Vaksin Gotong Royong Disebut Sejalan dengan Rasa Keadilan

Kegiatan vaksinasi massal dengan protokol jaga jarak
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Opsi vaksin gotong royong yang digunakan pemerintah untuk berbayar, dinilai tidak menjadi masalah sebagai langkah perluasan vaksinasi. Menteri BUMN Erick Thohir sudah memastikan hal tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021.

Transaksi Aplikasi Kopra Bank Mandiri Capai Rp4.800 Triliun, Pengguna Naik 2 Kali Lipat

Vaksin berbayar ini tidak mengambil dana dari APBN. Maka dari itu, dinilai tidak akan mengganggu vaksinasi gratis yang diperoleh masyarakat sejauh ini. Apalagi bertujuan memperluas pelaksanaan vaksinasi agar herd immunity segera terbentuk.

Pengamat sosial politik dan pengajar ilmu politik di Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman mengatakan, ini adalah terobosan yang cukup baik yang dilakukan melalui BUMN. Dalam situasi seperti ini, menurut dia negara harus memenuhi rasa keadilan. Bagi warga yang mampu, tidak ada salahnya.

Holding UMi Tak Terpengaruh Kenaikan Suku Bunga BI, BRI Ungkap Alasannya

Baca juga: Menkes: Berbahaya Jika Kasus COVID-19 Naik di Jakarta dan DIY

“Mereka yang mampu terutama dari kalangan kelas menengah ke atas sudah seharusnya membayar vaksin untuk mencegah penyebaran virus COVID-19 secara cepat," ujarnya dalam keterangannya, saat diskusi daring bertajuk ‘Moral Politik Dan Strategi Sosial Ekonomi Menghadapi Pandemi’ yang dilaksanakan oleh Perkumpulan Kader Bangsa, dikutip Selasa, 13 Juli 2021.

Sempat Hilang Kesadaran Akibat Sepsis, Chicco Jerikho Ngerasa Dikasih Kesempatan Kedua

Vaksin berbayar, menurutnya bisa menjadi alternatif bagi masyarakat yang khususnya memiliki kemampuan. Juga untuk korporasi hingga WNA, yang terkendala lantaran susah untuk memperoleh akses vaksin.

“Vaksin gratis dijalankan terutama menyasar pada kalangan kelas menengah rentan dan kelas menengah ke bawah. Apabila mereka yang termasuk "the have" atau mungkin warga negara asing juga mendapatkan fasilitas vaksin gratis, hal ini justru bisa mengarah pada sikap yang bertentangan dengan rasa keadilan,” ujar doktor lulusan Murdoch University Australia ini.

Dengan vaksin berbayar ini, menurutnya pemerintah punya solusi alternatif untuk menganggarkan pembiayaan testing. Juga bisa untuk fasilitas kesehatan dalam rangka pelayanan pada pasien COVID-19 ini. Jika ke depannya seperti ini, menurutnya program ini bisa diterima.

“Kebijakan vaksinasi berbayar ini sangat bisa diterima. Namun syaratnya juga jelas bahwa vaksin gratis yang diberikan kepada rakyat juga harus memiliki kualitas vaksin terbaik,” ujarnya.

Sementara Ketua Perkumpulan Kader Bangsa, Dimas Oky Nugroho menilai, langkah ini sebagai inovasi dari pemerintah. Mengingat kebutuhan saat ini adalah percepatan vaksinasi dan upaya pemulihan ekonomi.

Dimas menyebut, inisiatif dari Kemenkes, Kementerian BUMN hingga Kimia Farma ini, tidak bertentangan dengan kebijakan yang diperintahkan Presiden Joko Widodo mengenai vaksin gratis.

“Ini kebijakan legitimate, bagi saya fair dan cerdas dalam perspektif menghadapi tekanan pandemi COVID-19 multisektor. Keberadaan vaksinasi berbayar yang dibuka khusus untuk segmen masyarakat tertentu tidak mencederai komitmen negara yang pada saat sama memberikan vaksinasi gratis kepada masyarakat luas. Kenyataannya meski sudah digratiskan, masih banyak kalangan masyarakat yang menolak dan kalangan bisnis sendiri ingin ikut berpartisipasi memilih atau membayar sendiri vaksin, itu realitanya,” ujarnya. 

Menurutnya, tidak tepat jika ada yang menyerang vaksin gotong royong ini. Apalagi tanpa memahami konteks dan data yang dimiliki. Sebab vaksin gratis untuk rakyat tidak berpengaruh dengan vaksin gotong royong ini.

"Vaksin gratis untuk rakyat kan tetap berjalan, sementara vaksin berbayar bagi segmen industri dan kalangan menegah atas juga dibuka, kualitas vaksin dan pelayanannya tetap sama baiknya. Ini mirip program Bidik Misi kalau di kampus negeri, ada jalur prestasi dan ada jalur yang berbayar, tidak ada yang dirugikan dan dizalimi di situ, adil dan masuk akal," ujar Dimas.

Saat ini, jelas dia, semua negara berlomba-lomba untuk melakukan inovasi dengan cara meminimalisir penularan. Baik melalui protokol kesehatan hingga pelayanan pada pasien COVID-19. Di sisi lain juga negara berlomba mengurangi beban ekonomi nasional.

"Penting harus digarisbawahi hampir semua negara yang berhasil mengendalikan penyebaran COVID-19 adalah negara yang inovatif dan berhasil membangun soliditas. Pemerintah telah cukup responsif, masyarakat juga partisipatif, bangsa ini harus bersatu hadapi pandemi," ujarnya.

Menurut dia yang dibutuhkan saat ini adalah berkolaborasi semua elemen, masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19. Negara-negara yang mampu, kata dia, adalah yang berkolaborasi antar semua elemen tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya