Reaksi Bappenas Saat RI Dianggap Jadi Negara 'Upper Middle Income'

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa di Kantornya.
Sumber :
  • VIVAnews/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – World Trade Organization atau WTO telah mengeluarkan China, India, dan Indonesia, dari daftar negara berkembang yang menerima perlakuan diferensial khusus atau special differential treatment (SDT).

Kemenpora: Proses Transisi Pemerintahan Harus Diisi Gagasan Segar Anak Muda

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa berpendapat, hal itu karena Indonesia dianggap telah 'graduate' dari lower middle income country menjadi upper middle income country.

"Jadi upper middle income itu (angka PDB Indonesia) sudah di atas US$4.000-an (per kapita)," kata Suharso di kantornya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin 24 Februari 2020.

Pemprov DKI Jakarta Raih Penghargaan 3 Provinsi Terbaik, Wujudkan Kota Berketahanan

Suharso mengakui, dengan anggapan seperti itu, pada akhirnya Indonesia akan menerima dua akibat. Yakni, akibat yang menguntungkan maupun akibat yang kurang menguntungkan.

Sebab, lanjut Suharso, dari sisi fasilitas-fasilitas pembiayaan, nantinya Indonesia akan memperoleh perlakuan yang tidak sama lagi sebagaimana saat kelasnya masih dianggap sebagai negara lower middle income.

Buka Musrenbangnas 2024, Jokowi Ingatkan Pemerintah Daerah Harus Seirama dengan Pusat

"Tapi mudah-mudahan kita bisa punya argumentasi yang kuat, sehingga kita masih bisa mendapatkan fasilitas yang lebih murah dan lebih fleksibel," ujarnya.

Diketahui, keputusan WTO mengeluarkan China, India, dan Indonesia dari daftar negara berkembang yang menerima perlakuan diferensial khusus atau SDT tersebut, ditengarai merupakan dampak dari kritik yang sempat dilontarkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Trump sebelumnya sempat mengkritisi mengenai negara-negara ekonomi besar, seperti China dan India, yang dikategorikan sebagai negara berkembang sehingga sebelumnya dinilai berhak mendapat preferensi khusus dalam aspek perdagangan di WTO.

Menurut Trump, hal itu tidak adil, mengingat negara-negara yang dikritiknya itu menyandang status negara berkembang, dan nyatanya masih memperoleh pemotongan bea masuk dan bantuan lainnya dalam aktivitas ekspor dan impor yang dilakukan.

Ilustrasi kemiskinan.

PR Pemerintah: Angka Kemiskinan Masih Jauh dari Target RPJMN 2020-2024

Pemerintah Indonesia masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) untuk menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024.

img_title
VIVA.co.id
15 Mei 2024