Sulitnya Pembalut dan Air, Wanita Palestina Pilih Minum Pil Penunda Menstruasi

Wanita-wanita Palestina
Sumber :
  • The National

VIVA Dunia – Kebutuhan dan kebersihan menstruasi seharusnya menjadi hak setiap wanita yang mengalaminya. Namun, berbeda dengan para wanita di Palestina.

Hubungan Israel-Arab Saudi Alot, Menlu AS Temui Pangeran MBS

Banyak wanita Palestina terpaksa meminum pil penunda menstruasi karena kondisi yang menyedihkan dan tak sehat yang mereka alami akibat serangan Israel yang terus berlanjut di Gaza

Menghadapi pengungsian, kondisi tempat tinggal yang terlalu padat, dan kurangnya akses terhadap air bersih dan produk kebersihan menstruasi seperti pembalut wanita dan tampon, para perempuan telah mengonsumsi tablet norethisterone, yang biasanya diresepkan untuk kondisi seperti perdarahan menstruasi yang parah, endometriosis, dan nyeri haid, untuk menghindari  rasa tidak nyaman dan nyeri saat menstruasi.

Hizbullah Tembakan Puluhan Rudal ke Pemukiman di Perbatasan Israel

Potret Pemakaman Warga Kristen Palestina usai Gereja Dibom Israel,

Photo :
  • NPR

Menurut Dr Walid Abu Hatab, seorang konsultan medis kebidanan dan ginekologi di Nasser Medical Complex di selatan kota Khan Younis, tablet tersebut menjaga kadar hormon progesteron tetap tinggi untuk menghentikan rahim melepaskan lapisannya, sehingga menunda menstruasi. 

Kemalangan di Gaza, Warga Palestina Minum Air Tidak Layak Konsumsi

Pil tersebut mungkin memiliki efek samping seperti pendarahan vagina yang tidak teratur, mual, perubahan siklus menstruasi, pusing dan perubahan suasana hati, menurut para profesional medis, namun beberapa wanita seperti Salma Khaled, mengatakan mereka tidak punya pilihan selain mengambil risiko di tengah gencarnya pemboman dan blokade Israel di Gaza.

Salma meninggalkan rumahnya di lingkungan Tel al-Hawa di Kota Gaza dua minggu lalu dan tinggal di rumah kerabatnya di kamp pengungsi Deir el-Balah di Gaza tengah. 

Wanita berusia 41 tahun ini mengatakan bahwa dia terus-menerus berada dalam ketakutan, ketidaknyamanan dan depresi, yang berdampak buruk pada siklus menstruasinya. “Saya mengalami hari-hari tersulit dalam hidup saya selama perang ini,” kata Salma, melansir Al Jazeera, Rabu, 1 November 2022. 

"Saya menstruasi dua kali dalam bulan ini, yang sangat tidak teratur bagi saya dan mengalami pendarahan hebat.” 

Salma mengatakan tidak tersedia cukup pembalut di beberapa toko dan apotek yang masih buka. Sementara itu, berbagi rumah dengan puluhan kerabat di tengah kekurangan air telah membuat kebersihan rutin menjadi sebuah kemewahan bahkan terkadang terdengar mustahil. 

Penggunaan kamar mandi harus dijatah, dan mandi dibatasi beberapa hari sekali. Apotek dan toko sama-sama menghadapi berkurangnya persediaan karena pengepungan total yang diberlakukan oleh Israel menyusul serangan oleh sayap bersenjata kelompok Palestina, Hamas.

Selain itu, pemboman Israel terhadap jalan-jalan utama di Jalur Gaza telah membuat pengangkutan produk-produk medis menjadi terhambat, menurut Abu Hatab. 

Tanpa sarana yang layak, Salma memutuskan untuk mencoba mencari pil agar tidak menstruasi.

Meskipun pembalut wanita yang banyak diminati sulit ditemukan, tablet penunda menstruasi umumnya lebih banyak tersedia di beberapa apotek karena jarang digunakan.

Lebih dari 1,4 juta orang menjadi pengungsi internal di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, hidup dalam kondisi yang sempit dan tidak higienis di sekolah-sekolah yang dikelola PBB dan di ruang yang penuh sesak dengan keluarga angkat atau kerabat, sehingga tidak ada ruang untuk privasi. 

Dampak serangan Israel yang mana telah memasuki hari ke-25 sangat menyedihkan. 

Lebih dari 8.500 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. 

Peringatan berulang-ulang yang diberikan oleh militer Israel kepada penduduk untuk meninggalkan Gaza utara dan Kota Gaza telah menyebabkan kota-kota di tengah dan selatan wilayah tersebut membengkak jumlahnya, namun serangan udara terus menghantam Jalur Gaza selatan.

Wanita-wanita Palestina

Photo :
  • The National

Menurut Nevin Adnan, seorang psikolog dan pekerja sosial yang berbasis di Kota Gaza, perempuan biasanya mengalami gejala psikologis dan fisik pada hari-hari sebelum dan selama menstruasi, seperti perubahan suasana hati dan nyeri perut bagian bawah dan punggung. 

Gejala-gejala ini dapat memburuk pada saat stres seperti perang yang sedang berlangsung, menurut Adnan. “Perpindahan menyebabkan stres yang ekstrim dan itu mempengaruhi tubuh wanita serta hormonnya,” jelasnya. 

"Bisa juga terjadi peningkatan gejala fisik yang berhubungan dengan menstruasi, seperti sakit perut dan punggung, sembelit dan kembung,” ujarnya. Wanita mungkin mengalami insomnia, rasa gugup terus-menerus, dan ketegangan ekstrem, tambah Adnan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya