Soal Vonis Teddy Minahasa, Hotman Paris: Syukur Bukan Hukuman Mati

Hotman Paris Hutapea.
Sumber :
  • VIVA/Andrew Tito.

VIVA Nasional – Mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa menjalani sidang vonis atas kasus peredaran narkotika di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 9 Mei 2023. Teddy dijatuhi vonis penjara seumur hidup dalam kasus tersebut.

Chandrika Chika Terjerat Kasus Narkoba, Terkena Kutukan Podcast Deddy Corbuzier?

Kuasa hukum Teddy, Hotman Paris Hutapea mengatakan bersyukur atas vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Sebab, vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa yakni pidana mati.

"Syukur bukan hukuman mati, itu dulu ya, jadi bukan hukuman mati," kata Hotman kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 9 Mei 2023.

Anak Buah SYL Video Call Bahas 'Orang KPK' dan 'Ketua': Siapin Dolar Nanti Kami Atur

Kendati kliennya lolos dari hukuman mati, Hotman menegaskan perjuangan masih terus berjalan. Menurut dia, masih ada banding, kasasi hingga peninjauan kembali (PK) yang akan ditempuh pihaknya dan Teddy atas vonis penjara seumur hidup ini. "Yang kedua, perjuangan masih panjang, masih ada banding, kasasi dan PK," ujarnya. 

Ekspresi Teddy Minahasa Usai Vonis Seumur Hidup

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Sudah Menjenguk, Ayah Chandrika Chika Gak Nyangka Anaknya Pakai Narkoba

Vonis Penjara Seumur Hidup 

Sebelumnya diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa buntut kasus peredaran narkoba. 

Putusan terhadap terdakwa Teddy Minahasa itu dibacakan oleh Hakim Ketua Jon Saragih di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 9 Mei 2023.

“Mengadili menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa dengan pidana penjara seumur hidup," kata Hakim Ketua Jon di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa, 9 Mei 2023.

Vonis hakim lebih lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Diketahui, jaksa menuntut Teddy Minahasa hukuman mati buntut kasus peredaran narkoba jenis sabu yang merupakan hasil sitaan. 

Teddy didakwa memerintahkan anak buahnya mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara untuk mengganti sebagian sabu dengan tawas. Saat itu, Polres Bukittinggi berhasil mengungkap kasus narkoba dengan menyita 41,387 kg sabu. 

Setelah ditukar, sabu dibawa Dody bersama orang kepercayaannya Syamsul dari Bukittinggi ke Jakarta untuk dijual di rest area Karang Tengah, tol Tangerang-Jakarta. Kemudian, Syamsul bersama sopirnya Yoyon pergi ke Kebon Jeruk dan menyerahkan sabu seberat 1 kg ke Linda Pujiastuti alias Anita. 

Dody melapor kepada Teddy, bahwa 1 kg sabu diterima Linda dengan bayaran Rp400 juta. Uang itu dipotong Rp100 juta sebagai upah Linda dan seseorang sebagai perantara dengan calon pembeli. Sedangkan 4 kg sabu lainnya masih berada di tangan Dody. 

Dalam kasus ini, JPU pun menyatakan bahwa terdakwa Dody telah menerima uang Rp 300 juta dari Linda dari hasil penjualan 1 kg sabu, uang Rp 300 juta itu telah diterima oleh Teddy dalam mata uang asing yang diantarkan Dody langsung ke kediaman Teddy.

Hakim Ketua Jon Saragih mengatakan ada tiga hal yang menjadi pertimbangan Teddy Minahasa lolos dari hukuman mati. Pertama, karena Teddy sebagai anggota Polri belum pernah dihukum atas suatu perbuatan.

"Terdakwa belum pernah dihukum," kata Hakim Ketua Jon Saragih di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa, 9 Mei 2023.

Sementara itu, untuk hal meringankan lainnya lantaran Teddy Minahasa telah mengabdi di institusi Polri selama 30 tahun. Teddy juga banyak mendapatkan penghargaan dari negara selama menjadi anggota Polri. Salah satu penghargaan yang diterima Teddy yaitu Bintang Bhayangkara Nararya.

Saat menerima penghargaan, Teddy Minahasa yang berpangkat Brigjen tengah menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri. Penghargaan diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam peringatan upacara HUT Bhayangkara ke-72 pada Rabu, 11 Juli 2018 di Istora Senayan, Jakarta Pusat. "Terdakwa banyak mendapat penghargaan dari negara," tutur Hakim Ketua Jon Saragih.

Sementara itu, untuk hal memberatkan ada tujuh poin yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ketujuh poin itu antara lain:

1. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya

2. Terdakwa menyangkal dengan cara memberikan keterangan secara berbelit-belit

3. Terdakwa telah menikmati keuntungan dari hasil penjualan narkotika jenis sabu

4. Terdakwa merupakan anggota Kepolisan RI dengan jabatan Kapolda Sumatera Barat dimana sebagai seorang penegak hukum terlebih dengan tingkat jabatan Kapolda seharusnya terdakwa menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran gelap Narkotika. Namun, terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika sehingga sangat kontradiksi dengan tugas dan tanggung sebagai Kapolda dan tidak mencerminkan sebagai seorang aparat penegak hukum yang baik dan mengayomi masyarakat

5. Perbuatan terdakwa telah merusak nama baik institusi kepolisian 

6. Perbuatan terdakwa sebagai Kapolda telah mengkhianati perintah Presiden dalam penegakan hukum dan pemberantasan peredaran gelap narkotika. 

7. Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran gelap narkotika.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya