Kementerian Perindustrian Bantah RI Alami Deindustrialisasi

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar.
Sumber :
  • Dokumentasi Kementerian Perindustrian.

VIVA – Kementerian Perindustrian menegaskan, kontribusi industri khususnya manufaktur Indonesia sebagai penopang perekonomian masih cukup besar. Hal ini disampaikan untuk membantah pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam debat capres final, Sabtu pekan lalu. 

Ditanya Gabung Kabinet Prabowo, Anies Bungkam karena Takut Dibilang Geer

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar menyebutkan, kontribusi industri itu terlihat melalui pertumbuhan sektor, peningkatan investasi, penambahan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor.

“Gejala deindustrialisasi itu ketika kontribusi industri terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sangat rendah, artinya menurun drastis. Apalagi industrinya semakin tumbuh dan investasi terus jalan," katanya dikutip dalam keterangan resmi Kemenperin, Senin 15 April 2019.

Ditolak Gelora Masuk Koalisi Prabowo, PKS Lempar Sindiran Menohok: Aduh, Partai Nol Koma

Kemenperin mencatat, kontribusi industri manufaktur pada PDB nasional berada di angka 20 persen. Kondisi ini menjadikan Indonesia berada di peringkat ke-5 di antara negara G-20, setelah China sebesar 29,3 persen, Korea Selatan 27,6 persen, Jepang 21 persen dan Jerman 20,7 persen. 

Padahal, lanjut Haris, rata-rata kontribusi sektor manufaktur dunia saat ini hanya sebesar 17 persen. Karena itu, industri manufaktur menjadi sektor andalan dalam penerimaan negara.

Prabowo Aktif Temani Jokowi, Pakar Politik: Menandakan Transisi Pemindahan Berjalan Mulus

"Hal ini pula yang menjadi perhatian pemerintah untuk semakin menggenjot hiliriasi industri," imbuhnya. 

Dia mengungkapkan, Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur industri di dalam negeri melalui peningkatan investasi, yang juga bertujuan untuk mensubstitusi produk impor. Investasi di sektor industri manufaktur pada 2014  tercatat sebesar Rp195,74 triliun, kemudian naik menjadi Rp226,18 triliun di tahun 2018. Menurutnya, hal ini pun mencerminkan iklim investasi di Indonesia terbilang kondusif.  

Lebih lanjut menurutnya, dari penanaman modal tersebut, membawa efek berantai bagi pertumbuhan sektor industri baik skala besar dan sedang maupun skala kecil.

Pada periode 2014-2017, terjadi penambahan populasi industri besar dan sedang, dari 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha. Sementara itu di sektor industri kecil, pada periode itu bertambah dari 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha. 

Dampak positif lainnya adalah terbukanya lapangan pekerjaan yang luas. Hingga saat ini, sektor industri telah menyerap tenaga kerja sebanyak 18,25 juta orang. Jumlah tersebut naik 17,4 persen dibanding 2015 di angka 15,54 juta orang.

"Selain itu, industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai ekspor nasional hingga 73 persen," imbuhnya.

Nilai ekspor industri pengolahan nonmigas pun diproyeksi menembus US$130,74 miliar pada 2018. Target ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebesar US$125,10 miliar. Apalagi, adanya peta jalan Making Indonesia 4.0, menandakan kesiapan Indonesia dalam upaya pengembangan industri nasional agar lebih berdaya saing global di era digital. 

“Aspirasi besarnya adalah menjadikan Indonesia masuk jajaran negara 10 besar dengan perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030. Kami juga optimistis, Indonesia peringkat ke-4 di tahun 2045,” ujar Haris. (lis)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya