Logo DW

Jerman Hadapi Medan Baru Perang Melawan Terorisme

picture-alliance/dpa/F. Kästle
picture-alliance/dpa/F. Kästle
Sumber :
  • dw

Numan Özer, advokat yang sekaligus aktivis anti radikalisme, juga meyakini bahwa narapidana merupakan sasaran empuk buat "rekrutmen anggota" para jihadis. Sejak 2015 dia secara rutin menyambangi berbagai lapas di NRW dan berbicara dengan napi bergama Islam.

"Secara emosional, para napi ini ibarat berada di dasar lubang," kata dia. Sebab itu mereka cenderung lebih mudah dipengaruhi dengan ideologi radikal yang menempatkan negara sebagai sumber semua masalah mereka. Terkadang, kata Özer, tindak kejahatan dibenarkan dengan dalil agama.

Menurutnya pria-pria muda yang masuk ke penjara berada dalam situasi pelik. Mereka kerap merasa kebingungan, agresif dan kehilangan arah hidup. "Dengan begitu kaum jihadis akan sangat mudah merekrut mereka," kata Özer.

Krisis Identitas Berujung Terorisme

Hal ini coba dicegah oleh cendikawan muda Islam asal Jerman, Mustafa Doymus dan Mehmet Bilekli. Sejak 2016 keduanya bertugas atas perintah Kementerian Kehakiman untuk mendidik sekitar 3000 tenaga sipir agar lebih sensitif menghadapi penyebaran ideologi radikal.

Hilangnya kebebasan memicu krisis kepercayaan diri pada para narapidana dan "membuat sebagian menjadi filsuf," kata Doymus. Tidak jarang yang lantas mempertanyakan makna kehidupan dan mencari jawaban pada agama.

Di bawah arahan Doymus dan Bilekli, para sipir diharapkan akan lebih peka terhadap gejala dini radikalisme, semisal ketika menemukan tulisan atau buku-buku tertentu di dalam sel narapidana. Karena menurut Kementerian Kehakiman, saat ini terdapat jejaring teror yang fokus mendorong radikalisasi di penjara dengan mengirimkan hadiah atau surat kepada narapidana.