Angkutan Umum Minta Tarif Dinaikkan, Kemenhub: Tak Boleh

Angkutan bus di Terminal Induk Bekasi, Bekasi, Jawa Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Risky Andrianto

VIVA – Pandemi Virus Corona atau COVID-19 yang terjadi saat ini menghantam bisnis angkutan umum di Indonesia. Sebab pendapatan mereka anjlok karena kapasitas penumpang dibatasi guna mencegah penyebaran virus tersebut. 

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Sejumlah pengelola angkutan umum khususnya bus antar kota antar provinsi (AKAP) pun meminta pemerintah menaikkan tarif. Hal itu guna mengkompensasi turunnya pendapatan tersebut, sehingga bisnis mereka bisa bertahan di tengah pandemi ini.

Menanggapi hal tersebut Kementerian Perhubungan telah menerbitkan SE 11 Tahun 2020, tentang Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Transportasi Darat Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Untuk Mencegah Penyebaran COVID-19. Dalam aturan itu, batas penumpang yang diatur diperbolehkan menjadi 70 persen dari kapasitas angkut.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Dengan demikian, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi menegaskan, para pengusaha angkutan umum sudah balik modal. Karena itu, seharusnya tidak ada potensi kenaikan tarif.

"Sesuai arahan pak menteri perhubungan (Budi Karya Sumadi), angkutan umum tidak boleh naik tarif," jelasnya dikutip VIVA, Kamis 18 Juni 2020.

Pakar Imbau, Waspadai Pandemi Disease X, Mematikan Dibanding COVID-19

Budi menjelaskan, surat edaran itu juga akan berlaku mulai 1 Juli 2020 dan penyelenggaraan transportasi darat pada masa adaptasi kebiasaan baru dilakukan melalui beberapa tahapan fase. Masyarakat yang akan melakukan perjalanan tetap menerapkan protokol kesehatan.

"Surat Edaran dari Gugus Tugas masih berlaku, dan kita semua mengacu ke sana. Kemudian penumpangnya wajib pakai masker selama perjalanan, menerapkan protokol kesehatan, dan memenuhi ketentuan lain yang dipersyaratkan," imbuhnya.

Sebelumnya, Budi pun telah memantau kepatuhan para operator bus menjalankan aturan itu. Tak hanya itu operasional angkutan lain sebagai ojek online pun terus dipantau.

"Saya lihat tidak begitu banyak masyarakat yang melakukan perjalanan, mengapa demikian, saya kira salah satu sebabnya adalah memang untuk keluar atau masuk DKI Jakarta harus memiliki SIKM sebagaimana Pergub. No. 47 Tahun 2020," lanjutnya.

Pantau berita terkini di VIVA terkait Virus Corona

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya