Cak Nun Minta Pemerintah dan Habib Rizieq Dialog Empat Mata

Budayawan Emha Ainun Nadjib berbicara tentang situasi terkini politik nasional di Rumah Maiyah, Kadipiro, Kota Yogyakarta, Kamis, 25 April 2019.
Sumber :
  • VIVA/Cahyo Edi

VIVA – Budayawan Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun mendorong terwujudnya dialog empat mata antara Habib Rizieq Shihab dengan Presiden Joko Widodo. Hal itu merespons peristiwa tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) yang hingga kini muncul dua versi, Kepolisan dan FPI.

Arti dan Peran Amicus Curiae yang Diajukan Megawati dan Habib Rizieq ke MK

Dialog antarpemimpin ini penting untuk menjernihkan keruhnya permusuhan yang tidak ada habis karena tidak diurus sebabnya secara mendasar.

Menurut Cak Nun, ini momentum untuk menguji apakah bangsa Indonesia punya tokoh dengan jiwa kepemimpinan, berkecerdasan dan berkebijaksanaan pemimpin.

Hakim MK Buka Suara soal Megawati Ajukan Amicur Curiae Terkait Sengketa Pilpres 2024

"Sambil menunggu Presiden mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya enam (6) rakyatnya: Sekarang saatnya terjadi Dialog 4 mata antara Jokowi dengan Habib Riziq. Di'wali'i misalnya oleh Pak Jusuf Kalla dan Gus Mus (KH Mustofa Bisri)," tulis Cak Nun dikutip dari laman Caknun.com, Kamis, 10 Desember 2020.

Selanjutnya, terang Cak Nun, bisa disusul dialog-dialog berikutnya antar-berbagai kelompok dan stakeholders bangsa. Prinsip yang harus dicapai, kata dia, semua pihak harus dimenangkan.

Top Trending: Kisah Jenderal Agus Subiyanto, Sosok Aiptu FN hingga Istri Baru Habib Rizieq

"Menang bersama, bukan menangan sendiri. Semua insya Allah menjadi lerem dan tenang oleh pertemuan itu 3- Tidak boleh ada yang dipermalukan. Menang tanpo ngasorake. Yang menang NKRI, Persatuan Kesatuan, Bangsa dan Rakyat Indonesia. Win-win Game. Kita punya Pancasila, kita pelaku Demokrasi, kita punya warisan wisdom luar biasa dari sejarah masa silam. Kita pastikan apapun yang terlanjur terjadi, pada akhirnya yang menang adalah bangsa dan rakyat Indonesia," ungkapnya.

Diketahui, peristiwa penembakan terhadap 6 anggota FPI ini memunculkan dua versi sampai pada akhirnya muncul desakan agar dibentuk tim pencari fakta yang independen untuk mengungkap peristiwa secara transparan dan profesional.

Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menyampaikan kronologi penyerangan 10 simpatisan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, terhadap aparat kepolisian. Peristiwa ini terjadi di Tol Jakarta-Cikampek KM 50, Senin dini hari sekitar pukul 00.30 WIB.

Saat itu, menurut Fadil, anggota polisi tengah melaksanakan tugas penyelidikan terkait dengan rencana pemeriksaan Habib Rizieq yang dijadwalkan berlangsung Senin, 7 Desember 2020 pukul 10.00 WIB. Ada informasi yang diterima polisi akan terjadi pengerahan massa pada saat HRS dilakukan pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

Terkait adanya informasi tersebut, Polda Metro Jaya kemudian melakukan penyelidikan kebenaran informasi. Anggota Polda Metro Jaya mengikuti kendaraan yang diduga adalah pengikut Habib Rizieq.

Tiba-tiba kendaraan petugas dipepet lalu kemudian diserang dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam seperti samurai. Karena diserang, anggota polisi pun merespons dengan melakukan tembakan sehingga sebanyak 6 orang meninggal dunia. Sementara itu, empat simpatisan Habib Rizieq lainnya melarikan diri dan masih dalam pengejaran.

Berbeda dengan versi polisi, melalui keterangan resminya, FPI menyampaikan bahwa peristiwa yang sesungguhnya adalah kendaraan pengawal HRS justru yang diadang oleh orang tak dikenal (OTK), kemudian menculik enam laskar pengawal HRS -- belakangan diketahui keenamnya tewas.

Habib Rizieq dan keluarga, termasuk cucu yang masih balita, akan menuju tempat acara pengajian subuh keluarga, sambil memulihkan kondisi. Lokasi keberadaan Habib Rizieq sampai saat ini masih belum diketahui.

"Dalam perjalanan menuju lokasi pengajian Subuh keluarga tersebut, rombongan dihadang oleh preman OTK (yang kami duga kuat bagian dari operasi penguntitan dan untuk mencelakakan IB)," tambah keterangan tersebut.

Sekretaris Umum FPI Munarman membantah ada perlawanan apalagi baku tembak seperti yang diklaim polisi. Sebab, anggotanya tidak ada yang dibekali dengan senjata tajam, apalagi senjata api.

"Yang perlu diketahui, bahwa fitnah besar kalau laskar kita disebut bawa senpi dan tembak menembak dengan aparat. Kami tidak pernah dibekali senpi, kami terbiasa tangan kosong, kami bukan pengecut," tegasnya.

"Ini fitnah luar biasa, memutar balikkan fakta dengan sebut bahwa laskar lebih dulu serang," tambahnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya