Selidiki Kasus Ivermectin Harga Tinggi, Polisi Periksa Indofarma

Awas jangan jual Ivermectin di atas harga pasar
Sumber :
  • VIVA/Foe Peace Simbolon

VIVA – Kepolisian Polresta Bogor Kota terus mendalami kasus penimbunan obat COVID-19 yang dijual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) usai menetapkan tiga apotek sebagai tersangka. Polisi pun memanggil distributor obat yakni PT Indofarma sebagai saksi.

BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan: Benar, Kami Belum Memiliki Kecukupan Dana

“(PT Indofarma) sudah diperiksa sebagai saksi,” kata Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro kepada VIVA, Minggu 25 Juli 2021.

Baca juga: KPK Imbau Masyarakat Lapor Jika Temui Dugaan Kartel Obat COVID-19

BUMN Indofarma Klaim Sudah Bayar THR Karyawannya Tanpa Dicicil 

Dia menyampaikan, sejak awal pengungkapan kasus, PT Indofarma sebagai distributor yang menyalurkan obat tersebut ke sejumlah apotek. Untuk itu, pemanggilannya sebagai saksi untuk mendukung data pemeriksaan kepolisian.

“Dari awal rilis juga sudah disampaikan. Justru berawal dari Indofarma yang support data. (Pemanggilan) Sebagai saksi,” jelas Susatyo.

Jadi Obat Medis, Negara Ini Legalkan Ganja Dijual di Apotek

Pada pekan lalu 17 Juli 2021, Satgas COVID-19 Kepolisian Resor Bogor Kota menggerebek tiga apotek yang menjual obat COVID-19 dengan harga tinggi di atas HET yang ditetapkan Pemerintah. Para pengelola apotek ditetapkan tersangka dan terancam satu tahun penjara.

Kombes Susatyo mengungkapkan, kasus ini berawal dari informasi masyarakat bahwa sulitnya mendapatkan obat-obatan. 

"Kami melaksanakan penyelidikan baik dari distributor utama PT Indofarma yang telah didistribusikan ke 24 apotek di kota Bogor, terkait penjualan obat-obatan anti virus dalam penanganan COVID-19 tersebut," kata Susatyo.

Dari keterangan distributor, lanjut Susatyo, selama dua hari petugas melaksanakan penyelidikan. Kemudian petugas berhasil mengungkap tiga apotek yang menjual harga di atas harga eceran tertinggi. 

Pertama petugas menemukan di Apotek Medika Pahlawan yang terdapat 38 botol obat Ivermectin dan juga satu dus obat Favipiravir. Kedua Apotek Puspa Citeureup, dan Apotek Central Pangestu.

"Ivermectin ini harga per botol ini ini adalah Rp150.000 ini dijual bisa dua kali lipat 300.000 dan sebagainya. Padahal seharusnya adalah sekitar Rp150.000, ini dua kali lipatnya," jelas Susatyo.

Susatyo menjelaskan, modus yang dilakukan oleh para oknum apotek ini pertama dengan membuat stok seolah-olah terbatas dan menjualnya di luar harga HET. Kedua menjualnya secara online dengan harga jauh di atas HET, dan dijual di luar wilayah dari Kota Bogor.

“Ini menjadi bagian penimbunan karena dalam prosesnya kami mencoba bertanya tentang obat ini selalu dijawab tidak ada. Sekaligus juga laporan karena karena kami setiap hari melaporkan stok obat-obatan terkait penanganan COVID-19 didata selalu dikatakan kosong, kosong, kosong karena dijual secara online di atas harga HET," kata Susatyo.

Dari tiga apotek tersebut Kepolisian mengamankan para karyawan untuk mendapatkan keterangan keterangan termasuk para pemilik dari toko apotek. Terungkap dalam penjualannya, Satgas COVID-19 menemukan keterangan tidak menggunakan resep dokter. Dari hasil pemeriksaan, petugas menetapkan tiga pengelola apotek sebagai tersangka. "Sudah ada tiga tersangka yang ditetapkan," imbuhnya.

Susatyo menegaskan, tersangka dijerat pasal 14 undang-undang nomor 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular di mana disebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah dan diatur dalam penanggulangan wabah itu adalah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi pencegahan dan pengebalan pemusnahan penyakit dan penanganan jenazah.

"Dalam hal ini ketiga Apotek ini telah melanggar undang-undang ini dalam hal pengobatan. Sehingga ancaman hukuman adalah 1 tahun dan atau denda setinggi-tingginya satu juta rupiah," katanya.

Susatyo mengatakan, sebagaimana sudah diatur oleh Pemerintah bahwa ada larangan untuk menjual belikan obat-obatan di luar harga eceran tertinggi (HET) yang tertuang dalam Keputusan Kemenkes Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021. Tentunya, operasi ini dilakukan dalam rangka agar di masa pandemi ini tidak mengambil keuntungan berlebihan dari pada penjualan obat-obatan.

"Sehingga melalui pengungkapan ini kami berharap kepada semua masyarakat yang memiliki informasi ada penjualan penjualan di harga tas harga eceran tertinggi apalagi melalui online," katanya.

Atas kasus ini, Kepolisian akan terus memonitor perkembangan penjualan obat-obatan apada penjualan secara langsung ataupun penjualan penjualan secara online store. "Patroli cyber kami akan memonitor penjualan-penjualan obat Ini ini," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya