Awas, Bumbu Dapur Berzat Kimia Beredar di Jakarta

Polisi perlihatkan ketumbar dan lada berkimia di Polda Metro Jaya.
Sumber :
  • Bayu Nugraha - VIVA.co.id

VIVA.co.id – Petugas dari Sub Direktorat Industri Perdagangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menggerebek pabrik yang mengelola, mengedarkan, dan memasarkan hasil perkebunan berupa ketumbar dan lada yang bercampur zat kimia berbahaya di Pergudangan Kosambi Permai, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang.

198 Karung Ketumbar Mengandung Bahan Kimia H2O2 Disita

"Pelaku mencampurkan zat kimia hidrogen peroksida dan sodium bicarbonate (baking soda/soda kue) sehingga tampilannya menjadi lebih putih dan bersih yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, selanjutnya petugas mengamankan barang bukti dan saksi-saksi," kata Kasubdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Agung Marlianto, Kamis 10 Maret 2016.

Agung menambahkan, tujuan pelaku mencampurkan zat berbahaya untuk meningkatkan nilai kualitas dari lada dan ketumbar tersebut, namun dengan cara yang tidak dibenarkan.

Ini Bahaya Konsumsi Lada Dicampur Pemutih Pakaian

"Untuk penggunaan tersebut sudah kami konfirmasi, melalui laboratorium forensik, dengan hasil laboratorium bahwa ditemukan kadar di atas ambang batas, dan kami coba konfirmasi kepada saksi ahli di Kementerian Pertanian bahwa ambang batasnya 0,03, sedangkan yang terkandung dalam lada maupun ketumbar tersebut 7,5 dan 0,5, jadi jauh di atas ambang batas yang telah ditentukan," katanya.

Pelaku berinisial E (44) memasarkan lada dan ketumbar berbahan bahaya tersebut, pelaku memasarkan di daerah Jabodetabek, Cirebon, Jawa Tengah, Banten, Lampung, dan Kalimantan.

Oxford United Pastikan Tiket ke Partai Playoff Menuju Divisi Championship

"Jadi mereka mendapatkan lada itu dari berbagai sumber dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, kemudian diolah di sini untuk peningkatan nilai tersebut dan dikambalikan kepada pasar-pasar di daerah tersebut," katanya.

 Agung menuturkan, pelaku sudah melakukan aksinya sejak 2008 dengan omzet Rp100 juta per bulan. "Cukup lama," ujarnya.

Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 110 UU RI No 39 Tahun 2014 tentang perkebunan dengan pidana penjara paling lama lima tahun penjara dan paling banyak Rp 5 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya