Menag Lukman Tegaskan Tak Diwajibkan Gaji PNS Dipotong Zakat

Menag Lukman Hakim Saifuddin saat tinjau proses percetakan Mushaf Alquran.
Sumber :
  • Muhamad AR

VIVA – Rencana pemerintah yang akan memotong gaji Aparatur Sipil Negara, atau Pegawai Negeri Sipil Muslim sebesar 2,5 persen untuk zakat heboh diperbincangkan publik saat ini. Kementerian Agama pun mengklarifikasi masalah ini. 

Penghulu dan Penyuluh Dilibatkan Sebagai Aktor Resolusi Konflik Berdimensi Agama

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, tidak ada klausal 'kewajiban' dalam rencana penerbitan regulasi tentang optimalisasi penghimpunan zakat Aparatur Sipil Negara (ASN) Muslim itu. Kebijakan ini adalah fasilitas yang diberikan pemerintah bagi aparaturnya yang ingin menunaikan kewajibannya sebagai muslim.

“Yang perlu digarisbawahi, tidak ada kata kewajiban. Yang ada, pemerintah memfasilitasi, khususnya ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat. Zakat adalah kewajiban agama,” tegas Lukman di kantornya, Jakarta, Rabu 7 Februari 2018.

Peringatan Penting, Hati-Hati dengan Penawaran Haji Tidak Resmi di Media Sosial

Sejak dulu, menurut dia, Indonesia dikenal sebagai bangsa yang agamis. Karena itu, kebijakan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah yang  memfasilitasi pelayanan kebutuhan pengamalan ajaran agama.

Pelaksanaan ibadah haji misalnya, negara ikut memfasilitasi. Dalam hal puasa, negara juga memfasilitasi warganya untuk tahu kapan memulai dan mengakhirinya. Itulah kenapa ada sidang itsbat. 

Kemenag Berikan Bantuan untuk Pendidikan Islam dan Pesantren: Simak Syarat dan Ketentuannya

“Demikian halnya dengan zakat. Yang mewajibkan adalah agama. Pemerintah memfasilitasi umat muslim untuk berzakat. Dalam konteks ini, negara ingin memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan kewajibannya,” ujarnya.

Dia menjelaskan, ada dua prinsip dasar dari rancangan regulasi ini. Pertama, regulasi ini adalah fasilitasi negara, sehingga tidak ada kewajiban, apalagi paksaan. 

Bagi ASN Muslim yang keberatan gajinya disisipkan sebagai zakat, bisa menyatakan keberatannya. Sebagaimana ASN yang akan disisipkan penghasilannya sebagai zakat, juga harus menyatakan kesediaannya.

“Jadi, ada akad. Tidak serta merta pemerintah memotong atau menghimpun zakatnya,” tambahnya.

Prinsip kedua, kebijakan ini hanya berlaku bagi ASN muslim. Sebab, Pemerintah perlu memfasilitasi ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya. Kewajiban itu,tentunya bagi ASN Muslim yang pendapatannya sudah mencapai nishab atau batas minimal penghasilan yang wajib dibayarkan zakatnya.

“Mereka yang penghasilannya tidak sampai nishab, tidak wajib berzakat. Jadi, ada batas minimal penghasilan yang menjadi tolak ukur. Artinya, ini juga tidak berlaku bagi seluruh ASN Muslim,” katanya.

Secara operasional, dana zakat ini nantinya akan dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang didirikan oleh ormas Islam dan kalangan profesional lainnya. 

Zakat yang dihimpun nantinya akan digunakan untuk kemaslahatan masyarakat, baik untuk pendidikan, pesantren, madrasah, sekolah, beasiswa, rumah sakit, ekonomi umat, termasuk untuk membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya