Logo BBC

Bagaimana Mengantisipasi Gelombang Ketiga COVID-19 Akhir Tahun Ini?

BBC Indonesia
BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Presiden Joko Widodo dalam wawancara eksklusif dengan BBC mengakui kelemahan Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid adalah fasilitas kesehatan yang belum baik dan adanya ketimpangan di daerah, sehingga sektor kesehatan perlu direformasi awal tahun depan.

Namun pakar kesehatan mendesak pemerintah segera mengambil tindakan yang efektif di wilayah yang masih minim faskes dan vaksinasi yang masih rendah untuk mengantisipasi gelombang ketiga Covid, yang diprediksi terjadi akhir tahun ini.

"Tinggal tergantung vaksinasi, apakah sudah mencapai 50% atau belum. Kalau sudah mencapai 50% maka jumlah kasusnya tidak akan lebih tinggi dari 10.000, mungkin paling tinggi 5.000," kata epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono.

Di Aceh, misalnya, tingkat vaksinasi masih sangat rendah, sebagaimana diungkapkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia di Aceh, Syafrizal.

Baca juga:

 

 

Bagaimanapun, juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menolak jika dikatakan fasilitas kesehatan di Indonesia belum baik. Menurutnya, "apa yang terjadi di gelombang kedua menjadi pembelajaran".

"Ini jadi kewaspadaan bagi kita untuk memastikan apa yang terjadi di bulan Juli tidak terjadi lagi,"ujarnya.

Jokowi soroti ketimpangan fasilitas kesehatan di Jawa dan luar Jawa

Saat ditanya oleh BBC News terkait kekurangan yang dihadapi Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid, Presiden Jokowi mengungkapkan "fasilitas kesehatan kita yang belum baik."

"Ini yang akan kita perbaiki dengan reformasi di bidang kesehatan Indonesia, utamanya fasilitas kesehatan, kemudian peningkatan pembangunan SDM yang lebih merata di seluruh Indonesia.

"Ingat bahwa fasilitas kesehatan di Jawa dengan di luar Jawa perbedaannya sangat jauh sekali. Ini yang ingin kita kejar," ujar Jokowi dalam wawancara eksklusif dengan BBC News di Istana Bogor, Rabu (27/10).

Jokowi pun mengingatkan bahwa Indonesia memiliki 17.000 pulau serta 514 kabupaten dan kota, sehingga perbedaan fasilitas kesehatan juga masih belum baik.

"Inilah yang akan kita reformasi sehingga misalnya ada rumah sakit yang belum ada ICU, kita bangun. Rumah sakit yang belum memiliki alat-alat kesehatan kita belikan.

"Agar kesiapan rumah sakit dan fasilitas kesehatan kita menjadi lebih baik. Dan tenaga kesehatannya harus ada. Dokter dan perawatnya harus komplet dan siap di semua daerah."

Saat diwawancarai secara terpisah oleh BBC, juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan pengertian fasilitas kesehatan RI belum baik tidak bisa langsung diartikan harfiah, mengingat besarnya upaya tenaga dan fasilitas kesehatan saat menghadapi gelombang kedua pandemi Juli lalu.

"Kalaupun ada kekurangan, itulah yang kita betulkan. Artinya, di masa pandemi ini tidak ada sistem kesehatan yang sanggup menghadapinya," kata Siti Nadia kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/10).

Menurutnya, apa yang terjadi di gelombang kedua menjadi pembelajaran.

"Apalagi sudah banyak negara yang mengalami peningkatan kasus di gelombang ketiga, seperti di Inggris dan banyak negara lainnya, dan ini jadi kewaspadaan bagi kita untuk memastikan apa yang terjadi di bulan Juli tidak terjadi lagi," ujarnya.

Untuk mengantisipasi munculnya gelombang ketiga, pemerintah tengah menggenjot program vaksinasi, terutama di daerah-daerah yang masih di bawah target 50%.

"Pemenuhan target ini yang sedang kita kejar, termasuk yang masih di bawah 30% seperti Aceh dan Papua di level provinsi," kata Siti Nadia.

 

Vaksinasi di Aceh masih rendah, mengapa demikian?

 

Ketua Ikatan Dokter Indonesia di Aceh, Syafrizal, mengungkapkan vaksinasi di provinsi itu termasuk yang terendah di Indonesia.

"Kalau di daerah-daerah lain cakupan vaksinasinya sudah sangat tinggi, karena sampai saat ini cakupan vaksinasi di Aceh belum sampai 30%. Ini menjadi super kerja keras dari seluruh pihak untuk mengupayakan banyak warga yang mau divaksin," kata Syafrizal kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/10).

Dia mengaku pihaknya selama ini giat mengembangkan cakupan vaksinasi. Bahkan setiap Sabtu dan Minggu, IDI bersama kepolisian terus memberi sosialisasi dan pemahaman serta membuka gerai-gerai vaksinasi di banyak tempat, termasuk di warung-warung kopi.

Namun, Syafrizal juga mengungkapkan bahwa partisipasi warga untuk mau divaksinasi masih relatif rendah. Padahal pemerintah sudah mewanti-wanti adanya ancaman gelombang ketiga yang bisa saja lebih berat dari gelombang kedua.

"Tapi masyarakat mungkin sudah terbuai dengan kondisi [kasus] yang sudah mulai berkurang sehingga mereka merasakan buat apa divaksin lagi dan ini tugas berat di Aceh bagi Ikatan Dokter Indonesia," ujarnya.

Baca juga:

 

 

Tingkat kelengkapan fasilitas kesehatan di Aceh, menurutnya, juga belum merata. Di ibu kota provinsi lebih baik, tetapi di daerah-daerah lain memiliki ketimpangan yang luar biasa.

"Ini harus ditingkatkan. Kalau tidak, maka kasus-kasus Covid-19 terlalu sering harus dilakukan rujukan yang barangkali memakan sumber daya, dana dan membuat kondisi pasien jadi lebih buruk," lanjut Syafrizal.

 

Apakah gelombang ketiga di Indonesia akan lebih parah?

 

Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menyatakan gelombang ketiga pandemi Covid-19, diprediksi bakal terjadi akhir tahun nanti.

Meski demikian, dia mengestimasikan gelombang ketiga tidak akan sebesar gelombang pertama dan gelombang kedua. Gelombang pertama terjadi pada Januari 2021 dengan kasus harian tertinggi 18.000, disusul gelombang kedua pada bulan Juli 2021 dengan kasus tertinggi dalam sehari 54.000.

"Gelombang ketiga tidak akan terjadi seperti itu lagi. Tidak akan terjadi lagi seperti bulan Juli bahkan tidak akan terjadi lagi sampai 18.000 seperti bulan Januari. Itu karena 50% lebih orang Indonesia sudah terinfeksi. Tidak akan terjadi lagi lah kasus yang tinggi di gelombang ketiga," katanya.

Kuncinya, sambung Miko, tinggal tergantung vaksinasi, apakah sudah mencapai 50% atau belum. "Kalau sudah mencapai 50% maka jumlah kasusnya tidak akan lebih tinggi dari 10.000, mungkin paling tinggi 5.000," ujarnya.

Selain menggenjot vaksinasi, Elina Ciptadi dari Kawal Covid-19 mengharapkan pemerintah memiliki basis data yang akurat: berapa jumlah warga yang sudah punya kekebalan Covid-19--baik karena vaksinasi maupun karena sudah tertular dan sembuh.

"Dari situ pemerintah bisa menyusun kebijakan lebih lanjut untuk melindungi sisanya," kata Elina.

Menurut dia, perlu adanya percepatan vaksinasi untuk kelompok usia lanjut, karena mereka memiliki tingkat kerentanan untuk menderita covid yang berat hingga meninggal dunia bila tertular.

"Lalu mendeteksi kemungkinan datangnya varian-varian baru yang masih di luar kontrol kita. Maka sebisa mungkin lakukan protokol kesehatan dan perilaku yang bertanggung jawab," ujar Elina.