Kasus Papua, Moeldoko Sebut Ada Provokasi Supaya TNI Polri Melawan

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 18 Juni 2019.
Sumber :
  • VIVA/Eduwar Ambarita

VIVA – Rusuh di wilayah Deiyai, Papua, Barat, menewaskan seorang anggota TNI dan melukai beberapa anggota polisi. Sampai saat ini istana tak menunjukkan gejala bertindak tegas. Padahal dalam aksi-aksinya, para pendemo bahkan sudah mengibarkan bendera Bintang Kejora. Termasuk demonstrasi sejumlah pihak di depan Istana Merdeka, Rabu, 29 Agustus 2019.

Massa Gelar Aksi di Mabes Polri, Dukung Kapolri Berantas Premanisme di Muratara

Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mengatakan, dalam penyelesaian kasus seperti itu, tidak boleh tergesa-gesa.

"Kalau kita itu bermain di batas psikologi jadi kita juga harus ukur dengan baik. Kita juga enggak perlu emosional dan seterusnya. Karena nanti kalau kita ikut larut dalam emosi itu, maka langkah-langkah tindakan menjadi tidak terkontrol," ujar Moeldoko, di Gedung Bina Graha, komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu 28 Agustus 2019.

Rumah Modular Jadi Solusi Tekan Konsumsi Energi pada Bangunan, Simak Penjelasannya

Penanganan yang salah, dengan membenturkan demonstran dengan aparat keamanan menurutnya justru berbahaya. Negara bisa digiring pada skenario pihak-pihak tertentu, yang ingin mengacaukan Papua. Jika TNI dan Polri meladeni, menurut Moeldoko bisa menjadi bahan bagi provokator itu untuk menggoreng isu referendum. 

"Memang sengaja provokasi untuk itu. Tujuannya apa? Agar kita melakukan tindakan. Apalagi TNI Polri, itu sungguh sangat diharapkan. Ada korban baru digulirkan itu," ujarnya. 

Ngeri! Gelombang Panas Tewaskan 150 Ribu Orang di Seluruh Dunia

Sebelumnya kerusuhan terjadi di wilayah Deiyai, Papua, Barat, dalam unjuk rasa menuntut referendum pada Rabu 28 Agustus 2019. Dalam insiden ini, satu prajurit TNI AD meninggal dunia dan lima anggota polisi terluka parah.

Kepala Penerangan Daerah Militer XVII Cenderawasih Letkol CPL Eko Daryanto, membenarkan kalau satu prajurit TNI AD meninggal dunia. Prajurit tersebut bernama Serda Rikson. "Iya benar satu anggota kami ada yang gugur," kata Eko kepada VIVAnews, Rabu petang, 29 Agustus 2019.

Eko mengatakan, Rikson tewas ketika melakukan pengamanan aksi massa yang berujung rusuh di Deiyai. Rikson terkena anak panah dan juga terkena sabetan parang di kepala.

"Saat itu anggota kami langsung tewas seketika di lokasi," katanya.

Jenazah Rikson saat ini tengah dibawa ke Nabire dan akan disemayamkan di Rumah Sakit Nabire. Perjalanan ke Nabire ditempuh dengan jalur darat dan memakan waktu sekira lima hingga enam jam dari lokasi kejadian.

"Jenazah rencananya akan dibawa ke Jakarta besok pagi," ujarnya

Saat ini pihak TNI bersama dengan Polri masih berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian. Diharapkan kondisi dapat diatasi dan kembali kondusif. Diharapkan, kerusuhan tidak terulang lagi.

Aksi unjuk rasa di Deiyai semula berlangsung damai. Tapi tiba-tiba datang ribuan orang yang melakukan penyerangan terhadap aparat.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, akibat kejadian ini sebanyak lima orang anggota Polri alami luka akibat terkena panah dan satu anggota TNI meninggal dunia.

"Satu anggota TNI meninggal dunia dan lima anggota Polri terluka panah," kata Dedi kepada VIVAnews, Rabu, 28 Agustus 2019.

Dedi menjelaskan, awalnya ada aksi unjuk rasa yang dilakukan masyarakat berjumlah kurang lebih 150 orang. Aksi tersebut menuntut Bupati menandatangani persetujuan referendum.

Dalam proses negosiasi antara massa aksi unjuk rasa dan aparat, tiba-tiba datang ribuan masyarakat dari berbagai macam penjuru dengan membawa senjata tajam dan panah.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya