Rektor Tak Gubris Tuntutan soal Uang Kuliah Mahal, BEM UI: Kami Akan Dobrak Pintunya

BEM Universitas Indonesia (UI)
Sumber :
  • VIVA/Galih Purnama

Depok – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) sore tadi menggelar aksi di depan gedung Rektorat. Hal itu berkaitan dengan banyaknya laporan yang diterima soal keluhan biaya uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa baru yang dianggap sangat mahal.

Hari Ini 172 Kampus Muhammadiyah Serentak Gelar Aksi Bela Palestina dan Kutuk Israel

Data yang dikumpulkan BEM UI, lebih dari 700 mahasiswa baru (maba) tahun 2023 yang mengajukan banding atau keberatan mengenai UKT. Ini juga sempat viral di sosial media perihal maba jalur undangan yang mengeluh biaya kuliah dinilai mahal.

“Dari 2.000 lebih mahasiswa yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), terdapat setidaknya 700 aduan keberatan atas biaya pendidikan yang ditetapkan,” kata Ketua BEM UI, Melki, dikutip Minggu, 25 Juni 2023.

Kisah Inspiratif dari UTBK Unesa: Peserta Berinfus dan Pakai Selang Demi Menggapai Cita-cita

Kampus Universitas Indonesia

Photo :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

Ratusan maba itu akhirnya menyatakan banding. Namun tidak semua maba terfasilitasi untuk penurunan UKT sesuai harapan. BEM meminta agar Rektor UI yaitu Ari Kuncoro membuka ruang dialog membahas hal ini. Namun hingga saat ini tidak ada tanggapan apapun dari rektorat.

Lebih 2 Ribu Mahasiswa yang Bela Palestina di Seluruh AS Ditangkap Polisi

“Bertahun-tahun dia jadi rektot tidak pernah buka komunikasi dengan mahasiswa. Ini warning buat rektor, kalau sekarang nggak mau buka mulut, kami akan paksa buka mulut,” tegasnya.

BEM memberikan waktu hingga tujuh hari ke depan. Jika tetap tidak direspons mereka akan menggeruduk pintu ruang kerja rektor.

“Dobrak ke dalam itu kewajiban kita semua. Teman-teman di sini juga sudah siap semua kan untuk dobrak ke dalam. Ini warning buat Pak Ari Kuncoro Rektor UI, kita ngga pernah ditemuin karena dia takut, malas dan dia menganggap kita bukan siapa-siapa,” ungkapnya.

“Kalau sekarang tidak mau buka ruangannya kami akak dobrak pintunya. Jika dalam waktu 7 x 24 jam tidak ada respon, kami akan rancang aksi penolakan lebih besar,” ujar Melki mengingatkan.

BEM UI dalam beberapa kasus yang diadvokasi pihaknya, banyak mahasiswa yang jelas-jelas tidak mampu membayar angka yang tinggi. Namun disayangkan tidak adanya keterbukaan data dan rasionalisasi UI menetapkan biaya pendidikan mahasiswanya. 

“Memang telah disediakan ruang pengajuan banding bagi mahasiswa yang keberatan. Akan tetapi, sistem banding yang tersedia hanya berbentuk komentar dan tidak jelas mekanismenya. Disamping itu, setelah hasil banding diumumkan pada 20 Juni 2023, nyatanya masih banyak mahasiswa yang mengaku tidak mendapatkan penurunan biaya pendidikan tanpa keterbukaan alasan,” beber Melki.

Kecurigaan atas janggalnya penetapan biaya pendidikan di UI makin tervalidasi. Menurutnya, UI gagal menghadirkan pendidikan yang terjangkau. Kecacatan sistem menambah daftar panjang permasalahan penetapan biaya pendidikan di UI. 

“Sebelumnya, UI menyampaikan bahwa biaya pendidikan mahasiswa yang mengajukan banding akan ditampilkan secara final pada tanggal 20 Juni 2023 pukul 15.00. Namun, setelah sempat diundur menjadi tanggal 20 Juni 2023 pukul 21.00, masih terdapat banyak mahasiswa yang belum mendapat kepastian akan biaya pendidikannya,” katanya.

Saat ini, BEM UI masih berusaha mendata mahasiswa yang masih terkendala akibat kecacatan sistem yang dimiliki UI. Namun kini pola serupa kembali terjadi ketika SK Nomor 672/SK/R/UI/2023 yang mengatur Tarif Biaya Pendidikan bagi Mahasiswa Non-Reguler secara tiba-tiba diterbitkan.

Pihak UI yang sebelumnya berjanji akan membuka komunikasi dengan mahasiswanya dalam pembuatan kebijakan tentang biaya pendidikan, nyatanya kembali tidak menepati janjinya dengan menerbitkan SK tersebut pada tanggal 20 Juni 2023. Padahal, ada rentang waktu sebanyak 15 hari sejak SK tersebut ditandatangani oleh Rektor pada tanggal 5 Juni untuk membuka komunikasi dengan mahasiswanya. 

“Namun, sepertinya, pihak UI memang sudah enggan untuk berkomunikasi dan secara sengaja menutup komunikasi agar SK tersebut dapat hanya menguntungkan salah satu pihak tanpa memenuhi unsur “berkeadilan’,” tambahnya.

UI merupakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH). Dikatakan, seharusnya UI memiliki kewenangan untuk mencari pemasukan dari berbagai sumber secara mandiri di luar dana APBN, salah satunya melalui ventura. Hal tersebut diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Idealnya, UI dapat memanfaatkan deviden hasil penyertaan modal kegiatan usaha sebagai tambahan dana untuk menunjang kebutuhan yang strategis. 

“Namun, UI memilih untuk meningkatkan biaya pendidikan secara besar-besaran tanpa memberikan keterbukaan alokasi yang jelas,” tukasnya.

Berbagai upaya telah dilakukan BEM untuk menjangkau UI dan memberi tekanan, mulai dari audiensi, diskusi publik, hingga aksi simbolik. Akan tetapi, kekecewaan dan upaya advokasi yang telah berulang kali kami sampaikan dibalas dengan pengabaian. Terlihat bahwa UI sedang mencoba mengulangi siklus kotor dalam menetapkan biaya pendidikan mahasiswanya. 

“Seharusnya, UI melibatkan mahasiswa, menunjukkan transparansi dan rasionalisasi, serta membuka ruang komunikasi yang baik. UI sejatinya merupakan instansi pendidikan, bukan badan usaha yang berfokus pada keuntungan,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya