Polisi Larang Pemutaran Film "Dragon for Sale" di Labuan Bajo

Poster film dragon for sale gagal tayang di Labuan Bajo
Sumber :
  • Istimewa/VIVA

Labuan Bajo - Polres Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur membatalkan pemutaran film "Dragon for Sale" beberapa jam saja sebelum diputar di Waterfront City Marina Labuan Bajo pukul 19.00 WITA, Jumat, 4 Agustus 2023.

Sejuta Pohon Hijaukan Labuan Bajo: Komitmen Pemerintah Wujudkan Green Tourism

Dalam flyer yang juga diterima VIVA tertulis jadwal pemutaran film garapan sutradara Dandhy Laksono tentang dampak dari Labuan Bajo ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Super Premium (DPSP) dipertontonkan kepada publik pada 4 dan 5 Agustus 2023.

Meski otoritas pengelola Water Front City Marina Labuan Bajo mengizinkan panitia memutar film di sana, tapi karena kewenangan kepolisian membuat film itu gagal diputar.

Raisa Takut Kisah Hidupnya Diangkat Jadi Film Dokumenter: Ada Apa Dibaliknya?

Panitia penyelenggara film dragon for sale di kantor polisi

Photo :
  • Jo Kenaru/Manggarai-NTT

Iptu Markus Frederiko Sega Wangge selaku Kasat Intelkam Polres Manggarai Barat ketika dikonfirmasi, Sabtu 5 Agustus 2023 membenarkan pembatalan itu.

Liburan Lebaran ke Labuan Bajo: Tak Perlu Khawatir, Ini Jaminan Pemerintah!

Merujuk pada ketentuan yang berlaku, Markus menilai, izin keramaian yang diajukan Doni Parera pada 2 Agustus 2023 tidak lengkap padahal pihak Sat Intelkam Polres Manggarai Barat berusaha meminta Doni untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan polisi seputar kegiatan tersebut.

Mengingat oleh karena tidak memenuhi syarat, kepolisian langsung menderetkan rencana pemutaran film tersebut berada pada level berisiko. 

Kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya yang dapat membahayakan keamanan umum wajib memiliki Surat Izin dari yang berwenang.

"Hari H baru dia datang padah hari sebelumnya kita minta dia ke kantor tapi dia baru datang kemarin siang pas sorenya kegiatan ya tentu yang seperti itu tidak bisa keluarkan izinnya untuk tanggal 4. Karena itu kita minta mereka untuk nenjadwalkan ulang sambil melengkapi informasi yang kita butuhkan. Kita tegakan lagi ya tidak ada pelarangan tapi minta mereka tunda dulu lengkapi syaratnya," ungkap Iptu Markus.

"Seharusnya pemberitahuan itu 3 kali 24 jam sebelum jadwal kegiatan yang diajukan tapi yang mereka lakukan mereka masuk surat itu tanggal 2 kegiatannya tanggal 4 itu saja sudah menyalahi aturan. Kemudian KTP pemohon (Doni Parera) juga belum dimasukkan, berapa jumlah orang yang dihadirkan dalam kegiatan itu, apa judul filmnya, filmnya tentang apa siapa sutradaranya itu semua tidak ditulis," terangnya menambahkan.

Informasi seputar kegiatan yang dilakukan di ruang publik tekan Iptu Markus harus jelas karena berkaitan dengan mekanisme disposisi ke Kapolres dan koordinasi dengan satuan lain.

"Informasi yang disampaikan harus detail begitu juga dengan syarat pengajuan surat 3 kali 24 jam sebelum kegiatan  supaya saya punya waktu menghadap pimpinan untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut. Setelah mendapat disposisi dari Kapolres saya masih harus berkoordinasi dengan satuan lain dengan Samapta misalnya kira-kira berapa personel yang dibutuhkan. Apalagi ini pemutaran film yang sudah diiklankan di medsos pasti massa yang datang bakal membludak," imbuhnya.

Kepolisian itu,  kata Markus tidak sedang menghalang-halangi promosi pariwisata Labuan Bajo namun kepolisian mesti hati-hati menangani berbagai kegiatan publik di tempat-tempat umum di Labuan Bajo.

"Jangan sampai karena keteledoran kita membuat aktivitas publik menjadi terganggu oleh karena terjadinya hal-hal yang tidak inginkan dampak lebih jauhnya gangguan keamanan di dalam kegiatan itu berdampak tercorengnya pariwisata Labuan Bajo itu yang harus diantisipasi," tutupnya.

Tudingan Balik ke Polres Manggarai Barat

Sementara itu, Doni Parera yang adalah penyelenggara pemutaran film tersebut mengaku kecewa dan heran dengan keputusan Polisi. 

Poster film dragon for sale gagal tayang di Labuan Bajo

Photo :
  • Istimewa/VIVA

Doni bilang  "Dragon for Sale" dibuat untuk mengeduksi masyarakat terutama supaya tidak mudah menjual lahan di Labuan Bajo.

"Supaya tidak menjadi tamu di tanah sendiri kelak dengan berkaca pada beberapa tempat lain di Indonesia. Kedua, mengedukasi masyarakat supaya kritis membaca keputusan-keputusan pemerintah terutama yang mengorbankan masyarakat banyak. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanat konstitusi yang tertuang dalam UUD 45 pada Mukadimah. Upaya menghalangi itu dapat dibaca sebagai pembodohan. Dan, kami sedang kaji untuk menuntut POLRI dengan keputusan ini," terang Doni.

Doni Parera yang dikenal sebagai aktivis itu kemudian menuding kepolisian sedang mengada-ada, beralibi dengan hal-hal elementer dan melebih-lebihkan ketentuan izin keramaian namun yang sebenarnya, sebut Doni, kepolisian terganggu dengan film itu.

"Saya menduga ada ketakutan polisi adalah karena isi film ini yang mengkritisi keras banyak keputusan yang dibuat dengan gelontorkan banyak uang dan dijadikan program unggulan pemerintah, ternyata hasilnya tidak dapat dinikmati masyarakat. Mestinya pejabat-pejabat yang digaji dari uang rakyat tidak menghamba kepada rezim, tetapi melayani rakyat.  Harus lebih berpihak kepada upaya pencerahan kepada masyarakat daripada mencari muka demi jabatan kepada rezim," sindir Doni.

Respons Sutradara terhadap Pembatalan Bioskop Warga Film "Dragon for Sale". 

Sutradara "Dragon for Sale" Dandhy Laksono amat menyayangkan respons kepolisian jelang pemutaran film tersebut. 

Menurut Dandhy, ini adalah kesekian kalinya faktor polisi menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati film dokumenter dan mendiskusikannya secara terbuka di ruang publik.

"Terutama alasan bahwa polisi harus tahu isi filmnya sebelum panitia menancapkan layar nobar," kata Dandhy dalam keterangannya, Sabtu (5/8/2023).

Dia mencatat pelarangan 'pembegalan' terhadap hak publik terjadi juga saat KTT ASEAN, Mei 2023 di Labuan Bajo di mana saat itu komunitas Rumah Tenun di Labuan Bajo menggelar Bioskop Warga dan polisi meminta panitia membuat pernyataan mendukung KTT ASEAN.

Sikap Dandhy sama dengan mitranya di Labuan Bajo, Doni Parera. Untuk apapun alasan kepolisian memang sejatinya tidak saklek urusan izin keramaian yang tidak diberikan, namun patut diduga sikap kepolisian mungkin terusik dengan film tersebut.

"Permintaan itu ditolak. Bukan hanya karena film "Dragon for Sale" tak ada urusan dengan KTT ASEAN atau even kenegaraan apapun, juga karena permintaan itu di luar urusan dan wewenang polisi," sambungnya. 

Tentang Dragon for Sale

Dijelaska Dandhy Laksono, "Dragon for Sale" adalah film dokumenter tentang dampak proyek "10 Bali Baru" bagi masyarakat Flores dan Lombok. Terutama pada Labuan Bajo dan kawasan Taman Nasional Komodo yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata "super premium" oleh pemerintah.

Film ini telah diriset dan memulai perekaman sejak 2019 ketika 2.000 warga Pulau Komodo terancam dipindahkan untuk kepentingan industri wisata.

Film ini adalah kolaborasi tim Ekspedisi Indonesia Baru (jurnalis), komunitas Sahabat Flores (content creator dan pelaku wisata), dan Sunspirit (organisasi penelitian). (Jo Kenaru/Manggarai Barat-NTT)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya