Bareskrim Selidiki Laporan Kasus TPPO di Myanmar, Identitas 2 Perekrut Dikantongi

Gedung Bareskrim Polri
Sumber :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham

VIVA Nasional – Bareskrim Polri tengah mengusut laporan kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Identitas A dan P, dua terduga perekrut WNI yang menjadi korban TPPO, telah dikantongi polisi.

Bareskrim Periksa Pejabat Pelaksana RUPSLB Bank Sumsel Babel

"Sudah kita ketahui identitas (perekrut) sementara masih kita lakukan penyelidikan," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro saat dikonfirmasi, Kamis, 4 Mei 2023. 

Djuhandhani mengatakan, laporan TPPO di Myanmar yang dilayangkan oleh Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) pada Selasa, 2 Mei 2023 langsung diproses. Pihaknya pun sudah meminta keterangan dari pelapor.

WN Ukraina-Rusia 'Sulap' Vila di Bali Jadi Lab Narkoba dengan Bunker Bawah Tanah

"Kemarin kami telah menerima laporan polisi dari salah satu keluarga dan langsung kami lakukan pemeriksaan," ujarnya. 

Ilustrasi Gedung Bareskrim Polri

Photo :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham
Praperadilan Panji Gumilang Ditolak PN Jaksel, Status Tersangka TPPU Tetap Sah

Sebelumnya diberitakan, Diplomat Muda Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Rina Komaria dan Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto Suwarno mendampingi keluarga WNI, yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar berinisial I (54) ke Bareskrim Polri pada Selasa, 2 Mei 2023.

"Hari ini kami bersama Kemenlu dan korban, yang saat ini adalah ingin melaporkan tindak pidana perdagangan orangnya," kata Hariyanto di Bareskrim Polri pada Selasa, 2 Mei 2023.

Menurut dia, ada dua orang yang diduga menjadi perekrut warga negara Indonesia untuk menjadi pekerja migran ilegal (PMI), yaitu inisial A dan P.  Modusnya mereka mengiming-imingi PMI dengan gaji tinggi kerja di Thailand apalagi setelah COVID-19, bisa pulang ke Indonesia satu tahun sekali dan sebagainya.

“Kita laporkan itu tersebar di beberapa daerah dan ada di Jabodetabek. Ini akan terus kami laporkan terus kemudian ditindak. Mereka punya jaringan internasional. Awalnya dijanjikan bisa bekerja setahun sekali pulang ke Indonesia, gajinya tinggi dan sebagainya,” ujarnya.

Ternyata, kata dia, para PMI ini dibawa ke Myanmar bukan Thailand sebagaimana yang dijanjikan. Naasnya, ia mendapat informasi para korban dilaporkan kerap mendapatkan penyiksaan.

“Tidak tahu menahu temen-temen tiba-tiba dibawa ke Myanmar, itu kerentanan. Dalam praktik perdagangan orang, saat ini tidak memandang pendidikan rendah, tinggi dan sebagainya,” ujarnya.

Sementara Diplomat Muda Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Rina Komaria mengungkapkan, salah satu hambatan membebaskan para korban pekerja migran ilegal ini karena berada di wilayah konflik bersenjata.

“Karena di situ adalah wilayah konflik bersenjata yang sangat berbahaya, bahkan kepolisian di Myanmar memang juga tidak bisa mengakses wilayah itu,” kata Rina.

Namun demikian, kata dia, pemerintah melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Myanmar dan Thailand secara intensif tengah berkoordinasi agar bisa membantu mengeluarkan para WNI dari tempat tersebut.

Karena, menurut dia, kompleksitas masalahnya wilayah ini dikuasai oleh kelompok bersenjata, bukan konflik antara dua pihak yang memiliki kekuatan yang sama. Ini wilayah yang dikuasai kelompok bersenjata, bahkan otoritas setempat juga tidak dapat masuk.

Kemudian, Rina menyebutkan, pemerintah melalui KBRI di Yangon telah menyampaikan nota diplomatik 20 korban ini kepada otoritas Myanmar. "Nota diplomatik dari 20 WNI ini sudah disampaikan oleh KBRI Yangon kepada otoritas Kemenlu di Myanmar sudah diberikan," ujarnya.

Adapun, laporan ini teregister dalam laporan polisi Nomor: LP/B/82/V/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 2 Mei 2023. Sedangkan, pasal yang dilaporkan yaitu Pasal 4 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007, tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya