Bimanesh Didakwa Rekayasa Medis Novanto untuk Hindari KPK

Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo mengenakan baju tahanan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA – Dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo didakwa merekayasa data medis mantan Ketua DPR Setya Novanto, saat proses penyidikan korupsi e-KTP. Rekayasa ini bertujuan, agar Novanto menjalani rawat inap di RS Medika Permata Hijau.

Menurut Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Takdir Suhan, dengan rawat inap di RS Medika Permata Hijau, maka Novanto bisa menghindari pemeriksaan penyidik KPK.

"(Terdakwa Bimanesh) melakukan, menyuruh, atau turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa atau pun saksi dalam perkara korupsi," kata Takdi membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis 8 Maret 2018.

Takdir menuturkan, Bimanesh melakukan perbuatannya bersama-sama dengan pengacara Fredrich Yunadi, yang kini juga terdakwa dalam perkara yang sama. Keduanya telah berteman sejak lama.

Mulanya, kata Takdir, Fredrich menghubungi Bimanesh yang akhirnya direalisasikan pertemuan pada 16 November 2017. Fredrich bertemu dengan Bimanesh di kediamannya di Apartemen Botanica Tiwer, Simprug, Jakarta Selatan, untuk memastikan Novanto bisa dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.

"Fredrich memberikan kepada terdakwa foto data rekam medik Setya Novanto dari RS Premier Jatinegara sebagai bahan diagnosa medis," kata Jaksa Takdir.

Setelah pertemuan berlangsung, Bimanesh menyatakan menyanggupi untuk menerima permintaan dari Fredrich. Padahal, menurut dia, Bimanesh mengetahui Novanto sedang terjerat kasus e-KTP.

Selanjutnya, Bimanesh langsung menghubungi Dokter Alia yang merupakan Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau untuk menyiapkan ruangan rawat inap VIP.

Eks Ketua MK Minta DPR Telusuri Kebenaran Isu Jokowi Intervensi Kasus Setya Novanto

Saat menghubungi Alia, Bimanesh mengaku kamar VIP tersebut untuk Novanto dengan menyebutkan diagnosa penyakit, hipertensi berat. Padahal, terdakwa belum sama sekali memeriksa fisik Novanto.

"(Kepada dr Alia) terdakwa juga menyampaikan bahwa dirinya sudah menghubungi Dokter Mohamad Thoyibi, dokter speliasis jantung dan Dokter Joko Sanyoti, dokter spesialis bedah untuk melakukan perawatan terhadap Setya Novanto," kata Jaksa Takdir.

Jokowi Buka Suara soal Ocehan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo: Kepentingannya Apa Diramaikan?

Dokter RS Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo diperiksa KPK.

Diagnosa palsu

Istana Bantah Jokowi Pernah Marahi Sudirman Said soal Setya Novanto

Tak hanya itu, Bimanesh juga meminta kepada Alia agar 'tutup mulut', sehingga Direktur RS Medika Permata Hijau, Dokter Hafil Budianto Abdulgani tidak tahu.  

"Bimanesh, kemudian memberikan telepon selulernya kepada Fredrich untuk meminta langsung kepada Alia supaya disiapkan ruang VIP dan memesan tambahan ruangan, serta perawat yang berpengalaman untuk merawat Novanto," kata Jaksa.

Mendengar permintaan dari Bimanesh dan Fredrich, Alia tetap meminta persetujuan dari Hafil Budianto Abdulgani terkait permintaan rawat inap Novanto. Dalam hal ini, Hafil meminta agar pasien tetap melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Namun, dr Alia malah menyampaikan ke dokter jaga kalau nanti di IGD akan masuk pasien bernama Novanto dengan diagnosa hipertensi berat. Padahal, tidak ada pemeriksaan awal.

Sore harinya, Fredrich menemui dokter jaga IGD saat itu, Michael Chia Cahaya, untuk dibuatkan surat pengantar rawat inap dengan diagnosa kecelakaan mobil. Tetapi, itu ditolak dr. Chia karena belum melakukan pemeriksaan. Ketika bersamaan, diketahui Novanto masih berada di DPR RI bersama sejumlah pihak.

Akhirnya, Bimanesh yang membuat surat dengan data palsu IGD. Malam harinya, Novanto alami kecelakaan, kemudian dibawa ke ruang VIP yang telah dipesannya. Bimanesh, kemudian membuang surat palsu itu, dan memerintahkan perawat untuk membuat surat baru.

Atas perbuatannya, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya