DPR Bakal Panggil Manajemen Tiktok Minta Klarifikasi Terkait Project S

Ilustrasi TikTok | Photo by cottonbro on Pexels.com
Sumber :
  • U-Report

Jakarta – Platform milik ByteDance asal China, TikTok, semakin gencar memperluas bisnis ritel online. Kali ini, perluasan bisnisnya diberi nama Project S, yaitu langkah untuk mulai menjual produknya sendiri di platformnya.

DPR Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju Pilkada 2024

Transformasi ini, dinilai menjadi ancaman serius bagi mereka yang berbisnis jual beli barang. Oleh karena itu, DPR berencana memanggil manajemen TikTok karena dinilai perlu memberikan klarifikasi mengenai aktivitas media sosial tersebut.

"Kalau saya melihat dari sisi bisnisnya, jual beli mereka yang tidak pas itu ada barang impor dari China, tidak ada batas regulasi. Pajak belum juga diatur. Mungkin pihak DPR memanggil manajemen, perwakilan, atau tiktok indonesia," kata anggota Komisi VI Rudi Bangun Hartono lewat keterangan yang diterima, Jumat, 7 Juli 2023.

Produk Kerajinan Tangan Jabar Ramaikan Expo Dekranas

Minyak goreng subsidi Minyakita masih dijual di TikTok Shop.

Photo :
  • Tangkapan layar TikTok Shop

Rudi juga turut menyoroti temuan Kementerian Perdagangan terkait penjualan yang ada di platform tersebut. Terutama, mengenai penjualan minyak subsidi bermerk Minyakita di TikTok, yang sudah jelas dilarang. 

BNPB Sarankan Masyarakat Gunakan TikTok untuk Mitigasi Bencana Perubahan Iklim

Menurut dia, DPR perlu melakukan klarifikasi dengan pihak TikTok. Sehingga, dapat mengonfirmasi isu-isu yang tengah berseliweran terkait platform itu.

"Coba nanti dalam RDP minggu depan, kalau bisa ada rapat dengan Kementerian coba kami usulkan (pemanggilan), bagaimana regulasi mereka," tandasnya.

KemenKopUKM Dorong Revisi Permendag Nomor 50/2020

Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) berharap kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Revisi ini diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh kecurigaan hadirnya Project S TikTok Shop.

Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop ini dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan, untuk mengatasi ancaman ini sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020. Apalagi, revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini masih belum terbit. Padahal, ada banyak UMKM yang bisnisnya mulai redup lantaran belum muncul jua kebijakan terbaru tentang PSME.  

"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draft perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," kata Teten.

Dengan revisi ini, industri dalam negeri akan terlindungi, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen. Pasalnya, dengan revisi ini harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM. Permendag 50 ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Nantinya diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia

TikTok.

Photo :
  • Misrohatun Hasanah

Pun kebijakan ini bisa membatasi produk-produk impor masuk ke pasar digital Tanah Air. Terlebih, produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce lain juga sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri. Sehingga, Indonesia tak perlu lagi mengimpor produk tersebut.

"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya