dan petani kembali merugi," ujarnya.

Hakim akhirnya bernapas lega memasuki tahun 2016. Desa Adipuro yang berketinggian 1.800 Mdpl itu mulai dilirik sebagai percontohan produksi serta pembibitan bawang putih lokal. Sejumlah program pemerintah serta beberapa importir masuk untuk mendampingi para petani menanam bibit lokal jenis Lumbu Kuning.

"Sejak 2016 Desa Adipuro jadi sentra bawang putih lokal binaan Bank Indonesia hingga 2019. Mereka awal mengembangkan 1,2 hektare dengan bibit lokal 700 kilogram pada musim tanam pertama. Setelah berhasil di musim kedua kita diberi bantuan 1,4 ton benih bawang putih," ujarnya.

Sejak saat itu, kelompok tani yang dipimpin Hakim bisa berjaya karena menjadi sentra bawang putih lokal di Magelang. Apalagi dengan kerja sama itu, petani dibantu untuk mendapatkan benih, pupuk, saprodi hingga pemasarannya. Mereka bahkan sanggup membangun gudang benih secara swadaya dan bantuan Bank Indonesia.

Pada panen raya Februari-Juni 2018, para petai mendapatkan benih lokal mencapai 150 ton. Benih itu bahkan sempat dikirim ke petani wilayah Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, hingga sentra bawang putih lain di Jawa Tegah seperti Wonosobo dan Boyolali.

"Ini ada permintaan Sumatera Utara sebanyak 23 ton tapi barangnya sudah habis. Malah tahun 2019 jumlah permintaan benih lokal kita mencapai 500 ton," katanya. Baca: Benih Bawang Putih asal Taiwan Rekomendasi Pemerintah Gagal Panen (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya