Curigai Lahan Milik Wihara yang Hilang, Akademisi Ajukan Amici Curiae ke PT DKI

Perayaan Tahun Baru China di Vihara Amurva Bhumi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

Jakarta – Prihatin atas putusan pengadilan negeri Jakarta Selatan yang dinilai tidak adil terhadap Wihara Amurva Bhumi, Jl. Dr Satrio, Jakarta Selatan, sejumlah guru besar dan dosen dari berbagai perguruan tinggi menyampaikan pendapat hukum yang dikenal dengan istilah Amici Curiae ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Total ada 31 akademisi yang mengajukan Amici Curiae. 

Hakim Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Kode Etik Meski Punya Jabatan di Asosiasi Pengajar HTN

Mereka tergabung dalam sejumlah perkumpulan, yakni Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham Indonesia), Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, Universitas Gajah Mada, Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Brawijaya, Metajuridika, Fakultas Hukum Universitas Mataram. Sejumlah nama terkenal seperti Prof. Sulistyowati Irianto, dan Prof. Deny Indrayana tergabung dalam kelompok ini. 

Amici Curiae yang ditandatangani 14 Agustus 2023 ini bertolak dari keluarnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 761/ pdt.g/2022/PN.J kt.Sel. Putusan itu memenangkan PT Danataru (penggugat) atas konflik sebidang tanah seluas 462 m2 yang menjadi akses masuk menuju Wihara Amurva Bhumi (tergugat). 

Dibaca 43 Juta Kali, Cerita The Perfect Strangers Ternyata Terinspirasi dari Sopir Taksi

Majelis hakim bahkan menghukum Wihara sebesar Rp 1.386.000.000,-  dan uang paksa Rp 200.000 bagi setiap keterlambatan pembayaran. 

Yusril, Otto hingga Hotman Paris Temui Prabowo Subianto, Lapor Hasil Sengketa Pilpres 2024

“Vihara adalah rumah ibadah, Rumah Tuhan. Penggunaannya  bukan untuk kepentingan komersial. Kok majelis hakim pakai pertimbangan bisnis, untung rugi?” ujar Widodo Dwi Putro, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Dalam amar putusan majelis hakim, alas hak pihak penggugat adalah sertifikat Hak Guna Bangunan No. 298/ Desa Karet Semanggu atas nama Penggugat berdasarkan Surat Ukur No. 567/1998 tanggal 19 Februari 1998. 

Klaim tersebut dinilai janggal oleh kuasa hukum Wihara, Marcella Santoso. Menurutnya, Wihara Amurva Bhumi atau dulu disebut Vihara Hok Tek Tjeng Sin, telah ada sejak tahun 1925.

Sedangkan HGB pihak penggugat baru terbit tahun 1998. Tanah yang menjadi jalan umum menuju Vihara itu adalah pemberian dari masyarakat dan di kanan kiri jalan sejak tahun 1990 berdiri tembok beton setinggi 3 meter sejak tahun 1990. Dalam amici curiae, para akademisi mengingatkan bahwa dalam SK pemberian HGB tercantum larangan menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari akses jalan umum.

“Dari berbagai kejanggalan, patut diduga bahwa ada mafia tanah yang berusaha mengusai tanah milik rumah ibadah Wihara Amurva Bhumi,” pungkas Widodo Dwi Putro.

Para akademisi menegaskan bahwa Amici Curiae ini tidak bermaksud untuk mengintervensi putusan majelis hakim, namun membantu meningkatkan kualitas putusan, khususnya di tingkat banding. 

Untuk Indonesia, Amici Curiae bukanlah hal baru. Beberapa kasus fenomenal yang menggunakan Amici Curiae antara lain kasus Prita Mulyasari, Upi Asmarandhana, dan Peninjauan Kembali (PK) Majalah Time versus Soeharto, kasus perlindungan Gunung Kendeng (Gugatan Tata Usaha Negara), kasus gugatan perdata terhadap Basuki Wasis (Dosen IPB) dan Kasus PK Baiq Nuril Maknun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya