Kesal Neraca Dagang Tekor Terus, Jokowi: Bodoh Banget Kita

Presiden Joko Widodo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Presiden Joko Widodo meluapkan kekesalannya dalam acara rapat koordinasi investasi yang diselenggarakan Badan Koordinasi Penanaman Modal di Tangerang, Banten, Selasa kemarin, 12 Maret 2019. Ia kecewa defisit neraca perdagangan Indonesia dan defisit transaksi berjalan sudah berpuluh tahun membebani negara.

Sukanto Tanoto Disiapkan Lahan Investasi di IKN, Initip Gurita Bisnisnya

Padahal, menurut Jokowi, kuncinya dengan investasi dan ekspor. Dua aspek itu juga yang menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Tahu kesalahan kita, tahu kekurangan kita, rupiahnya berapa defisit kita tahu. Kok tidak diselesaikan, bodoh banget kita kalau seperti ini," kata Jokowi.

Jokowi Ajak Relawan dan Menteri Nobar Semifinal Timnas U-23 di Istana

Ia mengatakan, karena ekspor adalah kunci pertumbuhan ekonomi, maka seluruh industri yang berorientasi ekspor maupun industri yang melalukan hilirisasi harus dipermudah dalam perizinannya. Misalnya, kata Jokowi, industri Petrokimia juga harus diberi insentif seperti tax holiday.

"Kita sudah sampaikan ke Menkeu, kalau ada industri petrokimia (minta izin) tutup mata, beri tax holiday. Dan tak perlu pikir lama-lama, dari pada kita defisit," katanya.

Prabowo Aktif Temani Jokowi, Pakar Politik: Menandakan Transisi Pemindahan Berjalan Mulus

Jokowi mengatakan, Indonesia dari sisi investasi dan ekspor sudah ditinggal oleh negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ia menegaskan, ke depan Indonesia tidak boleh terus ditinggal dengan negara lain seperti Kamboja maupun Laos karena Indonesia memiliki kekuatan yang besar.

"Kita 2, 3 tahun ini sudah banyak kemajuan dalam mendorong investasi. Peringkat investasi kita sejak 2017, kita sudah masuk dalam peringkat negara layak investasi. Investment grade," katanya.

Untuk itu, Jokowi menekankan, hal ini adalah poin penting yang harus dimanfaatkan. Peringkat layak investasi Indonesia itu diperoleh dari tiga lembaga pemeringkat internasional yaitu, Standard and Poors (S&P), Moodys dan Fitch.

"Ini modal besar namun kalau tidak kita manfaatkan ya percuma modal yang kita dapatkan ini," ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya