Kaleidoskop 2021: Kudeta Militer Myanmar Hingga Nasib Aung San Suu Kyi

Aksi protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa, 2 Maret 2021.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Pada 1 Februari 2021, militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemimpin sipil Aung San Suu Kyi setelah muncul dugaan kecurangan pada pemilu 2020 dan ketegangan politik di negara tersebut. Militer menangkap Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah besar pejabat dan pemimpin partai berkuasa dalam penggerebekan dini hari.

Gelombang Panas di Myanmar Capai 48 Derajat Celcius

Penangkapan ini dipicu ketegangan yang meningkat antara pemerintah sipil dan militer. Pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengambilalih pemerintahan, dan menyatakan status darurat selama setahun.

Militer mengklaim partai Aung San Suu Kyi melakukan kecurangan dalam pemilu. Partai yang dipimpin Suu Kyi, NLD, menang telak dalam pemilihan November lalu, mengalahkan partai pro-militer. Komisi pemilu pada saat itu dan pengawas internasional menyebutkan bahwa tudingan militer tidak benar.

Panas Ekstrem Hingga 45 Derajat Celcius, Filipina dan Bangladesh Tutup Ribuan Sekolah

Ketika itu, militer menduduki Balai Kota di kota utama Yangon sekaligus mengontrol data internet seluler, serta layanan telepon. Warga melaporkan koneksi internet hilang. Negara di Asia Tenggara itu terjerumus dalam kekacauan sejak kudeta, di mana aksi protes berlangsung setiap hari, pemberontakan marak di kawasan perbatasan dan aksi mogok meluas sehingga menyebabkan ekonomi Myanmar rusak parah.

Berikut ini pergolakan politik yang terjadi di Myanmar usai kudeta militer, yang dirangkum VIVA dalam Kaleidoskop 2021.

5 Angkatan Laut dengan Armada Terbanyak di Asia Tenggara, Posisi Indonesia Mencengangkan

Kekerasan militer semakin menjadi-jadi

Polisi di Myanmar menerjang barikade para demonstran kecam junta militer

Photo :
  • Twitter @AungMyo4

Aksi protes menentang kudeta militer digelar setiap hari di seluruh Myanmar. Puluhan ribu warga turun ke jalan-jalan di Yangon dan kota-kota lainnya di Myanmar, sejak kudeta terjadi. Pascakudeta, militer semakin represif terhadap warga sipil dan penentang kudeta di Myanmar. Kekerasan militer terhadap warga sipil semakin menjadi-jadi.

Militer telah menanggapi aksi protes anti-kudeta oleh pendukung pro-demokrasi di kota-kota besar dan kecil dengan kekerasan. Unjuk rasa harian oleh warga sipil tak bersenjata telah disambut dengan gas air mata, peluru karet, dan senjata tajam.

Sementara di daerah perbatasan telah terjadi peningkatan pertempuran antara tentara dan pemberontak etnis dan pasukan milisi yang baru dibentuk.

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 1.100 orang tewas, dan 9.000 demonstran ditangkap setelah militer melakukan intervensi terhadap massa antikudeta dan kelompok pemberontak. 

Pemimpin junta militer jadi perdana menteri

Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing

Photo :
  • Channel News Asia (File photo: AFP/YE AUNG THU)

Pada 1 Agustus 2021, pemimpin militer Myanmar, Min Aung Hlaing, mendeklarasikan dirinya sebagai perdana menteri, dan akan memimpin negara itu di bawah keadaan darurat sampai pemilihan umum diadakan dalam dua tahun. 

Pengumuman itu merupakan perubahan dari pernyataan ketika militer menggulingkan Aung San Suu Kyi enam bulan lalu yang menyatakan akan segera menyerahkan kekuasaan dan menggelar pemilu.

Dia mengatakan keadaan darurat militer akan mencapai tujuannya pada Agustus 2023. Dalam pengumuman terpisah, pemerintah militer menyebut dirinya "pemerintah sementara" dan Min Aung Hlaing sebagai perdana menteri. Pengumuman jenderal itu akan menempatkan Myanmar dalam cengkeraman militer selama hampir dua setengah tahun, bukan satu tahun pertama sebagaimana diumumkan junta beberapa hari setelah kudeta.

Aung San Suu Kyi dihukum empat tahun penjara

Aung San Suu Kyi.

Photo :
  • Istimewa

Sejumlah kasus korupsi telah didakwakan terhadap pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi. Berikut ini adalah beberapa rincian tentang kasus-kasus hukum yang dikenakan terhadap wanita berusia 75 tahun itu, yang diajukan di pengadilan di kota terbesar Yangon dan ibu kota Naypyitaw. Tim hukum Suu Kyi, telah menolak tuduhan-tuduhan tersebut.

Tuduhan itu antara lain, pelanggaran aturan protokol kesehatan terkait pandemi virus corona saat kampanye pemilu partai pendukung Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), pada September 2020. Pada kasus ini Pengadilan Myanmar telah menjatuhkan hukuman masing-masing dua tahun penjara untuk dua tuduhan kepada Aung San Suu Kyi, menurut Juru Bicara Militer Myanmar, Zaw Min Tun, Senin 6 Desember 2021.

Adapula pelanggaran kepemilikan walkie-talkie tanpa izin dan satu set alat pengacau sinyal pada Februari yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Ekspor dan Impor Pasal 8 serta Undang-Undang Telekomunikasi Pasal 67.

Suu Kyi juga didakwa niat untuk menghasut, setelah partai pendukung Suu Kyi mengirim surat pada Februari 2021 kepada organisasi-organisasi internasional yang meminta mereka untuk tidak bekerja sama dengan junta. Untuk kasus ini Suu Kyi dianggap melanggar Pasal 505 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) Myanmar, serta kasus pelanggaran yang tidak diungkapkan, yakni pelanggaran Undang-Undang Rahasia Negara (Official Secrets Act).

Suu Kyi juga dituding melakukan korupsi. Militer menemukan penyalahgunaan tanah untuk Yayasan Daw Khin Kyi yang dipimpin oleh Suu Kyi dan penerimaan dana 600.000 dolar AS dan emas 11,4 kilogram dari mantan menteri utama Yangon saat menjabat. Terkait tuduhan kasus ini, Suu Kyi dianggap melanggar Undang-Undang Anti Korupsi bagian 55.


Myanmar dikucilkan ASEAN

Presiden China, Xi Jinping, bersama para pemimpin Asean menggelar KTT virtual.

Photo :
  • Tangkapan layar KTT China dan Asean.

Kudeta yang dilakukan oleh junta militer mendorong beberapa negara ASEAN menyerukan pihak-pihak yang terkait pengambilalihan kekuasaan di Myanmar untuk menyelesaikan sengketa melalui "mekanisme hukum" dan "dialog yang damai". Indonesia, Malaysia, dan Singapura meminta junta militer menjunjung prinsip-prinsip demokrasi.

Komunitas internasional pun menekan ASEAN supaya lebih kuat meminta Myanmar menghentikan konflik di negara itu. Tindakan kekerasan militer terhadap warga sipil yang menentang kudeta telah menyebabkan korban tewas ribuan orang.

Pada April, junta militer menerima lima konsesus dalam pertemuan ASEAN yang membahas konflik Myanmar. Di antaranya mengimbau dihentikannya  kekerasan di Myanmar dan dilakukan dialog konstruktif antara semua pihak terkait untuk mencari solusi damai demi kepentingan rakyat. 

Namun, junta militer Myanmar dianggap gagal mengakhiri kekerasan dan membuka dialog dengan lawan-lawannya. Untuk menekan Myanmar, ASEAN memutuskan tidak mengundang Myanmar dalam KTT ASEAN ke-38 dan 39 pada Oktober 2021, dan meminta negara itu menyelesaikan masalah dalam negerinya terlebih dahulu.

Indonesia tidak mengundang Myanmar dalam Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 yang diselenggarakan pada 9 Desember 2021, karena negara itu dipandang belum memiliki pemerintahan definitif sejak kudeta militer.

 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya