Dua Bos Gurandil Emas Ilegal di Cokok Polisi

Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Muhammad Joni menunjukkan barang bukti penambangan ilegal.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhammad AR

VIVA – Satuan Tugas Penambangan Tanpa Izin (Satgas Peti) Polri meringkus MAR (24) dan ATA (33), dua pelaku tindak pidana penambangan ilegal pada hari ini, Senin, 13 Januari 2020. Keduanya ditangkap sebagai tindak lanjut dari penyelidikan penyebab banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Lebak, Banten.

Pemkab Garut Berlakukan Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi Selama 14 Hari

"Mereka ditangkap saat sedang beroperasi di lubang gurandil atau galian emas liar," kata Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Muhammad Joni.

Joni menuturkan, pihaknya tengah melakukan pemantauan di daerah Bogor Barat terkait adanya dugaan tindak pidana penambangan emas liar. Kemudian, ia melihat adanya aktivitas penambangan yang mencurigakan. 

Ibu dan Dua Anak Tertimbun Longsor di Garut, Petugas Kesulitan Lakukan Evakuasi

"Lalu kami langsung amankan para pelaku," ujar Joni.

Saat diperiksa, MAR dan ATA mengaku menambang tanpa izin, serta tak memiliki dokumen IU atau IUPK dan IPR pada tiga lokasi, yakni Gunung Puntang, lubang Cingalang dan lubang Cisapon di Desa Banyuresmi, Cigudeg, Bogor.

Garap Areal Kuburan, Sejumlah Alat Tambang Emas Ilegal Dibakar Massa

Polisi pun menyita 80 karung bahan emas, 70 buah gelundung alat pengolah emas, lima buah mesin penggerak alat pengolah emas, lima buah poli, dua buah tabung gas ukuran 50 Kg, dua buah tabung gas ukuran 3 Kg, dua buah alat pengolah emas gembosan, satu buah alat timbangan, dan setengah karung kowi, serta uang tunai senilai Rp1.600.000.

"MAR dan ATA ini adalah orang yang jadi pemodal, termasuk yang melakukan pengolahan yang dia mempunyai masing-masing lubang, maksudnya mempunyai lubang tambangnya di dua lokasi berbeda tapi di desa tersebut," kata Joni.

Tambangnya sendiri dari lokasi tempat pengolahan berjarak cukup jauh, tepat berada di atas pegunungan. Akses jalan hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama empat jam. Para gurandil membuat lubang, di mana setiap lubang mempekerjakan 40 orang. Para pekerja diberi upah harian Rp100.000.

"Mereka bisa berhari-hari bahkan berbulan karena sebelum dapat hasil mereka enggak pulang. Maka sebelum ke sana, mereka membawa genset, peralatan lain-lain, menginap di sana mendirikan tenda," jelas Joni. 

Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 158 Jo Pasal 37 dan atau Pasal 161 UU Republik Indonesia No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya