Strategi BPOM Tangkal Peredaran Obat Palsu

Ribuan obat palsu diamankan di Lombok
Sumber :
  • VIVA/ Satria Zulfikar/ Mataram

VIVA – Untuk menanggulangi masalah peredaran obat ilegal dan penyalahgunaan obat, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menerapkan kebijakan berbasis kolaboratif. Salah satunya terobosan dengan sinergisme bersama lintas sektor.

Bareskrim Selidiki Kopi Diduga Mengandung Paracetamol dan Obat Kuat

Kepala BPOM, Penny K. Lukito menjelaskan, gagasan yang diusung bersama Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melalui Gerakan Waspada Obat Ilegal (WOI) ini dilatarbelakangi maraknya peredaran obat ilegal dan palsu.

Selain itu, marak juga pemanfaatan obat-obat kedaluwarsa dan rusak. Begitu juga kemasan obat yang tak termusnahkan secara baik oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Asosiasi Industri AMDK Diminta Percayakan Penuh ke BPOM soal Label BPA

"Dan melalui pemanfaatan baik sebagai bahan baku (re-use) atau pelabelan ulang (re-labeling), dengan modus sederhana seperti perpanjangan tanggal kedaluwarsa,” kata Penny di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu, 1 September 2019.

Sebagai langkah lanjutan, Penny mengatakan bahwa di 2019 ini pihaknya juga mengusung gerakan 'Ayo Buang Sampah Obat'. Gerakan ini untuk mengedukasi masyarakat agar waspada terhadap obat ilegal dan palsu dengan cara membuang sampah obat kedaluwarsa dan rusak secara benar.

Demi Kesehatan Anak, Arist Merdeka Sirait Minta BPOM Lakukan Ini

Dia menjelaskan, berbahayanya obat kedaluwarsa atau rusak itu harus diimbangi dengan pemahaman masyarakat tentang cara membuang obat kedaluwarsa, obat sisa, obat rusak dengan benar.

"Agar hal itu tidak disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh oknum untuk membuat obat ilegal atau palsu,” ujarnya.

Diketahui, pada Juli 2019, masyarakat dikejutkan dengan adanya peredaran obat ilegal termasuk obat palsu. Peredaran obat ilegal ini bersumber dari pemanfaatan obat kedaluwarsa atau obat rusak yang dibuang sembarangan.

Hasil pengawasan BPOM menunjukkan, temuan obat ilegal termasuk obat palsu cenderung menurun. Angka menunjukkan dari 29 perkara pada 2017, menjadi 21 perkara pada 2018. Kemudian, tinggal 8 perkara pada awal tahun 2019. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya